14 Oktober 2022
JAKARTA – FIFA dan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) akan melanjutkan rencana untuk memastikan bahwa Indonesia akan terus dapat menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 dan pertandingan apa pun di masa depan dengan aman, meskipun ada seruan untuk akuntabilitas atas peran PSSI dalam tragedi Kanjuruhan. .
Niko Nhouvannasak, koordinator proyek pengembangan FIFA, mengatakan badan sepak bola dunia saat ini masih mengumpulkan data mengenai tragedi yang menewaskan 132 orang di Malang, Jawa Timur, dua pekan lalu.
Data ini akan kami gunakan untuk menyusun rencana kerja agar tragedi ini tidak terjadi lagi di masa depan, kata Nhouvannasak dalam konferensi pers bersama yang digelar di Kompleks Olahraga Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat, Rabu, seperti dikutip dari Antara. Kompas. Semoga kompetisi (Liga 1) bisa dilanjutkan dan Piala Dunia U-20 2023 di Indonesia bisa berjalan seaman mungkin.
Selain Nhouvannasak, beberapa delegasi FIFA dan Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) juga hadir dalam konferensi pers tersebut. Di antara mereka adalah konsultan stadion FIFA Serge Dumotier, yang secara pribadi akan mengevaluasi enam stadion yang akan menjadi tuan rumah turnamen sepak bola remaja dua tahunan pada bulan Mei tahun depan di mana 24 negara peserta, termasuk Indonesia, akan bertanding.
Meski Stadion Kanjuruhan tidak termasuk dalam enam stadion yang akan digunakan untuk turnamen U-20 mendatang, namun bencana tersebut mempertanyakan kemampuan Indonesia dalam menjamin keselamatan pertandingan sepak bola.
Ketua PSSI Mochamad Iriawan mengucapkan terima kasih atas dukungan FIFA dan AFC, seraya menegaskan kerja sama PSSI sangat berperan dalam reformasi sepak bola Indonesia. “Dukungan mereka merupakan hasil jerih payah Presiden (Joko) ‘Jokowi’ (Widodo). (…) FIFA dan AFC hadir mendampingi PSSI dalam pemulihan sepak bola Indonesia, khususnya pasca tragedi Kanjuruhan,” kata Iriawan yang merupakan purnawirawan jenderal polisi bintang tiga itu.
Namun konferensi pers hari Rabu tidak menyebutkan peninjauan protokol keamanan yang digunakan di Kanjuruhan, khususnya penggunaan gas air mata dan kehadiran keamanan yang ketat di lapangan, keduanya melanggar protokol keamanan FIFA.
Anton Sanjoyo, jurnalis olahraga senior dan anggota tim pencari fakta yang didukung pemerintah yang saat ini menyelidiki tragedi Kanjuruhan, mengatakan bahwa tanggung jawab untuk menerapkan protokol tersebut ada pada PSSI sebagai badan sepak bola di Indonesia.
Polisi dan panitia penyelenggara pertandingan mengakui ketidaktahuan mereka terhadap peraturan FIFA yang melarang penggunaan gas air mata dan mereka tidak pernah diminta melepas seragam dan perlengkapan anti huru hara, kata Anton. “Ini menandakan adanya gangguan komunikasi di pihak PSSI, padahal seharusnya merekalah yang mengkomunikasikan peraturan tersebut kepada seluruh pihak terkait.”
Meski dua anggota penyelenggara pertandingan lokal dan Akhmad Hadian Lukita, Direktur Utama operator liga sepak bola PT Liga Indonesia Baru (LIB), telah ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi, PSSI sejauh ini lolos dari penyelidikan atas peran mereka dalam tragedi tersebut.