11 Agustus 2023
JAKARTA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan pemerintah pusat dan kota-kota sekitarnya untuk memperluas jumlah lokasi pengujian emisi dalam upaya bersama untuk mengatasi polusi udara kota yang semakin memburuk.
Lokasi uji emisi baru akan didirikan di Bogor, Bekasi dan Depok di Jawa Barat dan di Tangerang, Banten, seiring upaya pemerintah Jakarta untuk menerapkan langkah-langkah pengendalian emisi yang lebih ketat untuk setiap kendaraan yang bepergian ke dan di dalam kota.
Kendaraan bermotor, baik umum maupun pribadi, kerap disorot sebagai salah satu penyebab tingginya polusi yang menyelimuti Jakarta.
Penelitian yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Jakarta dan organisasi kesehatan masyarakat global Vital Strategies pada tahun 2019 menemukan bahwa emisi kendaraan merupakan sumber polusi terbesar di kota ini, menyumbang 32 hingga 41 persen terhadap polusi udara selama musim hujan dan 42 hingga 57 persen selama musim kemarau. .
Sekitar 3 juta penumpang melakukan perjalanan ke Jakarta setiap hari dari kota-kota satelitnya, menurut kepolisian Jakarta, dan sebagian besar menggunakan kendaraan pribadi.
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta juga bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melatih sekitar 400 mekanik dari kota-kota satelit dalam melakukan uji emisi.
Asep Kuswanto, Kepala Badan, mengatakan program pelatihan akan berlangsung Agustus hingga November. “Polusi udara tidak mengenal batas wilayah administratif, sehingga peran kota satelit sangat penting,” kata Asep dalam keterangannya, Selasa.
Sejak tahun 2020, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mewajibkan pemilik kendaraan bermotor yang berusia lebih dari 3 tahun untuk menguji emisi yang mereka hasilkan setiap tahun. Pemilik harus mengambil langkah-langkah untuk menurunkan emisi yang dihasilkan kendaraan mereka jika hasil pengujiannya tinggi.
Pihak berwenang di kota-kota satelit belum mengeluarkan peraturan serupa mengenai emisi kendaraan, meskipun setiap kendaraan yang melaju ke, di atau melalui Jakarta tunduk pada peraturan wajib uji emisi kota tersebut.
Luckmi Purwandari, Direktur Pengendalian Polusi Udara Kementerian Lingkungan Hidup, mengatakan kementerian berencana menerapkan aturan wajib uji emisi secara nasional.
“Ke depan, hasil uji gas buang akan kami jadikan syarat pembayaran pajak kendaraan,” imbuhnya.
Penegakan hukum yang lebih ketat
Meskipun peraturan tersebut mewajibkan uji emisi untuk kendaraan berusia lebih dari 3 tahun, hanya sebagian kecil kendaraan yang mematuhinya.
Hanya sekitar 900.000 dari 3,7 juta mobil di Jakarta, atau 24 persen, yang telah diuji emisinya, menurut pemerintah Jakarta. Angka tersebut bahkan lebih rendah lagi untuk sepeda motor: hanya 72.800 dari 17,3 juta atau 0,42 persen.
Para ahli sebelumnya menyebut kurangnya penegakan hukum sebagai penyebab utama ketidakpatuhan di kalangan pemilik kendaraan.
Pergub 2020 memuat berbagai sanksi mulai dari tilang hingga kenaikan tarif parkir bagi kendaraan yang tidak lolos uji emisi. Implementasinya awalnya direncanakan pada tahun 2021, namun mengalami kendala karena beberapa faktor, termasuk pandemi COVID-19 dan jumlah lokasi pengujian yang tidak mencukupi.
Berdasarkan data resmi, hanya 340 bengkel mobil dan 108 bengkel sepeda motor di kota tersebut yang saat ini memiliki fasilitas pengujian emisi.
Pada bulan Februari, Jakarta memberlakukan tarif yang lebih tinggi di 11 tempat parkir publik dan swasta dengan volume tinggi untuk mobil yang gagal dalam uji emisi, sehingga menyebabkan lonjakan 345.000 mobil yang diuji dalam enam bulan.
Para pejabat sekarang berencana untuk memperluas kebijakan tersebut ke fasilitas parkir luar jalan lainnya di seluruh kota, yang berjumlah lebih dari 1.300 tempat parkir pribadi dan 79 tempat parkir umum.
Asep dari Dinas Lingkungan Hidup Jakarta mengatakan awal bulan ini bahwa pemerintah kota juga berencana untuk menilang pemilik kendaraan yang tidak mematuhi aturan uji emisi dengan denda antara Rp 250.000 (US$16,46) dan Rp 500.000. Kebijakan ini akan diterapkan dalam satu atau dua bulan ke depan.
Masalah yang berkembang
Permasalahan polusi kronis di kota ini semakin parah seiring dengan tibanya musim kemarau, dan Jakarta secara konsisten menduduki puncak daftar kota-kota besar yang paling tercemar di dunia dalam beberapa minggu terakhir.
Jakarta adalah kota paling tercemar dalam peringkat IQAir selama empat hari berturut-turut pada hari Kamis dengan indeks kualitas udara (AQI) sebesar 161, termasuk dalam kisaran “tidak sehat” dari perusahaan teknologi kualitas udara Swiss.
Angka polutan PM 2.5 di kota ini pada hari yang sama mencapai 74 mikrogram per meter kubik (µg/m3), hampir 15 kali lebih tinggi dari 5 µg/m3 yang dianggap aman oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
PM 2.5 mengacu pada polutan halus yang terbawa ke udara yang dihasilkan oleh pembakaran kendaraan atau pembangkit listrik dan sumber lainnya, dan dapat terhirup sehingga menyebabkan penyakit pernapasan.
Permasalahan polusi tampaknya semakin meningkat seiring dengan jumlah kendaraan di jalan-jalan. Penjabat Gubernur Jakarta Heru Budi Hartono baru-baru ini mengatakan bahwa jumlah kendaraan bermotor telah meningkat sebesar 4 juta dalam satu setengah tahun terakhir.
Penegakan pengujian gas buang kendaraan yang lebih ketat adalah langkah yang tepat untuk mengendalikan polusi kota, kata Suci Fitria Tanjung, direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) cabang Jakarta.
“Tetapi para pejabat perlu memastikan bahwa kota ini memiliki fasilitas pengujian yang memadai, terutama ketika mereka mulai mendenda orang-orang yang tidak mematuhi peraturan,” kata Suci.
Dia menambahkan, Jakarta juga perlu mengendalikan polusi dari sumber lain, seperti industri, pembangkit listrik tenaga batu bara, dan maraknya praktik pembakaran sampah rumah tangga.