29 Agustus 2023
JAKARTA – Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Laksamana. Yudo Margono menuntut tiga prajurit, termasuk salah satu anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) yang dituduh menganiaya dan membunuh warga sipil di Jakarta Selatan, dituntut seberat-beratnya.
Yudo mengatakan dia tidak masalah jika tentara tersebut dijatuhi hukuman seumur hidup dan jika perlu hukuman mati.
Terkait penyerangan yang mengakibatkan korban meninggal dunia dan diduga dilakukan oleh anggota Paspampres, Panglima TNI menyatakan keprihatinannya dan meminta adanya hukuman yang berat. Ancaman maksimalnya adalah hukuman mati, minimal penjara seumur hidup,” kata Juru Bicara TNI Laksamana. Julius Widjojono dikutip Antara.
Julius juga mengatakan, ketiga prajurit tersebut pasti akan dikeluarkan dari korps jika terbukti bersalah di pengadilan militer.
Tiga personel TNI ditangkap pada akhir pekan atas dugaan penculikan dan pembunuhan terhadap seorang warga asli Aceh yang diidentifikasi sebagai Imam Masykur, seorang penjaga toko di Rempoa, Jakarta Selatan.
Ketiga tentara tersebut diduga menculik Imam dan meminta uang tebusan sebesar Rp 50 juta (US$3.270) dari keluarga korban pada akhir pekan.
Rekaman audio dan video Imam menelpon orang tuanya dan meminta uang tebusan beredar di media sosial, memicu kemarahan luas.
Anggota keluarga Imam mengajukan laporan ke Polda Metro Jaya pada hari Sabtu tak lama setelah menerima panggilan tersebut.
Mendapat laporan tersebut, Kepolisian Daerah Militer (Pomdam Jaya) bergerak menangkap tiga tersangka kasus tersebut, yang hanya diidentifikasi sebagai RM dan O, serta seorang tentara lainnya yang belum disebutkan inisialnya. RM merupakan anggota Paspampres sedangkan O bertugas di Kodam Iskandar Muda di Aceh. Prajurit yang belum diketahui identitasnya itu merupakan staf Bagian Topografi TNI.
Kelompok hak asasi manusia Amnesty International Indonesia (AII) mengutuk dugaan insiden penculikan tersebut dan menyerukan penyelidikan cepat atas masalah tersebut.
“Kami ingin penyelidikan yang cepat dan adil atas insiden tersebut sehingga kami yakin bahwa pelanggaran hak asasi manusia tidak akan ditoleransi,” kata Direktur Eksekutif AII Usman Hamid kepada The Jakarta Post pada hari Senin.
Usman mengatakan, kasus tersebut merupakan indikasi bahwa perlakuan tidak manusiawi terhadap warga sipil oleh aparat negara masih menjadi kenyataan di Indonesia.
Data AII menunjukkan, antara Juni 2019 hingga Juni 2023, setidaknya terdapat 105 kasus pelecehan yang melibatkan 171 korban.
Tujuh puluh tujuh kasus melibatkan personel polisi, 15 kasus anggota TNI dan tujuh kasus pegawai pemerintah lainnya, menurut catatan AII.