1 Agustus 2023
JAKARTA – Pemerintah menyoroti insentif pajak yang sudah lama ada dan kebijakan lain yang bertujuan meringankan beban eksportir yang menyimpan pendapatan mereka di dalam negeri seiring dengan persiapan pemerintah untuk mewajibkan eksportir bernilai tinggi untuk menyimpan simpanan mata uang asing di dalam negeri.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan kepada wartawan pada hari Jumat bahwa bank sentral telah mengizinkan pendapatan ekspor yang disimpan dalam rekening deposito berjangka khusus untuk digunakan sebagai jaminan kredit dalam rupiah dan untuk pertukaran mata uang, jika eksportir membutuhkan sejumlah rupiah dalam mata uang mereka. akun.
Selain itu, bank sentral menawarkan “suku bunga kompetitif” untuk simpanan pendapatan eksportir, yang dirancang lebih tinggi dibandingkan yang ditawarkan oleh bank asing.
“Kami akan merilis (versi) revisi atau penyempurnaan peraturan BI yang memang sudah ada sejak dulu, terkait penerimaan ekspor,” kata Perry kepada wartawan dalam jumpa pers.
Baca juga: Aturan voucher ekspor baru ‘sebagian besar baik’ tetapi tidak menghambat arus kas
Dalam penjelasan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani mencatat bahwa pemerintah menawarkan tarif pajak yang jauh lebih rendah atas penerimaan ekspor yang disimpan di negara tersebut dibandingkan deposito berjangka pada umumnya, yang dikenakan pajak sekitar 20 persen.
Misalnya, deposito berjangka pendapatan luar negeri yang berjangka waktu satu bulan dikenakan pajak sebesar 10 persen, namun tarifnya turun menjadi 2,5 persen untuk jangka waktu enam bulan dan tidak dikenakan pajak sama sekali untuk jangka waktu yang lebih lama dari itu.
Kementerian bahkan menawarkan tarif pajak yang lebih rendah jika eksportir mengkonversi pendapatan mereka ke rupiah, katanya, seperti tarif pajak 7,5 persen untuk deposito sebulan dan tidak ada pajak untuk tenor enam bulan atau lebih.
Insentif pajak ini serupa dengan apa yang mulai ditawarkan pemerintah pada tahun 2018, ketika pemerintah menerapkan kebijakan serupa untuk menjaga penerimaan ekspor dalam negeri.
Baca juga: Penjelasan: Bagaimana BI ingin memikat dolar kembali untuk mendukung rupiah
Pada 12 Juli, Presiden Joko “Jokowi” Widodo menandatangani peraturan pemerintah tentang penerimaan ekspor yang akan berlaku mulai 1 Agustus.
Aturan baru ini mewajibkan eksportir untuk membuka rekening khusus di Indonesia yang mengharuskan mereka menyimpan minimal 30 persen dari total penerimaan ekspor selama minimal tiga bulan.
Kebijakan ini hanya berlaku bagi perusahaan yang mengekspor barang pertambangan, perkebunan, kehutanan atau perikanan dan yang pendapatannya melebihi US$250.000 per deklarasi ekspor.
Keempat sektor ini menyumbang 69,5 persen dari total ekspor negara, atau senilai $203 miliar, kata Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, dalam penjelasan yang sama.
Ia mengatakan barang-barang pertambangan menyumbang porsi ekspor terbesar, yaitu 44 persen dari total nilai, atau sekitar $129 miliar, diikuti oleh barang-barang perkebunan, pertanian, kehutanan, dan perikanan, yang masing-masing menyumbang $55,2 miliar, $11,9 miliar, dan $6. menyumbang.
“Kalau minimal 30 persen, maka jumlahnya mencapai $60 miliar per tahun,” kata Airlangga seraya menambahkan bahwa ke depan jumlahnya bisa bertambah.
Namun, para pelaku usaha mengatakan kebijakan tersebut dapat mengganggu arus kas mereka di tengah rendahnya harga komoditas dan meningkatnya biaya operasional di beberapa industri.