3 Maret 2022
JAKARTA – Besok seluruh pulau Bali akan hening selama 24 jam saat masyarakat setempat memperingati empat ketenangan Nyepi, hari hening umat Hindu, yaitu amati gni (menahan diri dari menyalakan api atau lampu), amati karya (menahan diri dari bekerja). ), amati sabeng (tidak bepergian ke luar rumah), dan amati lelanguan (tidak berpartisipasi dalam kegiatan rekreasi apa pun).
Hari raya tersebut merupakan puncak perayaan Tahun Baru Imlek Saka yang meliputi rangkaian ritual parau.
Jalanan akan sepi, bandara dan pelabuhan akan berhenti beroperasi dan wisatawan tidak diharapkan tiba di Bali sampai sebelum atau sesudah Nyepi, hari libur nasional di Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim.
Sementara orang-orang tinggal di rumah dalam kegelapan total, hanya pecalang (petugas keamanan tingkat desa) yang diberikan pengecualian karena mereka harus menegakkan aturan.
Menurut ajaran Hindu, hari hening adalah waktu untuk merenungkan perbuatan baik dan buruk seseorang, apakah dia telah melakukan cukup dharma (pengorbanan untuk kebaikan umat manusia) dan apakah orang tersebut telah mengamalkan filosofi hidup. . , Tri Hita Karana. Ajaran tersebut mewajibkan seluruh umat Hindu Bali untuk hidup rukun dengan sesama makhluk, keyakinan spiritual dan alam.
Momen Nyepi selalu menjadi daya tarik wisatawan lokal maupun mancanegara untuk berkunjung ke Bali, meski harus melewati batas dan kegelapan. Pulau Dewata adalah magnet yang kuat bagi orang-orang dari seluruh dunia dan secara teratur memenangkan pengakuan internasional sebagai salah satu tujuan wisata paling favorit.
Begitu populernya Bali sehingga banyak orang asing mengenal pulau itu jauh lebih baik daripada Indonesia, dan terkadang berpikir Bali adalah negara yang terpisah dari Indonesia.
Ketika teroris membom Bali pada 2002 dan 2005, menewaskan ratusan turis asing dan Indonesia, dunia berduka. Para pelaku bom yang diidentifikasi sebagai anggota kelompok Jamaah Islamiyah mengira tindakan biadab mereka akan menghancurkan Bali dan menghapus pulau itu dari peta pariwisata dunia, namun mereka salah. Bali terluka parah dan butuh waktu untuk pulih sepenuhnya, tetapi kecintaan dunia terhadap pulau itu tetap tidak berubah.
Banyak orang Indonesia yang mungkin menerima bahwa kehadiran turis Barat yang terkenal dengan kegemarannya berbikini dan kecintaannya pada minuman beralkohol adalah salah satu kejahatan yang akan mencederai budaya luhur dan nilai-nilai religi yang mengakar di Bali. Nampaknya masyarakat Bali tetap menjaga religiositas dan keterikatan dengan budaya dan cara hidup mereka tetap utuh meskipun masuknya budaya luar, atau globalisasi. Kearifan lokal mereka berupa norma agama dan budaya masih terjaga dengan baik seperti yang kita lihat saat Nyepi.
Kadang-kadang tergoda untuk bertanya apakah Bali akan tetap seperti itu jika agama Hindu tidak dominan di provinsi yang berpenduduk lebih dari 4,3 juta orang itu. Pernah ada upaya beberapa pejabat pemerintah untuk memperkenalkan wisata halal di Bali, hanya untuk memicu protes keras, memaksa pejabat untuk menarik kembali pernyataan mereka. Padahal, Bali telah menciptakan mekanisme pasar sendiri untuk makanan dan minuman halal serta kebutuhan lainnya yang sesuai dengan Islam.
Bali yang kini berusaha pulih dari dampak pandemi menjadi contoh dalam menjaga keharmonisan antara kearifan lokal dan budaya dunia luar. Selamat Nyepi!