1 Agustus 2023
JAKARTA – Pemerintah berencana untuk tetap menggunakan sistem zonasi pendaftaran sekolah negeri yang kontroversial, dengan alasan bahwa sistem ini masih merupakan kunci untuk mengatasi kesenjangan pendidikan yang sudah berlangsung lama di Indonesia, meskipun baru-baru ini terdapat banyak keluhan dari orang tua bahwa kebijakan tersebut rentan terhadap penipuan dan penyuapan.
Sistem pendaftaran zonasi, juga dikenal sebagai zonasi PPDB, diperkenalkan sebagai cara untuk memastikan akses yang lebih setara terhadap sekolah-sekolah negeri ketika diperkenalkan pada tahun 2017 oleh Menteri Pendidikan saat itu, Muhadjir Effendy, yang kini menjabat sebagai Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. diperkenalkan.
Berdasarkan kebijakan tersebut, sekolah diharapkan memberikan sebagian besar kursi mereka kepada siswa yang tinggal di wilayah tersebut dan jumlah yang lebih kecil kepada siswa berdasarkan prestasi akademis dengan harapan dapat menyingkirkan apa yang disebut “sekolah favorit” yang hanya menerima siswa berkemampuan tinggi. siswa yang berprestasi, memanggil .
Namun lebih dari enam tahun setelah diperkenalkan, sistem zonasi kembali menjadi sorotan publik. Dalam beberapa minggu terakhir, muncul laporan dari seluruh negeri bahwa siswa diterima berdasarkan alamat palsu, setelah membayar suap, atau melalui nepotisme.
Misalnya, Dinas Pendidikan Kota Bogor melaporkan bahwa orang tua dari 153 siswa memberikan alamat palsu di Kartu Keluarga (KK) agar seolah-olah mereka tinggal di dekat sekolah pilihannya.
Sementara itu, Ombudsman Banten mengatakan dia telah menerima laporan bahwa beberapa sekolah menengah negeri di provinsi tersebut meminta suap hingga Rp 8 juta (US$529) sebagai imbalan untuk mendaftarkan siswanya.
Baca juga: Pemerintah mengkaji ulang kebijakan zonasi sekolah setelah terjadi kegaduhan masyarakat
Meskipun keluhan seperti ini biasanya muncul menjelang awal tahun ajaran pada bulan Juli, beberapa orang tua telah melangkah lebih jauh tahun ini dengan mengadakan protes di sekolah-sekolah dan di depan kantor-kantor pemerintah, seperti di Jakarta dan di Cimahi, Jawa Barat. . dan Bogor.
Di tengah meningkatnya tekanan, Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, nampaknya menyalahkan pendahulunya atas kelemahan sistem zonasi, namun bersikeras bahwa hal itu tetap diperlukan bagi negara.
“Sistem zonasi bukanlah kebijakan saya; itu kebijakan Muhadjir,” kata Nadiem seperti dikutip Kompas.com, saat ditanya soal zonasi saat berdiskusi, Sabtu.
“(Kementerian) menghadapi beban terbesar (keluhan mengenai sistem zonasi) setiap tahunnya, namun saya pikir kebijakan tersebut harus dipertahankan. Betapapun rumitnya, atau betapa kecewanya orang tua, jika kita tidak berkomitmen pada sistem zonasi, kita tidak akan pernah bisa mengatasi kesenjangan (dalam pendidikan),” tambahnya.
Minta perbaikan
Beberapa pakar dan anggota parlemen mengecam keengganan Nadiem untuk mengubah sistem.
“(Nadiem) harus berhenti mengeluh dan mengambil langkah nyata untuk meningkatkan kualitas (sistem zonasi),” kata Syaiful Huda, Ketua Komisi X DPR yang membidangi pendidikan, Senin, seperti dikutip dari Antara. tribunnews.com.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan anggota Komisi X itu sebelumnya meminta Nadiem membentuk dan memimpin gugus tugas baru khusus memantau penerimaan siswa di sekolah negeri.
Baca juga: Kebijakan zonasi dikritik karena dilema ketersediaan sekolah
Satriwan Salim, koordinator nasional pengawas pendidikan Persatuan Pendidikan dan Guru (P2G), mengatakan bahwa buruknya koordinasi antara otoritas yang bertanggung jawab atas sistem zonasi sekolah telah memperburuk kesenjangan pendidikan.
“Evaluasi sistem zonasi yang menyeluruh dan menyeluruh oleh Kementerian Pendidikan sangat diperlukan karena (implementasi) sistem zonasi sudah jauh dari target awal,” kata Satriwan. Jakarta Postt pada hari Senin.
Meskipun masih belum jelas apakah pemerintah akan merevisi kebijakan zonasi, Kementerian Pendidikan telah menyusun daftar praktik terbaik untuk mengurangi potensi pelanggaran dalam pendaftaran siswa.
Daftar tersebut disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Usia Dini, Dasar, dan Menengah Iwan Syahril saat rapat dengan anggota DPR pada pertengahan Juli lalu.
Iwan menyarankan dinas pendidikan setempat untuk berkoordinasi erat dengan dinas kependudukan dan catatan sipil masing-masing, serta inspektorat jenderal daerah, untuk memeriksa ulang keabsahan kartu keluarga pelamar, sebuah dokumen yang diperlukan dalam proses pendaftaran.