Harga minyak goreng Indonesia masih tinggi meski ada intervensi pemerintah

16 Maret 2022

JAKARTA – Upaya bersama Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi selama tiga bulan terakhir untuk menjaga harga eceran minyak goreng antara Rp 11.500 (80 sen AS) hingga Rp 14.000 per kilogram tidak efektif.

Ia bahkan mengambil tindakan tegas pada akhir bulan Januari dengan secara hukum mewajibkan produsen minyak sawit mentah (CPO) dan olein untuk menjual 20 persen volume ekspor mereka ke pabrik minyak goreng dalam negeri dengan komitmen harga domestik, yang hanya setengah dari harga internasional. harga. Ia kembali memperkuat kebijakan tersebut pada pekan lalu dengan meningkatkan kewajiban pasar domestik (DMO) menjadi 30 persen. Namun harga minyak goreng masih tinggi di banyak kota.

Masalahnya bukan pada kurangnya pasokan, karena Indonesia adalah produsen minyak sawit terbesar di dunia dengan produksi lebih dari 55 juta ton pada tahun lalu. Data terakhir menunjukkan negara tersebut bahkan mengekspor 16 juta ton minyak goreng pada tahun lalu.

Inti permasalahannya adalah harga minyak internasional telah meningkat dua kali lipat dalam dua tahun terakhir dan ekonomi pasar yang positif mendorong produsen untuk melakukan ekspor guna memaksimalkan keuntungan. Namun ketika pemerintah menerapkan ekonomi normatif dengan mengendalikan harga dalam negeri untuk melindungi konsumen, pemerintah melupakan satu hal yang sangat penting: pemerintah tidak menugaskan badan khusus untuk mengelola mekanisme pengendalian pasar.

Kementerian Perdagangan tidak bisa mengendalikan pasar sendiri, apalagi perbedaan harga DMO dan harga pasar bebas sangat besar sehingga minyak sawit atau olein yang dialokasikan untuk DMO rentan untuk diselundupkan ekspor mengingat luasnya wilayah pesisir yang keropos. kepulauan.

Dengan adanya hari raya Idul Fitri – ketika pengeluaran rumah tangga biasanya melonjak – yang tinggal dua bulan lagi, permasalahan minyak goreng perlu diatasi sesegera mungkin. Apapun kebijakan baru yang diambil Presiden Joko “Jokowi” Widodo dalam beberapa hari ke depan, hal tersebut harus mencakup penugasan badan khusus untuk mengelola DMO dan plafon harga tetap.

Dalam hal ini, kami menilai Badan Urusan Logistik (Bulog) yang memiliki titik distribusi dan gudang berskala nasional adalah pihak yang paling mumpuni dalam mengelola pasokan dan distribusi minyak goreng.

Bulog dapat ditugaskan untuk membeli minyak goreng curah dan kemasan polos dari produsen dengan harga DMO, dan menjual minyak tersebut dengan harga yang sama ditambah margin tetap pemerintah kepada pengecer yang kemudian menjual minyak tersebut dengan harga eceran tertinggi. Bulog juga dapat mendistribusikan persediaannya melalui operasi pasar untuk mengatasi kekurangan di wilayah tertentu dengan cepat.

Kapasitas pengadaan Bulog tentunya harus cukup besar sehingga memungkinkannya mendorong harga keseimbangan pasar hingga mencapai batas atas harga tetap dan memperingatkan calon penimbun. Modal kerja awal Bulog untuk operasi pasar bisa diperoleh dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang memungut biaya tambahan dari ekspor sawit.

BPDPKS yang tahun lalu menghabiskan hampir Rp 52 triliun untuk subsidi biodiesel, masih memiliki cukup dana untuk membiayai operasi pasar minyak goreng Bulog. Mengingat risiko inflasi, operasi pasar minyak goreng Bulog harus diprioritaskan dibandingkan subsidi biodiesel.

situs judi bola

By gacor88