19 Desember 2022
JAKARTA – Pameran lukisan cat air di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat, menunjukkan keberlangsungan medium jadul ini dalam kancah seni yang didominasi gambar NFT, media digital, dan kolase video.
Ruang di Gedung B Galeri Nasional Indonesia membuat pengunjung yang masuk ke ruang tersebut kewalahan. Efeknya mirip dengan melonjak, karena simulasi awan di langit digantikan oleh lautan biru cat air yang luas dan titik-titik hijau di daratan. Bertajuk Floating, instalasi tersebut mensimulasikan penerbangan di atas Indonesia, yang mungkin merupakan efek yang ada dalam pikiran penciptanya, Agus Budianto.
“Jangan pernah berpikir untuk merusak tanah air, apalagi memilikinya,” tulis pelukis otodidak itu dalam Melayang (Terbang), sebuah syair untuk karyanya yang mungkin dimaksudkan oleh seniman otodidak itu sebagai sanjungan untuk Indonesia. . “Sesungguhnya kamu adalah bagian (kepulauan Indonesia) (…) sejak kamu dilahirkan sampai kamu meninggal. Jadi banggalah menjadi orang Indonesia, dan semoga Indonesia menjadi hebat kembali!”
Pernyataan Agus itu didukung dengan skala Floating yang berukuran 600 sentimeter kali 800 cm, dan banyaknya barang yang ia gunakan untuk membuat instalasi tersebut. Barang-barang tersebut termasuk “40 tabung cat air Daniel Smith, delapan gulungan kertas Hahnemuhle, 35 pernis aerosol De Goya (…) tujuh botol lem aerosol, senar (instrumen) dan 10 gulungan selotip”.
Penggunaan seluruh ruangan sebagai pengganti bingkai kanvas oleh Agus juga mengaburkan batas antara seni dan penonton, karena penonton dapat memasuki Melayang untuk berjalan-jalan di antara awan, laut, dan daratan.
Pertahankan cat air
Melayang merupakan salah satu dari 141 karya seni cat air yang dipamerkan dalam Pameran International Watercolor Society (IWS) ke-4 di Galeri Nasional Jakarta. Bersama Wonderful Indonesia, acara ini menghadirkan karya 176 seniman dari 31 negara.
Country Leader IWS Indonesia Umi Haksami mengatakan tema tersebut dipilih “untuk memperingati dan merayakan 77 tahun kemerdekaan Indonesia”. Tahun ini (pameran) memasukkan (a) kategori anak-anak” untuk pertama kalinya sejak dimulainya pameran IWS pada tahun 2015.
Pendiri dan presiden IWS Globe Art Network, Attanur Dogan, setuju, dan menyatakan bahwa kategori anak-anak akan membantu “membagikan kecintaan kami terhadap cat air kepada generasi mendatang”.
Pelukis Indonesia Jaden Anders merefleksikan premis ini dalam karyanya, Keluarga Orang Utan Kalimantan. Artis cilik ini menangkap kehangatan dan cinta antara betina dan anak-anaknya melalui tatapan lembut dan bulu merah halus mereka. Rekan seniman Burung Enggang karya Priscilla dan I Am Willing to Be Alone karya Evolet Faith Samayim juga menyoroti keanekaragaman fauna Indonesia.
Masing-masing menggambarkan burung enggang dan harimau, ketiga lukisan tersebut mungkin mencerminkan tekad spesies tersebut untuk bertahan hidup dalam menghadapi rintangan yang disebabkan oleh manusia seperti penggundulan hutan dan perburuan liar. Seniman Kanada Luan Quach mengangkat tema serupa dengan Mastery. Karya yang menempatkan komodo di samping manusia ini memandang pengurangan atau perubahan habitat sebagai perebutan kekuasaan antara manusia dan satwa liar.
Karya Danni Liu Berkah Berlimpah dengan cekatan menggunakan budaya tradisional untuk menyampaikan elemen keabadian dan mistisisme yang serupa dengan gambaran fauna Indonesia oleh rekan-rekannya yang lebih muda.
“(Berkah Berlimpah menggunakan) pencahayaan yang sangat baik (…) (untuk menciptakan suasana keheningan dramatis yang berisi satu, ditinggikan, oleh gambar seorang anak yang sedang berdoa), kurator pameran Efix Mulyadi dari cat air Australia mencatat, yang memenangkan hadiah pertama dalam kategori figuratif panel multinasional yang terdiri dari delapan juri.
Potret anak yang sedang berdoa di pura Hindu di Bali tampak seperti setelah pengabdiannya, sedangkan lingkaran cahaya di sekitar gadis tersebut mungkin menggambarkan sifat keimanan yang abadi dan tak lekang oleh waktu.
Gambar tradisi dan budaya
Penggambaran motif budaya sekilas mungkin menjadi ciri khas yang sejalan dengan tema pameran, Wonderful Indonesia. Namun Efix mengklaim, “(karya) dekoratif yang mempermainkan motif masih menjadi salah satu cara yang paling efektif untuk menampilkan keindonesiaan (seniman),” serta “berburu benda-benda yang bersifat lokal namun global, seperti candi, relief. , patung serta bangunan arkeologi”.
Ini termasuk Warna Warisan Kita karya Audrey Katherine, Ketenangan di Istana Air karya Rosa Yasmine, dan Hendriko Teguh S.’ Masa lalu. Meskipun orang mungkin berpikir bahwa ini sejalan dengan tema pameran, hasil halus dari cat air ini tetap mencolok karena seolah-olah menangkap detail sekilas yang hilang dalam sekejap mata.
Demikian pula Ulos karya Dionisia Devona, Kehangatan Abadi, dan Gosip Bersama Sahabat Deskamtoro mencari makna dan kemanusiaan melalui tradisi. Dikenal sebagai kain tenun atau kain tenun kuno masyarakat Batak di provinsi Sumatera Utara, tradisi yang ditimbulkan dari lipatan-lipatan terdahulu seolah memberikan kenyamanan bagi pemakainya, apalagi jika merupakan pusaka keluarga yang diturunkan secara turun-temurun.
Di sisi lain, Gossip with Friends menunjukkan ikatan adat dan tradisi, dalam hal ini tarian tradisional, dapat terbentuk dari generasi ke generasi para praktisinya. Yang terpenting, cat air ini membuktikan premis penulis Prancis abad ke-19 Jean-Baptiste Alphonse Karr bahwa “semakin banyak hal berubah, semakin banyak hal yang tetap sama”.
Kompetisi dan Pameran Internasional IWS Indonesia ke-4 2022: Wonderful Indonesia
Hingga 20 Desember
Galeri Nasional Indonesia
Jl. Medan Merdeka Timur no. 14, Gambir, Jakarta Pusat 10110
Jam buka Selasa pukul 09.00 hingga 16.00 (koleksi permanen), pukul 10.00 hingga 19.00 (pameran sementara)
Website: gni.kemdikbud.go.id
Instagram: @galerinational
Facebook: facebook.com/galnas/
Twitter: @galerinational_