9 Januari 2023
JAKARTA – Setelah seluruh pembatasan kesehatan akibat pandemi dicabut pada akhir tahun lalu, pemerintah kini berencana untuk memusatkan perhatian dan sumber dayanya pada transformasi sistem layanan kesehatan di negara tersebut.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan pada konferensi pers pada hari Kamis bahwa beban kasus harian di negara ini selama setahun terakhir menunjukkan bahwa varian asing, yang sebelumnya menimbulkan masalah signifikan bagi respons pandemi di Indonesia, tidak lagi menjadi ancaman yang signifikan.
“Meskipun ada varian baru, seperti sub-varian Omicron BA.4, BA.5, serta BQ.1 dan XBB, mereka tidak menciptakan case baru. Negara lain memang mengalami peningkatan, tapi kita belum melihat peningkatan yang signifikan, baik dari segi kasus maupun kematian,” kata Budi dikatakan.
Hal ini, menurutnya, berkat upaya vaksinasi di Indonesia. Pada hari Kamis, catatan Kementerian Kesehatan menunjukkan, sekitar 174 juta orang, atau sekitar 74 persen dari populasi sasaran, telah menerima vaksinasi lengkap, dengan 29 persen menerima suntikan booster dan 5 persen per detik.
Budi mengatakan pemerintah akan menggunakan pembelajaran dari krisis COVID-19 untuk mentransformasi sistem kesehatan negara.
Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan pada pertengahan Desember 2022 bahwa mereka berharap COVID-19 tidak lagi menjadi darurat kesehatan masyarakat pada tahun 2023. Dikatakan bahwa virus ini akan tetap ada, tetapi virus ini harus ditangani lebih sering bersamaan dengan penyakit pernafasan lainnya.
“Kita telah menempuh perjalanan yang panjang,” kata Ketua WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus saat itu.
Namun, Seth Berkley, kepala Aliansi Global untuk Vaksin dan Imunisasi (GAVI), memperingatkan bahwa masih terlalu dini untuk mengakhiri keadaan darurat COVID-19, dengan mengatakan bahwa pandemi ini masih bisa menjadi lebih buruk.
“(Situasi dunia) mungkin bisa menjadi lebih buruk. Ini bisa menjadi lebih baik. Kami tidak tahu kemana arahnya. Sepertinya ini saat yang sulit untuk menghentikan keadaan darurat itu,” katanya, seperti dikutip Reuters.
Promosi dan pencegahan
Budi, yang dulunya adalah seorang bankir, mengatakan ketika dibandingkan dengan krisis keuangan tahun 1998: “Indonesia selalu berhasil memanfaatkan peluang-peluang baru yang muncul akibat krisis untuk melakukan transformasi skala besar.
“Makanya sesuai perintah (Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo), kita melakukan (perombakan) besar-besaran di bidang kesehatan,” ujarnya.
Upaya untuk mentransformasi sistem layanan kesehatan Indonesia dimulai tahun lalu, dengan Budi yang memimpin sebuah kementerian peraturan pada bulan Juli yang mengamanatkan pemerintah daerah untuk mengikuti cetak biru transformasi layanan kesehatan nasional.
Cetak biru tersebut mencakup enam aspek inti yang perlu ditingkatkan: layanan kesehatan primer, layanan rujukan, ketahanan sistem layanan kesehatan, pembiayaan, sumber daya manusia, dan teknologi.
“Saya kira transformasi layanan kesehatan primer untuk memberikan layanan yang lebih berorientasi promotif dan preventif adalah yang paling penting,” kata Budi. “Kita perlu memastikan bahwa masyarakat kita memahami cara menjalani hidup sehat dan tindakan pencegahan apa yang harus diambil agar tetap sehat.”
Kementerian Kesehatan bermaksud untuk memperluas dan menstandardisasi ribuan pos pelayanan kesehatan terpadu (Posyandu) dan pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) sehingga mereka dapat memberikan layanan kesehatan primer untuk segala usia dan melakukan pemeriksaan laboratorium serta penyakit-penyakit mematikan, seperti seperti misalnya kanker, stroke, dan tuberkulosis.
Budi juga menyoroti kurangnya rumah sakit dan tenaga medis profesional, terutama dokter spesialis, sebagai permasalahan yang perlu diatasi.
Untuk mencapai hal ini, Kementerian Kesehatan berencana untuk melengkapi 514 kabupaten dan kota di Indonesia dengan rumah sakit yang dapat menampung operasi bedah tingkat sedang, seperti operasi pemasangan ring jantung atau pengangkatan tumor, dan setiap provinsi akan memiliki rumah sakit lanjutannya sendiri.
Kementerian Kesehatan juga bertujuan untuk mengatasi kekurangan dokter di negara ini dengan meningkatkan kuota mahasiswa dan dosen kedokteran, selain menawarkan lebih banyak peluang beasiswa.
Digitalisasi kesehatan
Aspek lain dari transformasi ini, kata Budi, adalah pengembangan sistem pencatatan “big data”, yang disebut Satu Sehat (one health), yang akan mengintegrasikan data kesehatan pasien di semua sektor kesehatan.
“(Saya) mengeluarkan peraturan menteri akhir (tahun lalu) bahwa semua rumah sakit, puskesmas, klinik, dan apotek harus terhubung dengan sistem Satu Sehat. Jadi kalau ada yang melakukan tes darah di laboratorium, keesokan harinya hasilnya bisa diakses melalui aplikasi kesehatan masyarakat,” kata Budi.
Menurut Budi, hampir 3.000 puskesmas di Jawa dan Bali atau sekitar 70 persen dari total puskesmas di sana, dan 370 rumah sakit di dua pulau tersebut atau sekitar 30 persen dari total keseluruhan, telah terintegrasi dalam sistem Satu Sehat.
Kementerian Kesehatan juga berencana untuk menggunakan kembali aplikasi PeduliLindungi – aplikasi pelacakan COVID-19 milik pemerintah – sebagai platform bagi masyarakat untuk mengakses data kesehatan mereka sendiri.
“Pengalaman kami menghadapi pandemi telah mengajarkan kami bahwa digitalisasi sangat penting bagi sektor kesehatan. Hal ini juga sejalan dengan visi Presiden Jokowi untuk memperkuat (adopsi) sistem pemerintahan elektronik,” tambah Budi.
Pada November 2022, data pribadi aplikasi PeduliLindungi diduga diretas dan dijual oleh peretas nama samaran Bjorka.