Inflasi di Indonesia terkendali lebih cepat dari perkiraan

6 Juni 2023

JAKARTA – Inflasi telah turun ke level terendah dalam 12 bulan dan kini kembali berada dalam kisaran target Bank Indonesia (BI), namun penurunan suku bunga secara cepat diperkirakan tidak akan terjadi.

Para analis meyakini volatilitas mata uang dan ketidakjelasan kebijakan moneter Federal Reserve (Fed) Amerika Serikat akan menghalangi BI untuk melonggarkan kendalinya saat ini.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pada hari Senin, inflasi inti, atau pertumbuhan indeks harga konsumen (CPI), turun menjadi 4 persen tahun-ke-tahun (y-o-y) bulan lalu dari 4,33 persen pada bulan April.

Artinya, pertumbuhan CPI kini berada tepat di atas kisaran target BI sebesar 2 hingga 4 persen. Bank sentral sendiri diperkirakan baru bisa mencapai pencapaian tersebut pada kuartal ketiga tahun ini.

Inflasi bulanan juga turun karena tingkat inflasi turun menjadi 0,09 persen di bulan Mei dari 0,33 persen yang tercatat di bulan April.

Angka inflasi inti tersebut sesuai dengan perkiraan Moody’s Analytics, namun lebih rendah dibandingkan perkiraan Bank Permata dan KB Valbury Sekuritas masing-masing untuk pertumbuhan CPI sebesar 4,24 dan 4,25 persen.

Menurut data BPS, segmen makanan, minuman, dan tembakau merupakan penyumbang inflasi bulanan terbesar di bulan Mei. Sementara harga konsumen pada kelompok pakaian dan alas kaki serta transportasi justru turun pada bulan lalu.

“Setelah Lebaran terjadi deflasi pada tiket pesawat sebesar 5,26 persen. Hal ini membaik dibandingkan tahun lalu, ketika inflasi pada kategori tersebut terus berlanjut setelah Lebaran,” kata Pudji Ismartini, Kepala Bidang Pelayanan Statistik dan Distribusi BPS, dalam keterangannya. konferensi pers pada hari Senin.

Disinflasi

Ekonom Bank Danamon Irman Faiz mengatakan “disinflasi” terjadi secara luas di seluruh segmen.

Inflasi inti, yang secara de facto menjadi dasar kebijakan suku bunga BI, turun menjadi 2,66 persen tahun-ke-tahun di bulan Mei dari 2,83 persen di bulan April. Indeks harga pangan yang bergejolak dan harga yang diatur pemerintah juga melambat menjadi 3,28 persen yy dan 9,52 persen yy, dibandingkan dengan 3,74 persen yy dan 10,32 persen yy pada bulan sebelumnya.

“Meredanya inflasi inti didorong oleh harga sandang serta deflasi di sektor informasi dan komunikasi. (Sementara itu) inflasi volafile food semakin melambat seiring dengan berlanjutnya musim panen yang sukses di tengah cuaca yang mendukung,” kata Irman. Jakarta Post Senin.

Namun, kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede kepada Pos bahwa perlambatan signifikan pada inflasi inti perlu mendapat perhatian karena menunjukkan adanya “potensi pertumbuhan konsumsi yang lebih lambat”.

Pudji dari BPS mengatakan penurunan inflasi inti tidak serta merta menunjukkan melemahnya daya beli dan bisa jadi disebabkan oleh penurunan permintaan pasca Ramadhan, khususnya produk manufaktur.

“Tingginya permintaan beralih ke komponen volatil food, khususnya kategori makanan dan minuman. Ada tren peningkatan aktivitas sosial seperti perayaan dan piknik,” kata Pudji.

Baca juga: BI fokus pada ‘stabilitas’ karena utang AS mengkhawatirkan pasar

Banjaran Surya Indrastomo, Kepala Ekonom Bank Syariah Indonesia, memperkirakan tren penurunan inflasi akan terus berlanjut dalam jangka pendek. Namun, ada risiko kenaikan harga pangan jika fenomena cuaca El Niño mengganggu produksi pertanian pada Juni, katanya mengutip laporan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

Selain itu, musim libur Idul Adha dan akhir tahun ajaran mendatang juga akan terjadi pada bulan Juni dan dapat meningkatkan tarif perjalanan udara dan angkutan antar kota, kata Banjaran.

Bank Permata memperkirakan inflasi inti antara 3 dan 3,5 persen untuk setahun penuh, yang sejalan dengan proyeksi Gubernur BI Perri Warjiyo untuk inflasi tahun 2023 sebesar sekitar 3,3 persen.

Namun, Bank Danamon tetap mempertahankan ekspektasi terhadap tingkat inflasi akhir tahun sebesar 3,8 persen.

BI terlihat mempertahankan suku bunga tidak berubah

Fikri C. Permana, Ekonom KB Valbury Sekuritas, mengatakan rendahnya tingkat inflasi, seiring dengan turunnya indeks manajer pembelian (PMI) manufaktur Indonesia menjadi 50,3 pada bulan Mei, dapat menjadi faktor yang berkontribusi terhadap penurunan suku bunga BI pada bulan Mei. kuartal mendatang.

Baca juga: Aktivitas manufaktur RI mengalami pertumbuhan paling lambat dalam enam bulan

Namun, Irman dari Bank Danamon menyebutkan adanya risiko pada harga pangan global dan harga minyak, dimana harga minyak meningkat pada hari Senin sebagai respons terhadap pengurangan produksi. Oleh karena itu, ia memperkirakan bank sentral akan mempertahankan suku bunga kebijakannya pada 5,75 persen hingga akhir tahun.

Rully Wisnubroto, ekonom senior Mirae Asset Sekuritas, mengatakan pertumbuhan CPI yang lebih lambat di bulan Mei mencerminkan keberhasilan negara dalam mengendalikan inflasi dan membuka ruang untuk pelonggaran moneter.

“Namun, volatilitas mata uang dan ketidakjelasan arah (federal fund rate di AS) menjadi faktor yang menghambat pelonggaran moneter,” kata Rully kepada wartawan. Pos.

Bank of America Securities mengatakan dalam sebuah laporan pada hari Senin bahwa penurunan suku bunga BI kemungkinan besar akan dimulai tahun depan, setelah kebijakan moneter The Fed dan potensi dampak El Niño menjadi lebih jelas.

“Sebelum menurunkan suku bunga, BI mungkin akan melakukan penyesuaian kebijakan lain, seperti menurunkan persyaratan cadangan bank untuk menghidupkan kembali pertumbuhan kredit,” kata laporan itu.

Pada tanggal 25 Mei, BI mempertahankan suku bunga acuan tujuh hari reverse repo sebesar 5,75 persen, dengan mengatakan bahwa keputusan tersebut sejalan dengan kebijakan moneternya untuk mendorong inflasi inti kembali ke kisaran targetnya antara 2 dan 4 persen.

By gacor88