20 Juni 2023
PETALING JAYA – Pemanasan laut tidak hanya menguras stok ikan di laut, namun juga menyebabkan ukuran ikan menjadi lebih kecil dan bahkan perpindahan spesies tertentu, demikian ungkap sebuah penelitian lokal.
Musim panas yang terjadi saat ini tidak membantu dan yang lebih buruk lagi, banjir dan kekeringan secara langsung atau tidak langsung berdampak pada hasil tangkapan nelayan, kata para ahli.
Wakil Rektor Universiti Malaysia Terengganu (UMT) Prof Datuk Dr Mazlan Abd Ghaffar mengatakan seiring dengan meningkatnya suhu permukaan laut, kekuatan siklon tropis akan meningkatkan frekuensi badai di jantung lautan.
“Hal ini berdampak langsung pada risiko nelayan melaut untuk menangkap ikan. Hal ini merupakan fenomena global, karena penelitian terbaru menunjukkan bahwa perubahan iklim berdampak buruk pada stok ikan dan berdampak buruk pada terumbu karang, menyebabkan pemutihan karang serta mengubah komposisi dan keanekaragaman spesies.
“Dalam konteks ini, sangat penting untuk memahami dampak kejadian ekstrem seperti kenaikan suhu, kenaikan permukaan laut, banjir, kekeringan, dan angin topan untuk memprediksi dan memahami dinamika stok ikan dan implikasinya terhadap sistem produksi pangan di masa depan.
“Dampak dari kejadian ini sudah terasa di lautan dan wilayah pesisir, sehingga berdampak pada stok ikan,” katanya kepada The Star.
Pengamatan ini didasarkan pada studi Laboratorium Perubahan Iklim Institut Bioteknologi Kelautan UMT.
Prof Mazlan mengatakan dampak perubahan iklim lebih besar terjadi di kawasan tropis Asia, yang suhunya lebih tinggi sehingga berkontribusi pada berkurangnya stok ikan.
Sebagai contoh, beliau mengatakan ikan siakap (barramundi) liar sudah menjadi langka di perairan dan sebagian besar yang saat ini dijual di pasar domestik adalah ikan budidaya.
“Studi kami menemukan bahwa ukuran tubuh ikan menjadi lebih kecil dibandingkan 20 tahun terakhir akibat aktivitas penangkapan ikan berlebihan dan dampak perubahan iklim.
“Penangkapan ikan yang berlebihan menyebabkan ikan-ikan kecil ditangkap sebelum mereka tumbuh, dan pemanasan laut berdampak pada telur dan reproduksi,” katanya, seraya menambahkan bahwa ukuran berbagai jenis ikan telah menyusut sekitar 10%.
Mohd Fazrul Hisham Abd Aziz, dosen senior teknologi alat tangkap dan ekologi perikanan UMT, mengatakan perubahan iklim dan aktivitas penangkapan ikan yang tidak terkendali menyebabkan menurunnya hasil tangkapan ikan di Terengganu, menandakan cuaca hangat yang terus berlanjut.
“Peningkatan suhu secara tiba-tiba dapat menyebabkan hilangnya habitat dan spesies laut.
“Pergeseran arus laut dan air hangat mengubah distribusi stok ikan dan mengubah struktur ekosistem,” tambahnya.
Mohd Fazrul mengatakan perubahan iklim juga dapat menghilangkan pasokan makanan paling penting bagi ikan-ikan muda, yaitu plankton dan zooplankton.
Ia membenarkan, ukuran ikan semakin menyusut dibandingkan rata-rata ukuran berbagai jenis ikan.
“Reproduksi ikan tergantung pada makanan, habitat, faktor ekologi, dan faktor lingkungan seperti kualitas air dan perubahan suhu laut,” ujarnya.
Oleh karena itu, dia mengatakan perubahan suhu akibat perubahan iklim dapat mengubah kualitas pangan dan distribusi ikan.
“Seperti biota laut lainnya, ikan akan mencari lokasi yang cocok. Dan berdasarkan situasi saat ini, ada kemungkinan ikan akan bermigrasi ke lingkungan yang lebih sesuai,” ujarnya.
Mohd Fazrul mengatakan para nelayan pesisir di Terengganu telah mengalami kesulitan dalam beberapa tahun terakhir karena berkurangnya hasil tangkapan, dan menambahkan bahwa perubahan iklim juga mempengaruhi mata pencaharian mereka.
“Dulu ventermen bisa menangkap 100kg hanya dalam sekali trip, tapi sekarang hanya bisa 2kg sampai 4kg,” imbuhnya.
Ia mengatakan, para nelayan Terengganu tidak bisa melaut sesering mungkin karena perubahan cuaca yang buruk.
“Iklim terus berubah. Dan seringkali ombaknya sangat besar,” katanya, sambil mengeluhkan perahu mereka tidak dilengkapi peralatan untuk menghadapi gelombang laut yang ganas.
Contoh lain mengenai perubahan pola cuaca yang berdampak pada nelayan Terengganu adalah bahwa mereka melaut sejak pukul 04.00 pagi.
Saat ini telah ditunda hingga antara jam 10 pagi dan 11 pagi karena perubahan arus bawah, tambahnya.
“Tahun lalu, nelayan tidak bisa melaut hingga seminggu setiap bulannya. Dan pada Januari ini hanya dilakukan dua hingga tiga perjalanan karena cuaca buruk,” ujarnya.
Mohd Fazrul juga mengatakan penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur (IUU) di perairan Malaysia menyebabkan kerugian sebesar R2,1 miliar antara tahun 2020 dan 2021.
“Meskipun ada upaya dari Departemen Perikanan untuk menegakkan peraturan, banyak yang bersedia mengambil risiko dengan melakukan penangkapan ikan seperti itu,” katanya.
Berdasarkan penelitian kelautan timnya, ia mengatakan perubahan iklim dan aktivitas penangkapan ikan yang tidak terkendali dapat menyebabkan penurunan penangkapan ikan di Terengganu sekitar 40%.
Mohd Fazrul mengatakan, faktor lain yang menyebabkan menurunnya populasi ikan adalah perahu nelayan dengan jaring nelayan yang menyeberang ke zona perairan lain.