7 Agustus 2023
JAKARTA – Di Papua yang terkenal dengan sumber daya alamnya yang melimpah, sekitar 7.500 masyarakat dari daerah terpencil Agandugume dan Lambewi di Kabupaten Puncak, Papua Tengah telah berebut makanan selama berbulan-bulan. Kombinasi kekeringan dan cuaca dingin pada bulan Juni menyebabkan tanaman utama ubi dan talas gagal atau membusuk, sehingga memaksa penduduk setempat memakan umbi-umbian yang busuk.
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), setidaknya enam orang, termasuk seorang bayi, meninggal karena dehidrasi atau diare. Lebih banyak lagi yang jatuh sakit karena harus berjalan kaki selama dua hari ke distrik terdekat untuk mendapatkan makanan, sehingga semakin melemahkan kesehatan mereka.
Pemerintah mengetahui bahwa kejadian cuaca ekstrem dapat menyebabkan kegagalan panen hampir setiap tahun, namun tidak berbuat banyak untuk mencegah dan memitigasi dampaknya.
Menteri Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy saat berkunjung untuk membawa bantuan bencana ke wilayah terdampak di Kabupaten Puncak, mengatakan kekeringan dan cuaca dingin merupakan fenomena cuaca tahunan yang biasanya terjadi antara bulan Mei hingga Juli.
Penurunan suhu dapat terjadi selama berminggu-minggu dan segera diikuti dengan kurangnya curah hujan, sehingga petani setempat tidak dapat menanam tanaman pangan. Puncak yang dalam bahasa Inggris berarti puncak, merupakan satu-satunya tempat di Indonesia yang turun salju karena letaknya yang tinggi.
Bencana kelaparan di Puncak bukanlah yang pertama terjadi di Papua. Kekeringan kembali melanda Lanny Jaya, yang sekarang menjadi bagian dari provinsi Dataran Tinggi Papua, pada bulan Agustus lalu, yang menyebabkan ratusan orang di distrik Kuyawage kehilangan akses terhadap makanan.
Setidaknya tiga orang meninggal karena masalah kesehatan terkait kelaparan. Namun pihak Jakarta membantah bahwa penduduk setempat kelaparan dan mendapat makanan, dan malah mengatakan bahwa mereka meninggal karena penyakit serius yang diperburuk oleh kondisi cuaca ekstrem.
Pada tahun 2018, wabah campak dan gizi buruk melanda Agats di Kabupaten Asmat, yang kini menjadi bagian dari Provinsi Papua Selatan. Sekitar 800 anak jatuh sakit, dan sedikitnya 100 anak meninggal.
Kelaparan di Puncak terjadi seiring janji Presiden Joko “Jokowi” Widodo untuk membangun wilayah paling timur tersebut.
Jakarta membayar lebih dari Rp 10 triliun (US$659 juta) per tahun untuk dana otonomi khusus dan berbagai proyek infrastruktur di wilayah tersebut. Salah satu proyek andalan Jokowi di pulau tersebut adalah food estate, termasuk ladang jagung di Kabupaten Jayapura yang dikunjungi presiden bulan lalu.
Dalam kunjungan tersebut, ia menegaskan, sistem produksi pangan yang baik akan membawa Indonesia bagian timur lebih sejahtera. Namun, ia enggan menjawab pertanyaan bagaimana cara mendistribusikan bahan pangan tersebut ke seluruh wilayah, termasuk ke daerah dataran tinggi seperti Puncak. Kabupaten yang terkena dampak hanya dapat dicapai dengan berjalan kaki dari Landasan Udara Sinak, dimana pihak berwenang telah mengabaikan bantuan bencana.
Solusi jangka panjang diperlukan untuk mencegah bencana kemanusiaan lebih lanjut terjadi di kabupaten lain di Papua. Tampaknya pemerintah telah mengambil langkah pertama, atau setidaknya sedang mempertimbangkannya.
Menyadari cuaca dingin bisa datang lagi setiap tahunnya, Muhadjir mengaku akan menyarankan Presiden memerintahkan pembangunan gudang makanan di dekat landasan udara Sinak. Dengan cara ini, pihak berwenang dapat dengan mudah mengangkut makanan dan menimbunnya sebelum terjadi kegagalan panen.
Namun, masih ada pertanyaan mengenai seberapa sering pemerintah akan menyediakan sumber daya tersebut. Apakah mereka mempunyai sumber daya yang cukup untuk menerbangkan makanan ke daerah pegunungan? Dalam krisis iklim saat ini, dimana kejadian cuaca ekstrem seperti cuaca dingin yang merusak di Puncak mungkin lebih sering terjadi, akankah kita mampu memproduksi dan mendistribusikan pangan dalam jumlah yang cukup ke seluruh wilayah di Papua?
Pemerintah harus segera menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Jika tidak, tahun depan, atau lebih awal, kita akan menghadapi berita utama kelaparan di Papua.