21 Juli 2023
JAKARTA – Aktivis iklim mendesak Indonesia untuk memainkan peran yang lebih kuat dalam memastikan bahwa pasar karbon global tidak menghambat upaya nyata untuk mengurangi emisi gas rumah kaca menjelang Konferensi Perubahan Iklim PBB, atau COP28, yang akan diadakan pada akhir tahun ini.
Tahun ini, Uni Emirat Arab akan menjadi tuan rumah KTT Perubahan Iklim PBB ke-28 di Dubai pada tanggal 30 November hingga 12 Desember. Fokus utama konferensi ini adalah untuk mempercepat transisi energi, pendanaan iklim, dan adaptasi terhadap dampak krisis iklim, kata Sultan Ahmed Al Jaber, CEO Perusahaan Minyak Nasional Abu Dhabi dan presiden terpilih COP28, dalam sebuah pernyataan. . Kamis lalu.
KTT ini diharapkan dapat membahas rincian mekanisme pasar karbon internasional serta mekanisme pembiayaan kerugian dan kerusakan.
Indonesia sudah sangat mengantisipasi pasar karbon, ditandai dengan terbitnya Peraturan Presiden tentang Nilai Ekonomi Karbon pada tahun 2021, beberapa hari sebelum COP26.
Bulan lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga mengeluarkan peraturan menteri yang merinci mekanisme perdagangan karbon di sektor kehutanan. Kementerian juga menandatangani nota kesepahaman dengan Otoritas Jasa Keuangan (FSA) pada hari Selasa untuk lebih mempersiapkan pasar karbon.
bendera merah
Indonesia harus berhati-hati dalam menciptakan pasar karbon agar tidak menjadi agen pencuci lingkungan (greenwashing agent) yang digunakan oleh perusahaan untuk menghindari pengurangan emisi, kata Country Director Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak, memperingatkan.
Salah satu mekanisme pasar karbon memungkinkan perusahaan untuk mengkompensasi emisi mereka dengan membeli kredit karbon dari perusahaan lain yang mengerjakan proyek mitigasi atau penghapusan emisi, seperti konservasi hutan. Namun para kritikus mengecam mekanisme tersebut dan mengatakan bahwa hal ini tidak adil karena perusahaan dapat membeli kredit karbon sebanyak yang mereka inginkan tanpa mengurangi emisi mereka.
“Kita memerlukan mekanisme pemantauan yang kuat untuk memastikan bahwa insentif pengurangan emisi benar-benar lebih besar dibandingkan perdagangan kredit karbon,” kata Leonard.
Jelang KTT iklim di Dubai, Leonard juga mendesak Indonesia untuk memberikan dukungan kepada kelompok yang paling rentan terhadap dampak krisis iklim, seperti negara kepulauan kecil di Samudera Pasifik. Negara-negara tersebut menghadapi tantangan serupa dengan Indonesia, seperti kenaikan permukaan air laut yang mengancam wilayah pesisir.
Aktivis perubahan iklim juga menyuarakan keprihatinan mengenai UEA yang fokus pada minyak, terutama setelah Al Jaber menulis dalam pernyataannya bahwa ia mendesak dunia untuk “mempercepat penghentian penggunaan bahan bakar fosil yang tidak dapat dihindari dan diperlukan.” Para ahli telah menyerukan penghapusan bahan bakar fosil secara bertahap untuk membatasi kenaikan rata-rata suhu global hingga 1,5 derajat Celcius, yang diperlukan untuk mencegah dampak terburuk dari krisis iklim.
Prospek negosiasi pendanaan kerugian dan kerusakan juga bisa terancam, kata Nadia Hadad, direktur eksekutif kelompok lingkungan hidup Yayasan Madani, karena keengganan beberapa negara kuat untuk berkontribusi pada dana tersebut.
Amerika Serikat, misalnya, tidak akan membayar ganti rugi kepada negara-negara berkembang yang terkena bencana akibat perubahan iklim, kata utusan khusus AS untuk perubahan iklim, John Kerry, dalam sidang kongres pekan lalu, menurut laporan Reuters.
Nadia meminta Indonesia memainkan peran kuat dalam KTT iklim tahun ini dengan memastikan negara-negara maju berkomitmen untuk menghentikan penggunaan bahan bakar fosil secara bertahap dan menyediakan dana untuk membantu memperbaiki kerusakan akibat bencana iklim.
“Kita mempunyai daya tawar untuk melakukan hal ini sebagai negara dengan luas hutan tropis terluas ketiga, yang merupakan salah satu penyerap karbon terbesar di dunia,” kata Nadia. Penyerap karbon mengacu pada segala sesuatu, baik alami maupun buatan, yang menyerap dan menyimpan lebih banyak karbon dari atmosfer daripada yang dilepaskannya.
Diplomasi iklim
Isu transisi energi dan perdagangan karbon kemungkinan besar akan menjadi agenda utama delegasi Indonesia pada COP28 mendatang, kata Agus Justianto, Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Kami berharap ada kesepakatan (perdagangan karbon) sehingga pasar karbon internasional pada akhirnya memiliki regulasi yang jelas,” kata Agus di sela-sela acara peluncuran publik paviliun Indonesia untuk COP28 di Jakarta, Selasa.
Paviliun tersebut akan berfungsi sebagai alat soft diplomacy, jauh dari meja perundingan, untuk menunjukkan kepada dunia langkah nyata yang telah dilakukan Indonesia dalam mengatasi perubahan iklim, kata Agus yang bertugas mempersiapkan paviliun tersebut.
Delegasi Indonesia akan mengadakan talk show dan presentasi di paviliun selama KTT perubahan iklim di Dubai.