4 Oktober 2022
JAKARTA – Pada tahun 2017, pemerintah mengumumkan rencana relokasi tiga perusahaan pertahanan milik negara, yaitu PT Pindad, PT PAL dan PT Dirgantara Indonesia (PT DI), ke Kabupaten Tanggamus di Provinsi Lampung. Ini adalah pertama kalinya Kementerian Pertahanan mempertimbangkan proyek semacam ini sejak pemerintah berupaya menghidupkan kembali industri pertahanan dalam negeri dan memodernisasi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Relokasi mereka didasarkan pada beberapa pertimbangan, khususnya terbatasnya ruang yang tersedia bagi perusahaan negara untuk memperluas fasilitas produksinya karena tingginya kepadatan penduduk dan penggunaan lahan di Pulau Jawa. Ryamizard Ryacudu, Menteri Pertahanan saat itu, mengatakan dibutuhkan sekitar 10.000 hektar lahan untuk membangun pabrik baru bagi ketiga perusahaan tersebut.
Namun, rencana relokasi tersebut terhenti dan pembuat kapal PT PAL, produsen pesawat terbang PT DI dan produsen senjata Pindad terus beroperasi di lokasi mereka yang ada.
Pada tahun 2021, Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengisyaratkan untuk menghidupkan kembali rencana pemukiman kembali, namun dengan skenario yang berbeda. Dia mengarahkan agar Pindad dan PT DI direlokasi ke sekitar Bandara Internasional Kertajati di Majalengka, Jawa Barat, dan kantor pusat kedua perusahaan di Bandung, ibu kota Jawa Barat, dialihfungsikan untuk pariwisata atau sektor terkait lainnya.
Para pengamat tampaknya mendukung gagasan tersebut, dengan mengatakan bahwa relokasi BUMN dapat membantu mereka menghidupkan kembali proyek-proyek yang terhenti. Lebih lanjut, pemerintah mengklaim rencana relokasi tersebut merupakan bagian dari upayanya untuk menghidupkan kembali industri pertahanan hingga pada akhirnya mencapai swasembada.
Usaha ini juga dipandang sebagai strategi pemerintah untuk mencapai tujuan pemerataan pembangunan guna memperkuat ketahanan nasional. Dalam hal ini, kebangkitan industri pertahanan, termasuk rencana relokasi, menciptakan peluang tidak hanya bagi pemerintah pusat, tetapi juga bagi pemerintah daerah tempat perusahaan tersebut beroperasi.
Manfaat dari rencana relokasi dapat diperoleh dalam beberapa bentuk, seperti lapangan kerja dan pendapatan pajak. Misalnya, fasilitas produksi Pindad di Malang telah menciptakan lebih dari 300 lapangan kerja dan menghasilkan multiplier effect bagi 300 perusahaan lokal. Sementara itu, fasilitas produksi PT DI dan Pindad di Bandung menghasilkan pendapatan pajak bagi pemerintah daerah dan juga menarik perusahaan asing untuk berinvestasi di wilayah tersebut, seperti Jabil Inc. asal Amerika Serikat. dan UTC Aerospace Systems (sekarang Collins Aerospace – Editor), yang mulai beroperasi pada tahun 2017.
Pencapaian penting lainnya adalah pengiriman dua pesawat angkut militer CASA/IPTN CN-235 ke Angkatan Udara Senegal pada tahun 2021, yang dilaporkan mempekerjakan lebih dari 4.000 pekerja Indonesia. Selain itu, pembangunan dua landing platform dock (LPD) kelas Makassar pada tahun 2008-2011 di fasilitas PT PAL di Surabaya dilaporkan mempekerjakan 800 pekerja.
Dalam rangka modernisasi TNI dan revitalisasi industri pertahanan, baik jangka pendek (hingga 2024) maupun jangka panjang, Presiden Jokowi menyerukan return on investment (ROI) belanja pertahanan. Apalagi karena pemerintah mempunyai dasar hukum (UU No. 16/2012 tentang industri pertahanan) yang menerapkan kebijakan offset dalam transfer teknologi (ToT), maka pemerintah dapat memaksimalkan peluang ekonomi melalui kesepakatan senjata.
Dalam hal nilai pengembalian, investasi dapat diperoleh dari offset pertahanan/ToT dari kesepakatan akuisisi besar senilai jutaan atau miliaran dolar untuk senjata seperti jet tempur, kapal tanker multi-rol (MRTT), dan kapal selam.
Padahal, kesepakatan akuisisi enam jet tempur Dassault Rafale yang ditandatangani awal tahun ini sudah termasuk defence offset/ToT berupa kemampuan maintenance, perbaikan, dan overhaul (MRO) untuk PT DI. Namun demikian, di antara kemampuan MRO yang dimiliki PT DI, perjanjian ini juga memberikan hasil yang baik bagi pemerintah daerah dan menciptakan peluang bagi usaha lokal untuk menjadi bagian dari rantai pasokan.
Dalam konteks yang lebih luas, perjanjian ini dapat menarik lebih banyak investasi ke Bandung, menciptakan lebih banyak lapangan kerja, memberdayakan bisnis lokal, seperti pemasok bahan mentah, dan memberi manfaat bagi pemerintah daerah melalui pendapatan pajak.
Lebih lanjut, galangan kapal Indonesia juga tidak hanya akan mendapatkan teknologi baterai lithium-ion melalui deviasi/ToT Nota Kesepahaman antara PT PAL Indonesia dan Naval Group, namun juga dampak jangka panjang dari kapasitas pembangunan kapal selam untuk mendukung PT PALs 4.0 Maritime transformasi.
Misalnya, akuisisi kapal selam kelas Scorpene oleh Angkatan Laut Brasil melalui kolaborasi antara Naval Group dan Itaguaí Construções Navais (ICN) telah menciptakan lapangan kerja bagi lebih dari 1.700 pekerja di negara Amerika Selatan tersebut. Hal ini juga telah memberdayakan perusahaan domestik dalam rantai pasokan konstruksi, seperti usaha kecil dan menengah yang berspesialisasi dalam metalurgi.
Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa ROI dari perolehan senjata dapat mendukung perekonomian suatu negara, termasuk perekonomian regional.
Namun, setidaknya ada tiga faktor yang harus dipertimbangkan untuk memastikan bahwa manfaat ekonomi berlaku bagi semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah dan masyarakat.
Pertama, kesiapan seluruh pihak yang terlibat, termasuk pemerintah daerah dan perusahaan, dalam hal komunikasi dan infrastruktur, kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia, serta regulasi dan iklim politik.
Yang kedua adalah bagaimana Kementerian Pertahanan, Kementerian BUMN dan perusahaan induk industri pertahanan yang baru didirikan, DEFEND ID, dapat memastikan inklusivitas dan keadilan, khususnya dalam memberikan lapangan bermain yang setara bagi perusahaan lokal untuk bergabung dalam rantai pasokan. Penting untuk dicatat bahwa banyak perusahaan lokal, terutama yang berada di tingkat kedua, ketiga dan keempat, mengalami kesulitan untuk bergabung dalam rantai pasokan pertahanan karena birokrasi yang rumit.
Yang terakhir adalah komitmen umum pemerintah untuk mengawasi pelaksanaan semua program penyeimbangan pertahanan/ToT untuk mencapai hasil terbaik, termasuk bagi pemerintah daerah dan masyarakat. Meskipun janji pemerintah merupakan hal yang penting, perubahan dalam kepemimpinan nasional dan menteri kabinet sering kali menjadi tantangan besar dalam mencapai tujuan industri pertahanan.
Secara keseluruhan, di tengah permasalahan sosio-ekonomi yang saat ini melanda negara ini, seperti kenaikan inflasi, gangguan rantai pasokan lokal atau global sebagai dampak perang di Ukraina, dan upaya pemulihan COVID-19, belanja pertahanan memberikan banyak peluang bagi pemerintah daerah dan masyarakat untuk menghasilkan pendapatan baru.
Kini terserah kepada pemerintah untuk mempertimbangkan semua langkah yang diperlukan untuk memberikan manfaat bagi seluruh pemangku kepentingan, terutama dalam pilihan program penyeimbangan pertahanan/ToT pertahanan untuk mempertahankan ekosistem industri pertahanan nasional baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.