4 Juli 2018
Seorang psikolog anak memberi nasihat tentang cara membantu anak-anak lelaki yang terjebak dalam gua di Thailand untuk kembali ke kehidupan normal sambil menunggu penyelamatan.
Seorang psikiater yang berspesialisasi dalam masalah anak-anak dan remaja pada hari Rabu memberikan pedoman bagi 12 pemain sepak bola muda yang terjebak di gua Chiang Rai untuk menghindari trauma berkepanjangan atas cobaan berat yang mereka alami.
Dr Wimonrat Wanpen, wakil direktur Institut Kesehatan Mental Anak dan Remaja Rajanagarindra, mengatakan tanda-tanda awal sudah baik, berdasarkan percakapan singkat anak-anak tersebut dengan ahli penyelamat gua Inggris yang menemukan mereka dan merekam pertemuan tersebut.
Anak-anak itu tampak bahagia, katanya, tapi tidak ada hal lain yang dapat disimpulkan pada tahap ini.
Kondisi mental mereka dapat berfluktuasi setelah berhari-hari terjebak dalam gua yang gelap dan terendam banjir, kata Wimonrat.
“Saat menunggu bantuan, terkadang mereka merasa marah karena harus menjalani cobaan berat dan terkadang putus asa, lalu mereka mendapat harapan bahwa bantuan segera datang,” ujarnya.
“Mereka mungkin secara mental melakukan tawar-menawar dengan diri mereka sendiri – ‘Jika saya keluar, saya tidak akan melakukan ini atau itu dan saya akan baik-baik saja’ – atau apa pun. Anak-anak mengalami dampak mental yang berbeda karena latar belakang dan emosi mereka yang berbeda.”
Setelah mereka dibawa keluar, fokusnya harus pada pemulihan fisik mereka, dan kondisi mental mereka dapat diatasi nanti, kata Wimonrat.
Sebagai pedoman untuk penanganan akhir bagi mereka, dia mengatakan bahwa mereka tidak boleh berulang kali ditanyai betapa buruknya perasaan mereka selama cobaan tersebut, karena hal ini akan memaksa mereka untuk mengingat kembali trauma yang mereka alami.
Remaja yang diselamatkan dari situasi berbahaya secara alami akan merasakan stres yang luar biasa pada bulan pertama, namun jika stres berlanjut lebih jauh, maka diperlukan perawatan tambahan.
Dia mengatakan penting untuk membiarkan anak-anak tersebut melanjutkan kehidupan normal mereka, dan keluarga mereka juga menerima perawatan kesehatan mental, karena mereka mungkin menyalahkan diri sendiri atas apa yang terjadi.
Akses anak-anak terhadap media sosial harus dikontrol agar mereka tidak terlalu banyak menerima komentar masyarakat, bahkan komentar positif sekalipun.
“Anak-anak ini telah mengalami pengalaman yang sulit, sehingga tidak perlu lagi mengajar atau berdakwah kepada mereka,” kata Wimonrat.
“Jika Anda berada di posisi mereka, tanpa sengaja melakukan kesalahan yang menyebabkan banyak masalah bagi banyak orang, Anda pasti sudah cukup merasa bersalah dan menyesal. Apa yang dialami anak-anak di dalam gua sudah cukup menjadi pelajaran bagi mereka. Mereka sudah tahu bahwa mereka melakukan kesalahan. Ini akan menjadi pelajaran besar bagi mereka.”