29 Agustus 2023
JAKARTA – Semakin banyak generasi muda Indonesia yang khawatir mengenai dampak pinjaman online terhadap masa depan mereka, seiring dengan mulai banyaknya perusahaan yang memeriksa skor kredit calon karyawan dan bank menolak memberikan pinjaman kepada calon pembeli rumah berdasarkan riwayat kredit online mereka.
Pengguna media sosial berebut memeriksa skor kredit mereka pada 21 Agustus setelah pengguna di X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter, menceritakan bahwa lima calon karyawan yang melamar pekerjaan di tempat kerjanya, sebuah lembaga keuangan, ditolak karena kredit buruk mereka. sejarah.
“Mereka berlima tidak lolos karena Pemeriksaan BI (Bank Indonesia) kami menunjukkan mereka anggota Kol 5,” tulis pengguna @kawtuz di X pada 21 Agustus.
BI Checking, yang kini disebut SLIK OJK sejak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil alih tanggung jawab program tersebut pada tahun 2018, mengacu pada database riwayat kredit konsumen pada lembaga keuangan yang diawasi OJK, termasuk bank dan perusahaan multifinance.
Sedangkan “Kol” mengacu pada peringkat lima tingkat kolektibilitas pinjaman seseorang. Kol 1 menunjukkan kemampuan yang sehat untuk melunasi utangnya, sedangkan Kol 5 menunjukkan bahwa pembayaran pinjaman seseorang sudah sangat terlambat.
Sejumlah pengguna media sosial memiliki pertanyaan tentang bagaimana dan di mana metrik ini digunakan.
“Bagaimana jika ada yang terlambat membayar karena ada keadaan darurat?” tanya pengguna @nicetryera, seraya menambahkan bahwa mereka sering memanfaatkan fitur beli sekarang bayar nanti (BNPL) yang terdapat di banyak aplikasi kredit dan bahkan platform e-commerce dan permintaan perjalanan seperti Shopee dan Gojek.
Sementara itu, pengguna @gbrlbskr memuji sistem kontrol yang diterapkan perusahaannya untuk “menurunkan risiko” setelah seorang karyawan di tempat kerjanya diketahui memiliki utang perjudian online yang serius.
Penggunaan layanan bayar belakangan oleh masyarakat Indonesia meningkat sebesar 17,7 persen dibandingkan tahun lalu, menurut penelitian Kredivo dan Katadata Insight Center. Pembayaran bayar nanti sekarang melebihi transfer bank sebesar lebih dari 6 persen.
Hal ini juga menyebabkan meningkatnya kredit bermasalah. Data lembaga pemeringkat kredit Pefindo menunjukkan sekitar 6,78 persen pembayaran pinjaman telah jatuh tempo pada semester pertama tahun ini.
Data dari OJK menunjukkan bahwa sekitar 2,3 juta warga Jakarta memiliki total utang lebih dari Rp 10,3 triliun (US$678,6 juta) kepada pemberi pinjaman online pada bulan April.
Lebih sedikit peluang karir?
Fildza, seorang mahasiswa pascasarjana berusia 24 tahun dari Tangsel, Banten, selalu menghindari layanan bayar belakangan, dan wacana baru-baru ini memperkuat keyakinannya.
“Saya tidak pernah menginginkannya karena saya belum memiliki penghasilan tetap, jadi saya khawatir saya tidak mampu membayarnya,” kata Fildza kepada The Jakarta Post pekan lalu.
Fildza rutin membeli produk perawatan kulit dan riasan di situs e-commerce, di mana ia melihat banyak sekali diskon yang tersedia bagi mereka yang menggunakan program bayar nanti.
“Tetapi saya tidak ingin kredit sebagai pilihan pembiayaan dalam hidup saya,” katanya, seraya menambahkan bahwa temuan bahwa pemberi kerja memeriksa riwayat kredit calon karyawan membuatnya semakin waspada terhadap layanan tersebut.
Perusahaan-perusahaan di berbagai industri, mulai dari makanan hingga konsultasi manajemen, mengatakan kepada Post pekan lalu bahwa departemen sumber daya manusia mereka tidak memeriksa nilai kredit pelamar kerja karena mereka tidak melihat relevansinya dengan bidang usaha mereka.
Namun, pemeriksaan semacam itu tersebar luas di sektor perbankan, keuangan dan asuransi, kata Haekal, manajer regulasi di sebuah bank komersial. Dia mencatat, banknya tidak pernah menemukan kasus kredit buruk dari seorang pencari kerja.
Implikasi hipotek
Selain bekerja, OJK juga mengungkapkan semakin banyak generasi muda yang tidak menerima Kredit Pemilikan Rumah (CPR) karena terlambat atau terlambat membayar untuk membeli sekarang, membayar layanan di kemudian hari, bahkan dengan tunggakan minimal Rp 300.000.
“Beberapa bank telah menyampaikan kepada kami bahwa banyak anak muda yang seharusnya mendapatkan KPR untuk rumah pertama mereka, namun tidak bisa karena nilai kredit mereka yang buruk dalam program bayar nanti,” kata Komisioner OJK Friderica Widyasari Dewi pada 18 Agustus lalu. dikutip CNN Indonesia.
Friderica meminta konsumen lebih berhati-hati dalam menggunakan metode pembiayaan tersebut.
Sementara itu, sebagian masyarakat Indonesia menyambut baik layanan bayar belakangan.
“Saya pikir saya akan baik-baik saja asalkan saya memperhatikan tenggat waktu saya nanti,” kata ilustrator lepas Saniyyah Nurul Izzah.
Agnes Johana, manajer komunikasi, mengatakan banyak produk, mulai dari elektronik hingga real estat, kini jauh melampaui kemampuan upah normal, jadi dia tidak melihat fitur kredit seperti program beli sekarang, bayar nanti sebagai masalah terbesar.
“Terkadang ada urgensi yang muncul dalam kehidupan kerja Anda, jadi wajar saja orang-orang memanfaatkannya,” ujarnya.