19 Juli 2023
JAKARTA – Uni Eropa menyerukan kepada dunia usaha untuk mengambil tindakan balasan terhadap larangan Indonesia terhadap ekspor bijih nikel, setelah Jakarta mengajukan banding atas keputusan Organisasi Perdagangan Dunia terhadap kebijakan perlindungan mineralnya.
Indonesia mengajukan permintaan peninjauan kembali ke Badan Banding WTO yang sebagian besar lumpuh pada bulan Desember tahun lalu, sebulan setelah keputusan WTO. Sementara itu, negara ini tetap mempertahankan larangan ekspor nikelnya.
“Jika tindakan diperlukan untuk melindungi kepentingan UE, (…) UE dapat mengambil tindakan kebijakan perdagangan yang tepat sebagai tanggapannya, berdasarkan kriteria obyektif. (…) Komisi (Eropa) pada tahap ini telah mengidentifikasi produk baja dan baja tahan karat sebagai produk yang mungkin untuk tindakan penanggulangan,” demikian bunyi pengumuman Komisi Eropa.
Tindakan balasan yang tepat dari UE masih belum jelas, begitu pula tanggapan Jakarta.
Djatmiko Bris Witjaksono, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan. Jakarta Post Pada hari Kamis, UE menerapkan kebijakan “anti-dumping dan anti-subsidi” pada produk baja Indonesia.
Ketika ditanya langkah apa yang bisa diambil pemerintah sebagai tanggapannya, dia berkata: “Kita lihat saja nanti.”
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Koordinator Perekonomian, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal belum dapat dihubungi untuk dimintai komentar.
Sementara itu, Kedutaan Besar Uni Eropa di Jakarta menolak berkomentar mengenai hal tersebut.
UE memiliki kebijakan perdagangan yang disebut Regulasi Penegakan yang memungkinkannya untuk “menegakkan kewajiban internasional” dalam sengketa perdagangan, yang dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti pembatalan tarif preferensial untuk suatu negara di bawah Sistem Preferensi Umum (GSP).
GSP memberi negara-negara berkembang akses istimewa ke pasar UE melalui pengurangan atau tanpa bea masuk.
Namun pembatalan GSP oleh UE dengan Indonesia akan menjadi “kasus ekstrem”, menurut Yose Rizal Damuri, kepala departemen ekonomi di Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) yang berbasis di Jakarta.
Ia mengatakan bahwa UE dapat mengenakan tarif terhadap produk baja dan baja tahan karat Indonesia dan tindakan mereka kemungkinan besar akan mematuhi kerangka kerja WTO.
“Masalahnya adalah Badan Banding WTO tidak berfungsi selama tiga atau empat tahun terakhir. (…) Jadi bisa dikatakan Indonesia diuntungkan dengan adanya celah dalam sistem tersebut,” kata Yose Jakarta Post pada hari Kamis.
Perselisihan tersebut dapat disebut sebagai perang dagang jika tindakan penanggulangan yang dilakukan UE melanggar peraturan perdagangan internasional yang disepakati oleh anggota WTO, kata Yose.
“Indonesia-lah yang melanggar aturan, sehingga bisa dikatakan Indonesia sebenarnya yang memulai perang dagang,” ujarnya.
Baca juga: Kurangi kesombongan, perbanyak kerendahan hati
UE dapat melakukan “tindakan pengamanan” untuk mengenakan tarif terhadap ekspor Indonesia dengan cara yang mematuhi norma-norma WTO, tambah Yose.
Dalam tindakan pengamanan, anggota WTO dapat membatasi impor suatu produk untuk sementara waktu dengan alasan melindungi industri dalam negeri tertentu dari kerugian akibat peningkatan impor.
Namun, untuk melakukan hal tersebut, UE harus membuktikan bahwa impor produk Indonesia mengancam pasarnya.
Yose mengatakan, kecil kemungkinannya, meski bukan tidak mungkin, UE akan melakukan hal tersebut.
Jika UE benar-benar mengambil tindakan seperti itu, Jakarta dapat mengangkat masalah ini ke WTO sebagai upaya untuk membuktikan bahwa UE salah dan memaksanya untuk menaikkan tarif.
“Dengan begitu akan terjadi saling balas dendam, yang satu mengajukan perkara ke WTO dan yang satu mengajukan perkara ke WTO juga,” kata Yose.
Dinamika tersebut, kata dia, dapat mempengaruhi perundingan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-UE (IEU-CEPA) yang telah berlangsung sejak dimulai pada tahun 2016.
Bahkan tanpa adanya ketegangan baru, kata Yose, IEU-CEPA memiliki sejumlah klausul yang tidak dapat disepakati oleh kedua belah pihak, termasuk klausul yang mengatur badan usaha milik negara dan pengadaan pemerintah.
“Jadi (sengketa nikel) ini akan berdampak buruk pada perundingan IEU-CEPA,” kata Yose.
Baca juga: Pemerintah mendukung kemungkinan kasus WTO mengenai larangan ekspor bauksit
Analis Mirae Asset Rizkia “Darma” Darmawan mengatakan Pos Kamis bahwa UE telah memperkenalkan beberapa tindakan balasan terhadap Indonesia, yaitu subsidi dan bea masuk.
“Menurut saya, hal terpenting yang harus dilakukan saat ini adalah terus membangun infrastruktur industri hilir Indonesia, khususnya stainless steel, sehingga pasar lokal bisa menyerap seluruh produksinya,” kata Darma.
“Jadi, ketika terjadi perselisihan perdagangan internasional, kita akan mempunyai posisi yang lebih kuat,” katanya seraya menambahkan bahwa hal tersebut “jelas akan berdampak” pada ekspor Indonesia.
Hikmahanto Juwana, seorang profesor hukum internasional di Universitas Indonesia, menyebut tindakan UE sebagai “pelanggaran tidak adil” karena keputusan Badan Penyelesaian Sengketa WTO belum mengikat secara hukum karena Jakarta mengajukan banding ke Badan Banding.
Dia mendesak Jakarta untuk “melawan” dengan menghentikan semua negosiasi perdagangan internasional yang sedang berlangsung.
“UE telah membawa hukum rimba kembali ke masyarakat manusia: Yang lebih kuatlah yang menang.”