30 Juni 2023
JAKARTA – Tuduhan baru mengenai penggelapan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menambah serangkaian tuduhan lain di lembaga tersebut, termasuk penyuapan dan kekerasan seksual, sehingga meningkatkan kekhawatiran bahwa lembaga anti-korupsi yang ada saat ini telah kehilangan kepercayaan publik.
Investigasi KPK yang sedang berlangsung terhadap salah satu pegawai administrasinya menemukan indikasi bahwa pada tahun 2021 dan 2022 orang tersebut menggelapkan ratusan juta rupiah dari anggaran perjalanan pegawai KPK lainnya.
“Dugaan (korupsi) ini baru diketahui dan dilaporkan oleh atasan pegawai tersebut karena proses administrasinya lebih lama dari perkiraan dan adanya pemotongan anggaran bagi pegawai KPK lainnya yang sedang melakukan perjalanan dinas,” kata Cahya, Sekretaris Jenderal KPK Harefa. konferensi pers pada hari Selasa.
Inspektorat KPK melakukan penyelidikan internal awal menanggapi laporan tersebut dan menyimpulkan bahwa penggelapan tersebut merugikan negara sekitar Rp 550 juta (US$36.600). Tidak diketahui secara pasti apakah karyawan tersebut bertindak sendirian.
Pihak penegak hukum KPK kini tengah melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap pegawai yang dipecat dari lembaga tersebut.
Pengungkapan itu terjadi di tengah kembali dilakukannya pemeriksaan internal atas dugaan korupsi yang kali ini dilakukan pegawai Rutan KPK. Laporan awal menunjukkan bahwa suap senilai sekitar Rp 4 miliar diambil dari narapidana sejak Desember 2021 hingga Maret 2022.
Nurul Ghufron, Wakil Ketua KPK, mengatakan awal pekan ini bahwa petugas rutan terkait diduga menerima suap untuk menyelundupkan uang tunai dan alat komunikasi ke salah satu dari empat rutan KPK.
Kasus suap ini baru terungkap karena Dewan Pengawas KPK tengah memeriksa salah satu pegawai Rutan yang akhirnya didakwa menerima suap dalam dakwaan pelecehan seksual tersendiri.
Dalam sidang etik internal dewan pada April lalu, pegawai tersebut dinyatakan bersalah melakukan penyerangan terhadap istri tahanan KPK. Hukumannya adalah pemotongan gaji.
Kepemimpinan yang dipertanyakan
Aktivis dan anggota DPR mendesak KPK mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran pegawai demi efisiensi dan reputasi lembaga.
“Harus saya katakan, kasus seperti ini akan terus mengikis citra dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap KPK,” kata anggota DPR Arsul Sani, Rabu, seperti dikutip Tribunnews.com.
Lembaga antikorupsi Indonesia Corruption Watch (ICW) mengaitkan rangkaian skandal yang terjadi baru-baru ini dengan buruknya kepemimpinan Ketua KPK Firli Bahuri. “Kasus-kasus baru-baru ini menunjukkan bahwa kepemimpinan KPK saat ini, khususnya Firli, gagal memberikan contoh,” kata aktivis ICW Diky Anandya kepada The Jakarta Post pada hari Kamis.
Diky meminta Firli segera mundur dari jabatannya dan meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertanggung jawab atas buruknya kinerja KPK di bawah Firli.
“Jika tidak, masyarakat akan semakin yakin bahwa pemerintahan Jokowi telah berhasil menumpas perjuangan (Indonesia) melawan korupsi,” tambah Diky.
KPK telah menyaksikan serangkaian kontroversi sejak Firli mengambil alih jabatan pada tahun 2019, mulai dari tes kewarganegaraan yang banyak dikritik untuk membenarkan pemecatan puluhan pegawai KPK pada tahun 2021 hingga pemecatan kontroversial yang lebih baru terhadap Endar Priatoro, seorang brigadir jenderal polisi yang pernah bertugas di KPK. selaku direktur penyidikan KPK.
Pemerintah baru-baru ini memutuskan untuk memperpanjang masa jabatan Firli dan empat pimpinan KPK lainnya melebihi tanggal berakhirnya pada tanggal 20 Desember, sebagai tanggapan atas putusan Mahkamah Konstitusi pada akhir Mei yang membatasi perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun.
Diky mengatakan, penting bagi KPK untuk segera mengatasi permasalahan kepegawaiannya dan menjaga profesionalisme jelang pemilu 2024.
“Untuk menyelenggarakan pemilu yang sehat, masyarakat sangat membutuhkan aparat penegak hukum yang bersih dan bebas dari konflik kepentingan,” tambahnya.
Dalam Indeks Persepsi Korupsi terbaru yang diterbitkan oleh Transparency International, skor Indonesia turun empat poin menjadi 34, yang merupakan penurunan terbesar negara ini dalam 25 tahun terakhir dan merupakan salah satu kinerja terburuk dibandingkan tahun lalu di kawasan ini.
Transparency International Indonesia (TII) telah menandai “indeks layanan risiko politik”, salah satu dari delapan sumber yang digunakan untuk menyusun CPI, sebagai kontributor utama terhadap penurunan skor keseluruhan, yang menunjukkan bahwa korupsi, penyuapan, suap ilegal, dan kolusi kepentingan di kalangan pengambil keputusan semakin umum.