4 Januari 2023
JAKARTA – Pemerintah memperkirakan tahun ini akan lebih kering dibandingkan tiga tahun terakhir, sehingga dapat menyebabkan risiko kebakaran hutan lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Dwikorita Karnawati, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), mengatakan El Nino Southern Oscillation dan Dipole Samudera Hindia diperkirakan akan berada pada fase netral pada tahun 2023, sehingga nusantara akan mengalami curah hujan yang lebih sedikit dibandingkan tahun lalu. 2022.
Dwikorita mengatakan, sejak awal tahun hingga Juni, potensi titik api relatif rendah; Namun, musim kemarau pada bulan Agustus hingga September dapat menimbulkan risiko kebakaran hutan yang lebih besar dibandingkan musim kemarau pada tahun 2020 hingga 2022 yang relatif basah.
“Kita harus mewaspadai secara khusus potensi kebakaran di wilayah Sumatera bagian utara, seperti Sumatera Utara, Riau, dan (Daerah Istimewa) Aceh pada Februari 2023,” kata Dwikorita saat rapat koordinasi mengenai kebakaran lahan dan hutan yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada hari Rabu.
Berdasarkan data pemerintah, sekitar 202.617 hektar (ha) lahan dan hutan terbakar antara bulan Januari dan November, dibandingkan dengan 358.867 ha sepanjang tahun 2021 dan 296.942 ha pada tahun 2020.
Indonesia juga mencatat laju deforestasi terendah dalam dua dekade terakhir yaitu sekitar 113.500 ha per tahun antara tahun 2020-2021.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan kebakaran lahan dan hutan terkendali sepanjang tahun 2022, sementara deforestasi terus menurun meski ada pesimisme dari lembaga internasional terhadap cara Indonesia menghitung deforestasi.
Tantangan ke depan
Menteri juga mengatakan bahwa pencapaian penting Indonesia dalam kebijakan lingkungan hidup dan kehutanan pada tahun 2022 membuka beberapa peluang dan kondisi baru yang harus diatasi pada tahun 2023.
Siti Nurbaya mengatakan bahwa Indonesia telah mencapai tonggak penting pada tahun 2022, mulai dari menjadi tuan rumah KTT G20 pada masa kepemimpinannya hingga menyusun Rencana Operasional Forestry and Land Use (FOLU) Net Sink 2030.
“Dengan FOLU Net Sink 2030, kami memutuskan bahwa Indonesia harus memiliki ambisi yang tinggi dalam aksi iklim,” kata Siti dalam acara peninjauan akhir tahun kementerian pada hari Kamis.
Alue Dohong, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mengatakan hanya ada sedikit perkembangan rezim lingkungan hidup internasional pada tahun 2022 yang perlu ditanggapi dengan baik.
Ia mengatakan salah satunya adalah Resolusi Majelis Lingkungan Hidup PBB 5/14, yang menyerukan pengembangan instrumen yang mengikat secara hukum internasional untuk mengakhiri polusi plastik.
Ia juga merujuk pada Kerangka Keanekaragaman Hayati Global Kunming-Montreal yang disepakati pada Konferensi Para Pihak (COP15) ke-15 Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati (CBD) di Kanada yang menghasilkan perjanjian “30 kali 30” untuk melestarikan 30 persen keanekaragaman hayati. planet ini untuk konservasi pada tahun 2030.
Alue mengatakan Indonesia mendapat pujian atas upaya diplomasi dan lingkungan hidup sepanjang tahun lalu.
Namun, menurutnya, pujian tersebut juga merupakan “pedang bermata dua” karena Indonesia sudah mulai menjadi negara maju, yang berisiko menjadikan negara ini kurang diprioritaskan untuk pendanaan internasional terkait program lingkungan hidup.
Namun, dia mengatakan masih ada beberapa peluang yang bisa dimanfaatkan Indonesia.
Alue menyoroti bahwa Konferensi Iklim PBB ke-27 (COP27) di Sharm el Sheikh pada bulan November menghasilkan kesepakatan untuk menciptakan mekanisme pembiayaan kerugian dan kerusakan, sementara CBD COP15 juga menyetujui pembentukan Dana Kerangka Keanekaragaman Hayati Global untuk mendukung keanekaragaman hayati global. -upaya konservasi.
“Potensi ini (untuk pendanaan) bisa kita manfaatkan di masa depan,” kata Alue.