27 Oktober 2022
JAKARTA – Satu hal positif mengenai terpilihnya kembali Xi Jinping untuk masa jabatan lima tahunnya yang ketiga adalah bahwa hal ini memberikan negara-negara lain prediktabilitas yang lebih besar mengenai arah pergerakan Tiongkok. Sebagai negara dengan perekonomian terbesar di dunia, Tiongkok berusaha memenuhi perannya, bahkan ambisinya, sebagai negara adidaya, menyaingi satu-satunya negara besar lainnya saat ini, Amerika Serikat.
Pertanyaan terbesar yang diajukan seluruh dunia adalah, apakah kita melihat munculnya negara adidaya yang baik hati atau negara adidaya yang kejam?
Kongres Partai Komunis Tiongkok yang baru saja berakhir di Beijing memperkuat kekuasaan Xi, mematahkan tradisi sekretaris jenderal yang hanya menjabat dua kali masa jabatan lima tahun. Di dalam negeri, hal ini memberikan masyarakat Tiongkok rasa kesinambungan, meski belum tentu stabilitas, terhadap arah kebijakan Tiongkok. Bagi seluruh dunia, pesannya jelas, dalam lima tahun ke depan kita akan berhadapan dengan Xi, yang kini bahkan lebih berkuasa dibandingkan Xi yang kita kenal dalam 10 tahun terakhir.
Xi memimpin transformasi dari kebangkitan Tiongkok yang damai seperti yang kita lihat pada dekade pertama milenium ini menjadi kebangkitan yang lebih tegas dari sebuah kerajaan dengan tentakel yang terus tumbuh. Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI) adalah ciri khas kebijakan luar negerinya, yang berinvestasi besar-besaran dalam pembangunan infrastruktur ekonomi di negara-negara di seluruh dunia, mulai dari Kepulauan Pasifik Selatan, melalui maritim Asia Tenggara, Asia Timur, hingga Timur Tengah, Tanduk Afrika, Asia Barat dan Tengah, Mediterania dan Eropa.
Ini adalah permainan yang hanya dimainkan oleh kekuatan besar. Dan Tiongkok menggunakan pengaruh militer, politik, dan ekonominya yang semakin besar untuk memperluas kekuatan dan pengaruhnya secara global. Selain menjamin keamanannya, hal ini juga dilakukan demi kepentingan nasional lainnya, termasuk menjamin pasokan sumber energi, pangan, dan bahan mentah bagi penduduknya yang berjumlah 1,4 miliar jiwa yang terus bertambah.
Ketika Beijing mengerahkan kekuatannya, hal ini pasti akan berdampak pada keamanan geopolitik kawasan dan dunia. AS mengerahkan sekutu-sekutunya di Barat dan Asia untuk melawan kebangkitan Tiongkok. Sinyal-sinyal dari Beijing cukup meresahkan, seperti tekad Xi untuk menyatukan kembali Taiwan dengan Tiongkok, dan manuver militer di perairan yang disengketakan di Laut Cina Selatan dan Laut Cina Timur.
Indonesia sudah sepantasnya menolak untuk bergabung dengan aliansi anti-Tiongkok yang muncul ini, meskipun kita mempunyai beberapa masalah dengan berulang kali masuknya kapal nelayan Tiongkok tanpa izin ke perairan kita di Laut Natuna.
Pendekatan yang tidak terlalu konfrontatif diperlukan karena Tiongkok adalah mitra dagang terpenting Indonesia, sumber utama investasi dan bantuan luar negeri, dan mengingat kedekatan geografis Indonesia. Pengendalian bukanlah jalan ke depan. Kerja sama dan diplomasi persuasif jauh lebih masuk akal dalam menghadapi Tiongkok untuk membantunya menjadi negara adidaya yang baik hati.
Sebagai negara terbesar keempat di dunia, Indonesia memiliki pengaruh dalam negosiasi dengan Tiongkok. Keakraban dengan Xi sangat membantu dan karena Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah bertemu dengan pemimpin Tiongkok tersebut lebih dari 10 kali sejak tahun 2014, ia seharusnya merasa cukup nyaman untuk mengangkat isu-isu yang menjadi perhatian Indonesia pada pertemuan berikutnya.
Bersama ASEAN, Indonesia telah melobi Beijing untuk menandatangani kode etik yang mewajibkan Tiongkok untuk tidak menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan sengketa wilayah dengan negara lain di Laut Cina Selatan. Indonesia juga mendesak Tiongkok untuk menerima perspektif ASEAN mengenai Indo-Pasifik sebagai dasar bagi arsitektur regional baru yang terbuka, inklusif, dan berbasis aturan.
Sementara kita menunggu langkah kebijakan luar negeri Xi selanjutnya, prinsip kebijakan independen dan aktif mengharuskan kita untuk mengambil inisiatif. Hal ini juga berlaku dalam hubungan kita dengan Tiongkok.