Menjelang tahun 2024, banjir di Jakarta berubah menjadi hal yang bersifat politis

14 Oktober 2022

JAKARTA – Beberapa hari setelah menerima dukungan Partai NasDem untuk pemilihan presiden tahun 2024, Gubernur Jakarta Anies Baswedan menghadapi kritik baru atas penanganannya terhadap masalah banjir yang sedang berlangsung di kota ini, termasuk dari pemerintah pusat dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI- P) ).

Anies, yang menjabat sebagai gubernur Jakarta sejak tahun 2017, akan meninggalkan jabatannya pada hari Minggu, dan gubernur sementara akan mengisi jabatan tersebut sampai gubernur definitif terpilih pada tahun 2024 untuk mengakomodasi perubahan jadwal pemilihan kepala daerah.

Presiden Joko “Jokowi” Widodo menunjuk anggota lingkaran dalamnya – Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono – untuk menduduki jabatan tersebut pada hari Jumat dan sejak itu menginstruksikan Heru untuk memprioritaskan mitigasi banjir, yang oleh sebagian pengamat dianggap sebagai pukulan telak bagi gubernur yang akan mengundurkan diri tersebut.

Banjir dan kemacetan lalu lintas adalah dua masalah paling mendesak yang dihadapi Jakarta dan saya berharap melihat (Heru) membuat terobosan signifikan dalam mengatasinya, kata Jokowi.

Setelah hujan lebat pekan lalu, banjir dilaporkan terjadi di enam jalan utama dan di 80 rukun tetangga (RT) di seluruh ibu kota. Foto-foto di media sosial menunjukkan Kemang, Jakarta Selatan, salah satu daerah yang paling parah terkena dampaknya.

Di tengah pemberitaan tersebut, Anies mengklaim permasalahan banjir di kota tersebut dianggap lebih buruk dari yang sebenarnya.

“Jakarta memiliki sekitar 30.000 RT dan hanya (80) yang terendam banjir. Bahkan tidak sampai 1 persen,” kata Anies pada 5 Oktober seperti dikutip kompas.com.

Menanggapi hal tersebut, Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDI-P, menuding Anies tidak menjalankan tugasnya.

Politik bukan soal perhitungan 1-5 persen, tapi memikul beban memimpin bangsa, kata Hasto, Minggu seperti dikutip kompas.com.

Sejarah Politisasi

Peneliti politik Arya Fernandes dari Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) yang berbasis di Jakarta mengatakan perselisihan politik mengenai masalah banjir di Jakarta bukanlah fenomena baru.

“Ketika Anies mencalonkan diri pada tahun 2017, dan ketika Jokowi melawan Fauzi Bowo (dalam pemilihan gubernur Jakarta tahun 2012), banjir juga merupakan masalah politik,” kata Arya kepada The Jakarta Post.

Hal ini sebagian karena banjir adalah masalah universal yang mempengaruhi warga Jakarta dari semua kelas sosial ekonomi, kata Bawono Kumoro dari lembaga jajak pendapat Indikator Politik.

“Siapa pun yang menjabat, banjir selalu menjadi salah satu isu utama yang menjadi sasaran gubernur Jakarta,” kata Bawono.

Kini setelah NasDem mencalonkan Anies sebagai presiden dan bersiap meninggalkan jabatannya, kata Bawono, momen yang tepat bagi lawan untuk mengaitkan Anies dengan permasalahan banjir di Jakarta.

“Idenya adalah untuk menciptakan persepsi bahwa Anies di hari-hari terakhirnya sebagai gubernur tidak mampu memitigasi banjir dan dia belum siap mencalonkan diri sebagai presiden,” kata Bawono kepada Post.

Sebagian besar jajak pendapat mencantumkan Anies sebagai salah satu dari tiga kandidat teratas untuk pemilu presiden 2024, bersama dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dari PDI-P dan Menteri Pertahanan serta Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dua partai oposisi yang tersisa di DPR, secara terbuka mempertimbangkan untuk mendukung Anies sebagai presiden juga.

Hasto membela kritiknya terhadap Anies pada hari Senin, yang mendapat tanggapan kesal dari politisi senior NasDem Willy Aditya.

Hasto menyoroti perbedaan cara Anies dan Jokowi menangani banjir selama masing-masing menjabat sebagai Gubernur Jakarta, tempo.co melaporkan. Ketika Jokowi melaksanakan berbagai proyek “normalisasi” sungai dengan memasang tiang beton di sepanjang saluran air, Anies memilih pendekatan yang lebih berbasis alam, dengan fokus menangkap air hujan melalui sumur resapan, waduk kecil, dan revitalisasi taman kota.

Anies tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.

Lubang resapan

Meskipun Anies awalnya menuai kritik karena tidak melanjutkan proyek normalisasi sungai seperti yang dilakukan pendahulunya, data dari pemerintah Jakarta menunjukkan bahwa wilayah tersebut telah menjadi lebih baik dalam menangani banjir. Pada tahun 2020, setelah Jakarta mengalami banjir besar ketika curah hujan sebesar 377 milimeter turun dalam periode 24 jam yang dimulai pada Malam Tahun Baru, yang merupakan curah hujan harian tertinggi dalam lebih dari satu dekade, ketinggian air di 95 persen wilayah banjir turun dalam waktu kurang dari 96 jam. , menurut Kompas.

Sebagai perbandingan, dibutuhkan waktu 168 jam untuk menurunkan permukaan air di 95 persen wilayah banjir setelah curah hujan sebesar 277 mm turun pada tahun 2015, ketika Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama menjadi gubernur.

Penjabat Gubernur Jakarta yang baru, Heru, mengaku berencana melanjutkan program sumur resapan yang diusung Anies.

“Sumur resapan ini bukan ide yang buruk, namun tetap perlu dilihat volumenya dan di mana letaknya,” kata Heru seperti dikutip tempo.co.

Data SGP Hari Ini

By gacor88