12 Desember 2022
JAKARTA – DPR meratifikasi perjanjian kerja sama pertahanan (DCA) dengan Singapura, salah satu dari tiga perjanjian yang ditandatangani kedua negara awal tahun ini, dengan perjanjian ekstradisi antara tetangga untuk pemungutan suara berikutnya.
“Kami berharap kerja sama pertahanan ini dapat membantu menjaga hubungan persahabatan antara Indonesia dan Singapura,” kata Sugiono, anggota Komisi I DPR yang membidangi pertahanan dan luar negeri, Selasa.
Terlepas dari kritik awal terhadap DCA, pemerintah berhasil melobi anggota DPR untuk meratifikasinya, dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengadakan rapat tertutup di DPR pekan lalu yang diakhiri dengan anggota Komisi I yang merestui kesepakatan tersebut.
“Ratifikasi DCA menjadi payung hukum kerja sama di bidang pertahanan antara Indonesia dan Singapura,” kata Prabowo, Selasa.
Berdasarkan perjanjian tersebut, Singapura akan memerlukan izin Indonesia untuk melakukan pelatihan militer di tanah Indonesia, dengan keterlibatan pihak ketiga juga harus mendapat persetujuan Indonesia.
DCA adalah salah satu dari tiga perjanjian yang ditandatangani oleh Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong selama retret para pemimpin pada bulan Januari, bersama dengan Perjanjian Wilayah Informasi Penerbangan (FIR) dan perjanjian ekstradisi antara kedua negara.
Meski ketiga kesepakatan itu ditandatangani sebagai satu paket kesepakatan, namun harus disahkan secara independen sebelum disahkan menjadi undang-undang, menurut anggota Komisi I DPR Dave Laksono.
“Perjanjian FIR dan perjanjian ekstradisi bersifat independen dari DCA, sehingga harus diperlakukan sebagai entitas yang terpisah,” katanya, Rabu.
Ruang udara
Sementara DCA dan perjanjian ekstradisi membutuhkan persetujuan DPR, eksekutif secara independen meratifikasi perjanjian FIR melalui peraturan presiden (Perpres) yang ditandatangani pada bulan September.
Melalui perjanjian tersebut, Indonesia menerima sebagian kendali atas wilayah udara di Kepulauan Riau dan Kepulauan Natuna, yang sebelumnya dikelola oleh Singapura. Namun, penerbangan hingga ketinggian 11.278 meter masih akan dilimpahkan ke Singapore Civil Aviation Authority.
“Ini (kesepakatan FIR) memperluas FIR Jakarta menjadi 249.575 kilometer persegi,” kata Jokowi pada September lalu.
Masalah waktu
Komisi III DPR yang membidangi hukum dan hak asasi manusia pada Senin menyetujui perjanjian ekstradisi untuk dilakukan pemungutan suara secara umum di DPR.
“(Komisi) menyetujui rancangan undang-undang pengesahan perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura, dan akan diajukan dalam sidang paripurna berikutnya,” kata Wakil Ketua Komisi III Pangeran Khairul Saleh, Senin.
Namun RUU itu tidak terealisasi dalam agenda paripurna hari Selasa. M. Nurdin dari Komisi III DPR mengatakan kepada The Jakarta Post bahwa itu hanya soal waktu.
“Kami baru menyelesaikan rapat setelah Panitia Manajemen menyusun agenda rapat paripurna,” kata Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR itu, Selasa.
Nurdin mengatakan, perjanjian ekstradisi akan disinggung pada sidang paripurna berikutnya.
Sementara DCA menghadapi perlawanan di DPR atas anggapan ancaman terhadap kedaulatan Indonesia, perjanjian ekstradisi mendapat dukungan umum.
Sementara kedua negara telah menyetujui ketentuan perjanjian ekstradisi pada tahun 2007, Singapura bersikeras untuk menggabungkan perjanjian tersebut dengan DCA, yang menunda diskusi.
Pemerintah berharap perjanjian ekstradisi yang baru akan mencegah para buronan Indonesia menggunakan Singapura sebagai tempat yang aman dari penganiayaan.
“Ratifikasi perjanjian antara Indonesia dan Singapura akan meningkatkan upaya penegakan hukum dan memberikan payung hukum bagi kedua negara,” kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, Senin.
Selain kesepakatan DCA dengan Singapura, DPR juga meloloskan kesepakatan serupa dengan Fiji.
“Kami berharap kerja sama pertahanan ini dapat membantu menjaga hubungan baik kita dengan Fiji dan peran strategis negara di Pasifik Selatan,” kata Menhan Prabowo.