14 Februari 2022
JAKARTA – Indonesia membuat pengumuman besar pada minggu ini tentang pembelian jet tempur dari pabrikan AS dan Perancis dalam belanja militer terbesar selama bertahun-tahun, sehingga meningkatkan kekhawatiran mengenai pengeluaran pemerintah karena negara tersebut menjatah dana untuk pemulihan dari COVID-19.
Rencana akuisisi ini menyoroti perlombaan senjata yang berkembang di kawasan Indo-Pasifik, menyusul pengumuman mengejutkan tahun lalu mengenai kemitraan keamanan antara AS, Australia, dan Inggris.
Badan Kerja Sama Keamanan Pertahanan (DSCA), sebuah badan di bawah Departemen Pertahanan AS, pada hari Kamis mengumumkan kemungkinan penjualan pesawat F-15ID dan peralatan terkait ke Indonesia dalam kesepakatan senilai hingga US$13,9 miliar, hanya beberapa jam setelah Indonesia dan Prancis menandatangani perjanjian pembelian enam pertama dari 42 jet tempur Rafale sebagai bagian dari kontrak senilai $8,1 miliar.
“Usulan penjualan ini akan meningkatkan kemampuan Indonesia dalam menghadapi ancaman saat ini dan masa depan dengan memungkinkan Indonesia meningkatkan cakupan pencegahan dan pertahanan udara di domain udara dan maritim yang sangat kompleks, kata DSCA dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan pada hari Kamis.
Boeing adalah kontraktor utama untuk jet F-15, kata badan kerja sama Pentagon dalam sebuah pernyataan. Paket tersebut akan mencakup 36 jet, mesin tambahan, radar, pelatihan kacamata night vision dan dukungan teknis.
DSCA memberi tahu Kongres AS tentang kemungkinan penjualan tersebut pada hari Kamis. Meskipun mendapat persetujuan dari Departemen Luar Negeri, pemberitahuan tersebut tidak menunjukkan bahwa kontrak yang mengikat telah ditandatangani atau bahwa negosiasi telah selesai.
Juru bicara Kementerian Pertahanan Indonesia membenarkan kabar terkini dari Washington, namun menambahkan bahwa pembelian tersebut masih dalam tahap “penjajakan”.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengatakan kepada anggota parlemen awal tahun lalu bahwa pihaknya tertarik untuk mengakuisisi jet Rafale dari Perancis dan F-15 dari Amerika.
Analis militer Connie Rahakundini Bakrie mengatakan, meski pembelian Rafale dari Prancis telah rampung, namun Prabowo belum menjelaskan kepada publik betapa mahalnya biaya perolehan peralatan militer canggih saat ini.
Dia mengatakan kementerian berhutang kepada masyarakat untuk menjelaskan bagaimana pemerintah akan membayar hingga 78 jet tempur baru dari Perancis dan Amerika.
“Prabowo harus menjelaskan mengapa dia memilih jet-jet ini, bagaimana interoperabilitasnya, serta komponen pemeliharaan, perbaikan dan operasional apa yang harus dibangun di sekitar jet-jet tersebut, di samping sistem logistik. Belanjanya mudah, meski dibiayai dengan pinjaman luar negeri, tetap dari uang pembayar pajak,” ujarnya.
Dalam rancangan APBN tahun 2022, Kementerian Pertahanan diberikan dana sebesar US$9,3 miliar, yang akan digunakan untuk program modernisasi alutsista ($3 miliar), serta belanja dan kesejahteraan personel militer ($840 juta).
Presiden Joko “Jokowi” Widodo juga mengeluarkan Peraturan Presiden No. 85/2021 ditandatangani mengenai rencana kerja pemerintah (RKP) tahun 2022 yang bertujuan untuk mencapai 85 persen rencana Kekuatan Esensial Minimum (MEF) pada tahun 2022, didukung oleh anggaran sebesar $2,06 miliar untuk akuisisi alutsista dan industri.
Sementara itu, Kementerian Keuangan juga telah memberikan penetapan sumber dana (PSF) sebesar $5,8 miliar untuk pengadaan pertahanan tahun 2021.
Meskipun belanja pertahanan Indonesia telah meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir, porsi anggaran pertahanan terhadap produk domestik bruto mengalami stagnasi pada 0,7 hingga 0,8 persen selama 15 tahun terakhir, ujar Andi Widjajanto, analis keamanan politik senior di Laboratorium Indonesia 2045.
“Saat Prabowo mengumumkan rencana strategisnya hingga 2044 tahun lalu untuk mencakup 20 tahun modernisasi pertahanan kita, proporsi anggaran pertahanan kita terhadap PDB sebenarnya masih dipertahankan sebesar 0,8 persen,” ujarnya dalam webinar yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia pada hari Kamis.
Oleh karena itu, katanya, Indonesia bermaksud mempertahankan kekuatannya saat ini dan memodernisasi sistem persenjataan yang sudah ketinggalan zaman, namun Indonesia tidak akan melakukan terobosan signifikan dalam sikapnya.
Pemeliharaan persenjataan akan terus menjadi fokus utama Kementerian Pertahanan RI hingga tahun 2040, ujarnya.
Ia mencatat bahwa rencana strategis baru pemerintah untuk modernisasi pertahanan dimulai pada tahun 2006 di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pemerintahan saat ini harus menyelesaikan tahap ketiga dari rencana strategis tahun 2024, setelah itu para pejabat dapat mengevaluasi kembali rencana strategisnya untuk memastikan kelanjutannya hingga tahun 2040.
“Tapi itu masih belum diputuskan oleh pemerintah kita. Kita masih harus menunggu apakah dalam enam bulan ke depan akan ada rencana strategis baru untuk 20 tahun ke depan dalam jangka waktu enam bulan ke depan, apakah Jokowi dan Prabowo akan muncul,” ujarnya.