19 Juni 2023
JAKARTA – Perusahaan raksasa minyak dan gas milik negara, Pertamina, akan melakukan pembayaran pertamanya untuk mengambil alih 35 persen hak partisipasi Shell di blok minyak dan gas Masela di Maluku, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengumumkan pada hari Jumat.
Menteri Arifin Tasrif mengatakan, Pertamina akan membayar setengah dari total harga yang disepakati dengan Shell dan prosesnya akan selesai pada akhir bulan.
“Ini seperti uang muka, tanda keseriusan (Pertamina),” kata Arifin dalam jumpa pers, Jumat.
Baca juga: Pertamina akan menyelesaikan pengambilalihan saham Shell Masela pada bulan ini
Dia enggan menyebutkan total harga perolehannya.
Sebelumnya, pemerintah menyatakan frustrasi atas apa yang dikatakannya sebagai lambatnya keluarnya Shell dari proyek gas alam cair (LNG) di tengah negosiasi yang alot mengenai penjualan saham partisipasi perusahaan minyak dan gas Inggris tersebut.
Menurut Djoko Siswanto, sekretaris jenderal Dewan Energi Nasional (DEN), Shell bersedia melepaskan kepemilikannya sekitar $1,4 miliar, namun perkiraan lain mencapai $2 miliar.
Penelitian yang dilakukan oleh Tenggara Strategics, sebuah wadah pemikir yang berafiliasi dengan Jakarta Postmenempatkan harga wajar antara $800 juta dan $1 miliar.
Pertamina mengharapkan untuk menyelesaikan pengambilalihan melalui konsorsium dengan raksasa minyak dan gas milik negara Malaysia, Petronas, kata kementerian itu pada 13 Juni.
Jika pembelian berjalan sesuai rencana, konsorsium akan mengembangkan blok tersebut bersama raksasa migas Jepang Inpex yang memegang sisa 65% saham di blok Masela.
Ditanya bagaimana Petronas dan Pertamina membagi pembayaran akuisisi tersebut, Arifin mengatakan hal itu akan diselesaikan melalui kesepakatan kedua perusahaan.
“Yang terpenting kalau kita sudah punya pihak-pihak yang akan mengambil alih saham Shell, (para pihak) bisa mulai bertemu dengan Inpex,” kata Menkeu.
Baca juga: Pertamina harus berpikir ‘dua kali’ untuk membeli saham Shell di Blok Masela
Menteri menambahkan, proyek tersebut memiliki jaminan lepas landas, dimana 60 persen produksinya akan dijual untuk keperluan dalam negeri. Pemerintah akan memprioritaskan pembeli lokal karena negara akan membutuhkan gas dari blok tersebut di masa depan, katanya.
Namun komitmen dari pembeli dalam negeri diperlukan agar proyek tersebut dapat berjalan, kata Arifin.
“Proyek besar ini membutuhkan pendanaan, dan perlu kepastian bahwa pinjaman tersebut dapat dilunasi. Jadi harus amankan sumber uangnya, yaitu kontrak jual beli itu,” kata Arifin.
Indonesia memiliki cadangan gas sebesar 49,7 triliun kaki kubik (tcf) pada tahun 2021, turun lebih dari 50 persen dari 100,4 tcf pada tahun 2019, menurut data dari Administrasi Informasi Energi (EIA) AS. Cadangannya merupakan yang terbesar ketiga di kawasan Asia-Pasifik, setelah Tiongkok dan Australia.
Sementara itu, konsumsi gas alam diperkirakan akan meningkat empat kali lipat menjadi 26.000 juta standar kaki kubik per hari pada tahun 2050, berdasarkan data Satuan Tugas Pengaturan Khusus Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).