9 Juni 2023
KUALA LUMPUR – Sebanyak 8.499.950 dosis vaksin Covid-19 di stok Kementerian Kesehatan habis masa berlakunya per 2 Mei tahun ini, berdasarkan Buku Putih Pengelolaan Pengadaan Vaksin Covid-19.
Jumlah tersebut meliputi 3.487.730 dosis yang disimpan di fasilitas pelayanan dan 5.012.220 dosis di fasilitas penyimpanannya.
Vaksin tersebut terdiri dari 2.339.109 dosis vaksin Vaxzevria buatan AstraZeneca, 3.240.350 dosis Convidecia buatan CanSino Biologics, 76.423 dosis CoronaVac buatan Sinovac, dan 2.753.440 dosis vaksin Cominarty buatan Pfizer Inc untuk dewasa 06 serta versi Cominarty untuk dewasa06 dan 9 vaksin untuk anak-anak. .
Dalam dokumen yang dirilis di Dewan Rakyat kemarin, disebutkan bahwa pembuangan dan pencatatan stok dilakukan sesuai dengan Pedoman Pengelolaan Aset dan Gudang.
“Dalam upaya menekan pemborosan vaksin Covid-19, Kementerian Kesehatan telah menawarkan vaksin tersebut ke negara lain.
“Sebanyak 1.892.000 dosis vaksin dari berbagai merek telah disumbangkan ke negara-negara seperti Bangladesh, Myanmar, Laos, serta Bosnia dan Herzegovina,” kata surat kabar tersebut.
Ia menambahkan bahwa Kabinet pada prinsipnya telah setuju untuk menyumbangkan vaksin ke negara-negara yang membutuhkan dan kementerian ditugaskan untuk mengelola distribusinya dengan lembaga lain.
Sebanyak 72,80 juta dosis vaksin telah diberikan melalui Program Imunisasi Covid-19 Nasional (PICK), sementara Malaysia memiliki portofolio vaksin lebih dari 83 juta dosis.
Selain vaksin yang diperoleh Malaysia, negara tersebut juga menerima 5,03 juta dosis yang disumbangkan oleh negara-negara seperti Jepang, Amerika Serikat, Tiongkok, Inggris, Uni Emirat Arab, dan Singapura.
Vaksin tersebut terdiri dari vaksin Comirnaty dari Pfizer, Sinopharm, CoronaVac dari Sinovac, serta vaksin AstraZeneca.
Laporan tersebut menyebutkan RM4,482 miliar telah dihabiskan untuk pengadaan vaksin dan logistik pada 30 April 2023. Pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar RM4,651 miliar, yang terdiri dari RM3,996 miliar dari Dana Perwalian Nasional dan sisanya dari Dana Covid-19. Pemerintah mempunyai saldo sekitar RM168,93 juta.
Pada tanggal 23 November 2020, Kementerian Keuangan menyetujui Prosedur Operasi Standar pengadaan vaksin Covid-19 yang meliputi negosiasi langsung, tender terbuka, dan penawaran harga tanpa batasan.
“Metode negosiasi langsung pengadaan vaksin Covid-19 akan mempercepat proses pengadaan agar sesuai dengan kebutuhan saat ini untuk memastikan vaksin yang diterima aman, efektif, dan berkualitas,” kata pernyataan itu.
Terkait pengadaan logistik Covid-19, pengadaannya dilakukan melalui negosiasi langsung dan penawaran harga tanpa batas, tambahnya.
Malaysia memilih Perjanjian Pembelian Opsional ketika bergabung dengan platform Akses Global Vaksin Covid-19 (Covax), yang memungkinkan negara-negara peserta memperoleh stok vaksin untuk menampung 10% populasi.
Perjanjian Pembelian Opsional memberikan fleksibilitas kepada negara untuk memilih kandidat vaksin yang sesuai.
Selain pengadaan melalui Covax Facility, pemerintah melakukan negosiasi langsung dengan produsen vaksin.
Hal ini termasuk meningkatkan pesanan Pfizer dari 12,8 juta menjadi 32 juta dosis dan kemudian 44,8 juta dosis.
Pemesanan vaksin Sinovac ditingkatkan dari 12,4 juta dosis menjadi 20,4 juta.
Surat kabar tersebut mengatakan kegagalan Covax untuk mematuhi jadwal pengiriman vaksin mendorong pemerintah untuk melakukan negosiasi langsung dengan produsen vaksin.
Covax juga belum bisa memastikan jadwal pengiriman vaksinnya ke Malaysia karena harus bergantung pada produksi produsen vaksin.
Akibatnya, Malaysia hanya menerima 268.800 dosis pada 23 April 2021 dan 559.200 dosis pada 21 Mei 2021.
Sebanyak 559.200 dosis vaksin AstraZeneca lainnya yang seharusnya dikirimkan pada Juni 2021 baru diterima pada bulan September tahun itu.
“Jadwal pengiriman 453.600 dosis vaksin Johnson & Johnson baru dikonfirmasi pada akhir tahun 2021,” demikian bunyi pernyataan tersebut.
Faktor lain yang mengganggu jadwal pengiriman adalah Pfizer harus menghentikan operasinya untuk meningkatkan fasilitas manufakturnya guna meningkatkan kapasitas menyusul lonjakan permintaan vaksin Covid-19 di seluruh dunia.