13 Juli 2023
JAKARTA – Kementerian Keuangan telah memperingatkan bahwa perlambatan perekonomian global dapat merugikan anggaran Indonesia karena melemahnya ekspor komoditas berdampak buruk pada bea dan cukai serta pendapatan bukan pajak.
Namun, pemerintah masih berharap untuk melampaui target pendapatan anggaran secara keseluruhan untuk tahun ini.
Berbicara di hadapan Badan Anggaran DPR, Senin, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan dua dari tiga komponen pendapatan negara akan melebihi target yang ditetapkan tahun lalu.
“Kalau dilihat dari tingkat (penerimaan pemerintah), kami tetap optimis. Soal trennya, kita perlu waspada,” kata Sri Mulyani di hadapan anggota DPR.
Ia menjelaskan, penerimaan negara dari bea dan cukai, pajak, dan penerimaan negara bukan pajak akan memasuki tren penurunan.
Komponen-komponen tersebut diperkirakan tidak mencapai target, karena diperkirakan akan menghabiskan Rp 300,1 triliun (US$19,8 miliar) ke kas pemerintah, sementara target yang ditetapkan sebesar Rp 303,2 triliun.
Sementara itu, penerimaan pajak diperkirakan akan melampaui target sebesar 5,8 persen karena Kementerian memproyeksikan penerimaan dari komponen tersebut sebesar Rp 1.818 kuadriliun, melebihi target Rp 1.718 kuadriliun.
Sementara itu, penerimaan negara bukan pajak diperkirakan akan melampaui target dengan margin yang besar yakni sebesar Rp 515,8 miliar, lebih tinggi 16,9 persen dibandingkan target yang ditargetkan sebesar Rp 441,4 miliar.
Namun terdapat tren penurunan pada masing-masing komponen tersebut dibandingkan tahun lalu yang mencatatkan kenaikan signifikan masing-masing sebesar 18 persen, 34,3 persen, dan 29,9 persen.
Proyeksi ini menunjukkan penurunan bea dan cukai sebesar 5,6 persen pada tahun ini, sementara penerimaan negara bukan pajak diperkirakan turun sebesar 13,4 persen. Hanya penerimaan pajak yang diperkirakan tumbuh yakni sebesar 5,9 persen.
Kementerian menyebutkan tiga penyebab penurunan bea dan cukai, yakni turunnya produksi tembakau, turunnya pajak keluar produk mineral akibat agenda industri hilir yang banyak melarang ekspor bijih, dan turunnya harga minyak sawit mentah (CPO) Indonesia. komoditas ekspor utama.
Moderasi harga batu bara dan mineral logam juga merugikan pendapatan pemerintah.
“Kita harus mewaspadai tren (pendapatan) bruto yang melemah atau negatif, terutama pada rumusan UU APBN 2024,” kata Sri Mulyani.
Total penerimaan negara diperkirakan mencapai Rp 2.637 kuadriliun hingga akhir tahun. Meski lebih tinggi 7,1 persen dari target yang ditetapkan sebesar Rp 2,46 kuadriliun, namun angka ini hanya lebih rendah dibandingkan target tahun lalu yang sebesar Rp 2,635 kuadriliun.
Namun, Sri Mulyani menekankan bahwa hal tersebut masih merupakan sebuah “prestasi” mengingat pertumbuhan luar biasa tahun lalu disebabkan oleh rejeki nomplok dari komoditas, dan kepulauan ini berada pada jalur yang tepat untuk mempertahankan atau bahkan melampaui angka tahun 2022 meskipun terjadi penurunan harga komoditas dan global pada tahun ini. kemerosotan ekonomi.
Sejalan dengan itu, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan kepada The Jakarta Post pada hari Selasa bahwa kenaikan sebesar 7 persen merupakan angka yang cukup baik untuk tahun ini.
Josua menjelaskan, ancaman terbesar yang harus diwaspadai adalah melemahnya permintaan dari Tiongkok karena akan mempercepat penurunan harga komoditas. Hal ini juga dapat menyebabkan penurunan volume ekspor sehingga menurunkan pendapatan bea dan cukai.
“Selain kinerja ekspor, terdapat potensi pelemahan perekonomian dalam negeri yang disebabkan oleh kenaikan suku bunga kredit sehingga berdampak pada tingginya biaya pinjaman bagi dunia usaha dan konsumen,” kata Josua.
Ia melanjutkan, kontraksi pajak keluar “berpotensi berlanjut hingga akhir tahun”, karena adanya larangan ekspor beberapa komoditas oleh pemerintah, selain harga CPO yang kemungkinan akan stagnan atau menurun.
Ekonom Bank Danamon Irman Faiz mengatakan kepada Post pada hari Selasa bahwa pendapatan pemerintah berada dalam kondisi yang baik berkat harga komoditas yang “masih tinggi” meskipun menurun.
“Ke depan, mengingat perlambatan ekonomi dunia, harga komoditas akan terus turun sehingga wajar jika (pemerintah) mewaspadai risiko ini,” kata Irman, sebelum mengatakan kenaikan pendapatan negara sebesar 7 persen adalah hal yang wajar. realistis”.
Ia berpendapat, tren penurunan pendapatan pemerintah akan terus berlanjut hingga akhir tahun, namun keadaan akan membaik pada tahun depan seiring membaiknya perekonomian global setelah pengetatan moneter disahkan sepenuhnya pada tahun ini.
“Risiko ketidakpastian masih tinggi pada tahun 2024. Fluktuasi harga minyak, pengetatan kebijakan moneter, dan pertumbuhan global harus diwaspadai. Oleh karena itu, APBN harus dirancang sebagai buffer dan countercyclical untuk menjawab tantangan tersebut,” kata Irman.
Menteri Keuangan memperkirakan defisit anggaran negara pada tahun 2023 sebesar Rp 486,4 triliun atau 2,28 persen dari perkiraan produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp 21,3 kuadriliun.
Pada semester I tahun ini, pemerintah mengumpulkan dana dari pajak sebesar Rp 970 triliun, penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp 302,1 triliun, dan bea masuk dan cukai sebesar Rp 135,4 triliun.