28 Agustus 2023
JAKARTA – Para pemerhati lingkungan telah meminta pihak berwenang untuk konsisten dan menyeluruh dalam mengambil tindakan hukum terhadap orang-orang dan bisnis yang berkontribusi terhadap polusi udara di Jakarta, seiring dengan upaya Kementerian Lingkungan Hidup untuk menangkap tersangka dan menutup pabrik-pabrik yang terkait dengan buruknya kualitas udara di kota tersebut.
Pekan lalu, penyidik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menangkap empat orang terkait dugaan pembakaran limbah beracun dan berbahaya secara ilegal di Perumahan Tangerang, Banten.
“Para tersangka membakar limbah elektronik secara ilegal, yang tidak hanya berkontribusi terhadap polusi udara di Jabodetabek, tetapi juga membahayakan kesehatan masyarakat,” kata Rasio Ridho Sani, direktur jenderal penegakan hukum kementerian, dalam pernyataannya baru-baru ini.
Tim kementerian menemukan bahwa pembakaran ilegal menyebabkan tingginya kadar PM10, atau partikel kasar, dan PM2.5, atau partikel halus, yang keduanya dapat terhirup dan menyebabkan dampak buruk bagi kesehatan. Emisi yang disebabkan oleh kebakaran juga mengandung bifenil poliklorinasi yang bersifat karsinogenik.
Penyidik mendakwa mereka melanggar empat pasal dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tahun 2009, termasuk ketentuan yang melarang tindakan apa pun yang dapat memperburuk kualitas udara, dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda hingga Rp 10 miliar (US$653.680). ) dikenakan. ).
Sebelumnya, Kementerian menutup pabrik peleburan tembaga milik PT XLI di Tangerang, Banten dan menangkap direktur utama pabrik tersebut karena mengimpor limbah beracun dan membuangnya tanpa diolah. Direktur Utama yang diketahui berinisial BSS ini terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 15 miliar.
Tim penegak hukum juga menutup operasional empat perusahaan lain yang aktivitasnya disebut-sebut menimbulkan polusi besar di ibu kota.
Pada 21 Agustus, Kementerian meluncurkan tim beranggotakan 100 personel untuk menyelidiki enam lokasi yang diketahui memiliki konsentrasi kegiatan industri dan dampaknya terhadap memburuknya polusi udara di Jabodetabek.
“Kami berkomitmen akan menindak tegas pelaku kejahatan lingkungan hidup,” kata Rasio.
Dibutuhkan konsistensi
Pemerintah berupaya keras untuk mengatasi masalah polusi udara di Jabodetabek di tengah protes masyarakat atas memburuknya kualitas udara di wilayah tersebut. Jakarta secara konsisten masuk dalam 10 kota paling tercemar di dunia sejak bulan Mei, menurut data dari perusahaan teknologi kualitas udara Swiss, IQAir.
Pihak berwenang telah meningkatkan pemeriksaan kendaraan secara acak untuk memastikan kepatuhan terhadap uji emisi, dan menyalahkan musim kemarau yang berkepanjangan dan kendaraan bermesin pembakaran internal sebagai penyebab polusi.
Di sisi lain, para aktivis mengatakan bahwa kabut asap beracun dari pabrik dan pembangkit listrik tenaga batu bara di dekat kota tersebut bertanggung jawab atas polusi tersebut, namun hal ini telah dibantah oleh pemerintah.
Aktivis lingkungan hidup, seperti Bondan Andriyano dari Greenpeace Indonesia, merasa skeptis bahwa tindakan penegakan hukum tersebut dapat menimbulkan efek jera, dan mengatakan bahwa konsistensi dan kesetaraan adalah kunci untuk memastikan keberhasilan tindakan tersebut.
“Jangan hanya menangkap orang ketika masalah pencemaran udara sedang ramai diperbincangkan masyarakat,” kata Bondan. “Penting juga untuk tidak sembarangan memilih pabrik mana yang akan ditutup.”
Muhammad Aminullah dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) cabang Jakarta mengamini hal tersebut, dan mengatakan bahwa kementerian hanya memantau sebagian kecil dari seluruh kegiatan industri yang menimbulkan risiko lingkungan yang signifikan.
Kementerian telah mengeluarkan 3.000 izin lingkungan untuk berbagai industri di Jakarta pada tahun 2021 saja, kata Muhammad. “Tetapi para pejabat mengklaim mereka sedang mengaudit delapan perusahaan. Tentu saja diperlukan upaya yang lebih besar,” katanya.
Pihak berwenang harus mempertimbangkan untuk membatasi jumlah izin lingkungan yang dikeluarkan untuk menghindari membebani Jabodetabek dengan dampak kegiatan industri, tambah Muhammad.
Air hanya memperburuk polusi
Pihak berwenang telah memilih teknik penyemprotan kabut dari gedung-gedung tinggi dan jalan-jalan utama di seluruh kota untuk membersihkan udara dan mengatasi polusi.
Sigit Reliantoro, Direktur Jenderal Permasalahan Pencemaran dan Lingkungan Kementerian, berpendapat bahwa penyemprotan kabut merupakan alternatif skala mikro dari pendekatan penyemaian awan. Teknologi modifikasi cuaca akhir-akhir ini kurang berhasil karena negara ini sudah memasuki musim kemarau dan dampak fenomena El Niño sedang melanda.
Pemerintah Daerah Jakarta dan Kepolisian Daerah Jakarta telah mengirimkan mobil pemadam kebakaran untuk menyemprotkan air ke jalan-jalan utama di ibu kota, dengan alasan bahwa air tersebut akan menghilangkan debu dan polutan lain yang berkontribusi terhadap polusi udara di kota tersebut.
Namun sebuah penelitian yang diterbitkan di Toxics pada tahun 2021 menemukan bahwa penyemprotan air dalam skala besar ke jalan justru dapat memperburuk polusi, menghasilkan lebih banyak polutan PM2.5 daripada menghilangkannya. Para penulis, termasuk Fengzhu Tan dari Hebei Medical University, meneliti efektivitas kebijakan penyemprotan air di kota-kota di Tiongkok yang bertujuan untuk mengurangi polusi udara.
Para penulis berpendapat bahwa tetesan air yang disemprotkan kehilangan kandungan airnya dan meninggalkan komponen terlarut seperti mineral dan garam. Tetesan-tetesan yang lebih kecil tetap tersuspensi di udara dan menjadi lebih kecil seiring dengan penguapan, sehingga menambah polusi PM2.5 yang sudah ada.
Namun studi tersebut menyimpulkan bahwa kebijakan penyemprotan air dapat memperburuk polusi udara selama musim gugur dan musim dingin dibandingkan musim panas.
Dokter paru Erlina Burhan dari RSUP Persahabatan mengutip penelitian tersebut dan mengkritik kebijakan penyemprotan air di Jakarta, dengan alasan bahwa penyemprotan air tidak dapat menjangkau seluruh polutan di udara.
Dia menyarankan agar pihak berwenang fokus pada pendekatan modifikasi cuaca untuk menghilangkan polusi. Namun, ini hanya solusi jangka pendek, kata Erlina seperti dikutip tribunnews.com. “Penting juga untuk mengatasi sumber polusi.” (terlihat)