12 Desember 2022
JAKARTA – Setiap kali pemerintah menggulirkan rencana impor beras, masyarakat bereaksi dengan perlawanan. Maklum saja, bagi banyak orang Indonesia, nasi dianggap lebih dari sekedar makanan pokok, tapi juga komoditas politik.
Mengimpor beras dianggap tabu oleh sebagian orang, meskipun keputusan tersebut tidak serta merta mencerminkan kegagalan negara dalam mencapai swasembada. Impor beras terkadang diperlukan untuk mencegah bencana seperti krisis pangan, intervensi spekulan, kenaikan harga atau inflasi yang serius, dan menipisnya cadangan beras pemerintah (CBP).
Terkait hal tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat kabinet baru-baru ini menegaskan kebutuhan mendesak untuk memastikan pasokan beras nasional untuk tahun 2023 di tengah risiko krisis pangan yang membayangi.
“Kita harus mewaspadai risiko krisis pangan karena dapat menimbulkan keresahan sosial dan politik. Oleh karena itu, segala hal mengenai cadangan beras dalam negeri harus diperhitungkan dengan cermat dan tepat. Jangan salah,” kata Jokowi.
Kabar buruknya, sampai saat ini stok beras Badan Urusan Logistik (Bulog) hanya 503.000 ton, jauh di bawah level 1,1 juta hingga 1,5 juta ton yang dibutuhkan untuk mempertahankan kecukupan. Bulog diperkirakan harus mendistribusikan 200.000 ton bulan ini, yang semakin menipiskan cadangan Bulog.
Badan ini telah menetapkan target mengamankan 1,2 juta ton pada akhir tahun. Masalahnya adalah mengisi kesenjangan dengan produksi dalam negeri yang dalam kondisi baik, di tengah tantangan kenaikan harga gabah.
Harga beras di penggilingan lokal kini bervariasi dari Rp 6.000 (39 sen AS) hingga Rp 6.300 per kilogram dan hal ini mempengaruhi harga beras hilir yang saat ini berada di kisaran Rp 11.000 hingga Rp 12.000 per kg, jauh di atas harga eceran tertinggi. harga (HET) beras medium dari Rp 9.450 menjadi Rp 10.250 per kg.
Alhasil, pemerintah tak punya pilihan selain memberi lampu hijau kepada Bulog untuk mengimpor 500.000 ton beras. Ini akan menjadi impor pertama Indonesia sejak Bulog memasuki pasar beras internasional dengan volume yang signifikan pada tahun 2018.
Jangan memperdebatkan apakah keputusan itu benar. Memang, Indonesia berpacu dengan waktu mengamankan pangan pokoknya demi ketahanan nasional. Ketepatan waktu sangat penting untuk mencegah barang impor tiba pada saat panen raya Indonesia di awal tahun 2023.
Kebijakan pemerintah menarik beras murah dan menggantinya dengan bantuan pangan nontunai (Bantuan Pangan Non Tunai/Bantuan Pangan Non Tunai) serta kajian kebijakan harga pembelian pemerintah (PPP) yang lamban menjadi persoalan mendasar ketidakmampuan Bulog mempertahankan pengadaan berasnya dari pemerintah. pasar lokal dan menstabilkan harga.
Ujung-ujungnya, agar hiruk pikuk impor beras ini tidak terulang kembali saat negara memasuki tahun politik kritis pada 2023, sudah sepantasnya pemerintah menganggap pengadaan beras hanya untuk program BPNT. berasal dari cadangan Bulog.
Jika Bulog diberi kesempatan kembali menjadi pemasok tunggal beras ke BPNT, badan tersebut akan lebih mudah menstabilkan harga beras dan menghindari impor di tengah surplus produksi lokal. Selain itu, akan memastikan penggunaan anggaran negara secara efisien.