21 Agustus 2023
JAKARTA – Dalam perselisihan terbaru mengenai minyak sawit, Indonesia dan Uni Eropa berselisih mengenai pajak impor biodiesel yang dikenakan pada komoditas negara Asia Tenggara tersebut sejak tahun 2019.
Blok tersebut mengatakan pada hari Kamis bahwa pihaknya telah meluncurkan penyelidikan mengenai apakah biodiesel dari Indonesia menghindari bea masuk UE dengan melewati Tiongkok dan Inggris, hanya dua hari setelah Indonesia mengajukan kasus mengenai pengenaan bea masuk oleh blok tersebut ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). .
UE adalah tujuan produk minyak sawit terbesar ketiga bagi Indonesia dan merupakan pasar penting bagi biodiesel, yang terbuat dari minyak sawit. Indonesia adalah produsen minyak sawit terbesar di dunia.
Investigasi UE dilakukan menyusul permintaan awal dari Dewan Biodiesel Eropa, sebuah asosiasi produsen Eropa.
“Permintaan tersebut berisi bukti yang cukup bahwa tindakan pencegahan yang ada terhadap impor produk tersebut dapat dielakkan dengan impor produk yang sedang diselidiki,” kata Komisi Eropa dalam jurnal resmi UE.
“Perubahan pola perdagangan yang melibatkan ekspor dari Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok serta Inggris ke Uni Eropa terjadi menyusul diberlakukannya tindakan penanggulangan yang ada,” tambahnya.
Awal pekan ini, Indonesia meminta WTO untuk menyelidiki pengenaan bea masuk UE terhadap impor biodiesel dari Indonesia.
Permintaan tersebut telah disampaikan kepada anggota WTO pada tanggal 15 Agustus, kata badan tersebut, seraya menambahkan bahwa Indonesia berargumentasi bahwa kewajiban penyeimbang UE dan penyelidikan yang mengarah pada penerapannya tidak konsisten dengan ketentuan WTO.
UE telah memberlakukan bea penyeimbang antara 8 dan 18 persen pada biodiesel Indonesia sejak tahun 2019, menurut Djatmiko Bris Witjaksono, direktur jenderal kerja sama perdagangan internasional di Kementerian Perdagangan.
“Pengenaan pajak impor telah menimbulkan kerugian serius bagi industri Indonesia, terutama ketika perekonomian global baru mulai pulih dari pandemi COVID-19,” kata Djatmiko, Rabu, seperti dikutip Reuters.
Bea masuk yang saling bertentangan diberlakukan berdasarkan aturan WTO dengan tujuan menetralisir dampak negatif subsidi.
Total ekspor biodiesel Indonesia turun 28 persen pada tahun 2019 dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi 1,2 juta ton, menurut Badan Pusat Statistik.
UE menyumbang sekitar 52 persen dari pengiriman biodiesel Indonesia pada tahun 2018 dan 45 persen pada tahun 2019.
Indonesia mengirimkan 435.827 ton biodiesel pada tahun 2022, dengan 22,47 persen di antaranya dikirim ke UE.
Ketika ditanya mengenai situasi ini, juru bicara Komisi Eropa mengatakan kepada wartawan bahwa UE yakin bahwa tugasnya terhadap Indonesia sepenuhnya sesuai dengan peraturan WTO dan UE siap untuk membahas masalah ini dengan Indonesia.
Hubungan perdagangan antara UE dan Indonesia telah tegang oleh langkah blok tersebut untuk membatasi impor komoditas yang terkait dengan deforestasi, yang diperkirakan akan membatasi impor minyak sawit UE dari pemasok utama Indonesia dan Malaysia.
Selain biodiesel, minyak sawit banyak digunakan dalam makanan dan kosmetik.
Menyambut baik penyelidikan Komisi Eropa, Dewan Biodiesel Eropa memperkirakan bahwa bea masuk yang menghindari pungutan merugikan Uni Eropa sekitar 221 juta euro (US$240,34 juta) pada tahun lalu.
Asosiasi tersebut juga bekerja sama dengan otoritas UE untuk mengatasi tuduhan penipuan impor biodiesel dari Tiongkok, tambahnya dalam sebuah pernyataan.
Awal tahun ini, Jerman meminta Komisi Eropa untuk menyelidiki pengiriman dari Tiongkok di tengah kekhawatiran industri bahwa biodiesel impor yang dinyatakan berdasarkan bahan baku daur ulang mungkin mengandung minyak yang lebih murah.
UE juga berselisih dengan Indonesia dan Malaysia mengenai penerapan Peraturan Deforestasi UE (EUDR), yang berupaya memperketat aturan perdagangan komoditas yang menghubungkan UE dengan deforestasi, termasuk minyak sawit.
Negara-negara produsen minyak sawit berpendapat bahwa peraturan tersebut akan merugikan petani kecil dalam rantai pasokan yang memerlukan sertifikasi untuk membuktikan legalitas dan ketertelusuran.
Baik Indonesia maupun Malaysia juga menyuarakan keprihatinan mengenai sistem benchmarking yang direncanakan UE dalam peraturan tersebut, yang menetapkan tingkat risiko terkait deforestasi dan degradasi hutan. Sistem ini akan menetapkan kategori rendah, standar, dan tinggi, yang kemudian akan mengarah pada lebih banyak inspeksi dan kontrol oleh blok tersebut terhadap barang yang dikirim ke wilayah tersebut melalui negara-negara tersebut.
“Alasan dan metodologi di balik tindakan tersebut tidak jelas dan akan sangat merugikan banyak negara jika mereka diberi status berisiko tinggi,” kata Kantor Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada bulan Juni.
Dalam pernyataan bersama pada tanggal 1 Juni, Indonesia dan Malaysia mendesak UE untuk mengklasifikasikan mereka sebagai negara berisiko rendah.