14 Juni 2023
JAKARTA – Sesuai dengan latar belakang bisnisnya, Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah memprioritaskan isu-isu yang bersifat duniawi dan teknokratis dalam kebijakan luar negerinya.
Tak heran jika dua agenda paling mendesak dalam politik luar negerinya adalah perlindungan WNI di luar negeri dan diplomasi ekonomi dengan tujuan meningkatkan arus perdagangan dan investasi ke Indonesia.
Seorang mantan Wali Kota Surakarta, Jawa Tengah, yang paling nyaman berkeliling pasar tradisional kota atau memeriksa jalan dan jembatan, ketika Presiden Jokowi menghindari kemegahan dan upacara serta menghindari pidato dan kemegahan.
Meskipun saingan politiknya dan kini menjadi Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, sudah terbiasa membuat pernyataan besar di luar negeri, termasuk awal bulan ini di Singapura ketika ia membuat keributan dengan mengusulkan rencana perdamaian di Ukraina, Presiden Jokowi tidak pernah menetapkan menginjakkan kaki di markas besar PBB untuk berbicara kepada khalayak global.
Bahkan tahun lalu, ketika ia bisa memanfaatkan kehadirannya di PBB untuk mempromosikan inisiatif perdamaian di Ukraina menjelang KTT G20 di Bali, Jokowi kembali memutuskan untuk menunda kunjungannya ke New York.
Dan ketika akhirnya memutuskan untuk mengemban tugas besar untuk mengupayakan solusi damai terhadap konflik Rusia-Ukraina, Presiden Jokowi bersikeras untuk memberikan solusi pragmatis.
Mencari cara untuk menengahi konflik tentu saja menjadi agendanya ketika Jokowi mengunjungi Kiev dan Moskow akhir tahun lalu, namun ada juga hasil nyata yang ingin ia bawa pulang; akses tanpa gangguan terhadap biji-bijian dan pupuk yang sangat diandalkan oleh Indonesia untuk stabilitas ekonomi dan politiknya.
Oleh karena itu, kita bisa melihat kunjungan Presiden Jokowi ke Kuala Lumpur dan Singapura pada minggu lalu.
Sekali lagi, presiden hanya akan pergi ke tempat-tempat yang ia harapkan dapat memperoleh keuntungan nyata dan ke dua negara yang ia harapkan akan memperoleh banyak keuntungan.
Perlu juga dicatat bahwa Jokowi tampaknya berada dalam zona nyamannya di Singapura dan Malaysia.
Di Singapura, ia bercanda tentang pemilu tahun depan, dalam bahasa Inggris, dan banyak penonton yang tampak benar-benar terhibur.
Presiden sendiri punya banyak alasan untuk bergembira, apalagi dengan kehadiran puluhan pengusaha Singapura seminggu sebelumnya di rencana ibu kota baru Nusantara, yang ia harap bisa segera menggelontorkan dana untuk proyek tersebut.
Dan dengan rencana Indonesia untuk mencabut larangan ekspor pasir laut ke Singapura yang sudah berlaku selama 20 tahun, Presiden Jokowi berharap dia bisa mendapatkan imbalan yang nyata. Larangan ekspor pasir telah lama menjadi sumber perselisihan antara Singapura dan Indonesia dan wajar jika Singapura akan memberikan tanggapan yang sama.
Singapura saat ini sedang merencanakan dan merancang tahap ketiga mega proyek Pelabuhan Tuas, dengan pekerjaan reklamasi diperkirakan akan selesai pada pertengahan tahun 2030an, sehingga pasir dari Indonesia akan sangat penting untuk mewujudkan rencana tersebut.
Di Malaysia, Presiden Jokowi malah lebih tenang.
Dengan jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar di negara ini, Malaysia tentu saja menjadi titik fokus kebijakan perlindungan warga negara yang diusung oleh Jokowi dan ia telah mendapatkan banyak manfaat dari kebijakan tersebut.
Dalam kunjungannya ke pasar basah Chow Kit di Kuala Lumpur pekan lalu, Jokowi mendapat sambutan hangat dari para pedagang, baik asal Indonesia maupun lainnya, yang mengerumuninya dan meminta selfie serta foto bersama.
Dan tentu saja, ada front persatuan yang ia lakukan bersama Perdana Menteri Anwar Ibrahim melawan Uni Eropa terkait isu minyak sawit.
Pernyataan bersama yang dikeluarkan setelah pertemuan Jokowi dan Anwar mengatakan mereka sepakat untuk “bekerja sama secara erat untuk mengatasi tindakan diskriminatif yang sangat merugikan terhadap minyak sawit oleh UE.”
Ditambah dengan perlakuan bintang rock yang diterimanya di KL dan Singapura, pekan lalu Jokowi pulang dengan bahagia