25 Juli 2023
JAKARTA – Kenaikan harga rumah bersubsidi tidak akan berdampak besar terhadap rencana pemerintah untuk membagikan 220.000 unit kepada pembeli yang memenuhi syarat pada tahun ini dan tahun depan, yang merupakan target yang ditetapkan dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2020-2024. .
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat baru-baru ini menaikkan harga maksimum rumah pedesaan yang dapat dijual kepada masyarakat berpenghasilan rendah pada tahun 2023 dan 2024.
Menurut kementerian, kenaikannya berkisar dari Rp 162 juta (US$10.700) hingga Rp 234 juta, tergantung pada jenis propertinya, yang merupakan peningkatan 8 persen dari batasan sebelumnya yang ditetapkan pada tahun 2019.
Sedangkan kenaikan rumah susun milik kota (Rusun) bersubsidi atau disebut juga perumahan vertikal masih terus dibicarakan.
Herry Trisaputra Zuna, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian, dalam jumpa pers di kantornya, Jumat, mengatakan target penyaluran baru kini sedang dihitung oleh Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), namun berjanji bahwa target baru tersebut “setidaknya setara” dengan RPJMN sebanyak 220.000 unit, sedangkan target awal Tapera adalah membiayai 229.000 unit.
Herry mengatakan, kenaikan harga rumah bersubsidi didasarkan pada rata-rata kenaikan biaya konstruksi yang tercermin pada indeks harga grosir.
Baca juga: Pemerintah membebaskan makanan dan perumahan dari pajak dalam bentuk barang
Kebijakan terbaru ini mengatur pembatasan luas tanah, luas lantai dan harga jual rumah yang berhak mendapatkan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) dan bantuan uang muka bersubsidi (SBUM), serta besaran subsidi yang diterima masyarakat berpendapatan rendah. .
Subsidi bagi masyarakat berpendapatan rendah akan disalurkan melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) yang dikelola Tapera.
Komisaris Tapera Adi Setianto meyakinkan pers bahwa ketersediaan dana Rp 26,21 triliun cukup untuk memenuhi target RPJMN sebanyak 220.000 unit meski terjadi kenaikan biaya belakangan ini.
Adi menjelaskan, target tersebut bisa tercapai karena pemerintah telah “mengoptimalkan pendanaan program” dengan menyetorkan sebagian dananya. Dengan sistem ini, dana FLPP dapat memenuhi target penyaluran meski terjadi kenaikan harga.
Hingga Juli 2023, realisasi FLPP sudah mencapai 47,15 persen atau 103.749 unit dari target 220.000 unit.
Baca juga: Bank Dunia membantu PNM menyediakan perumahan yang layak bagi kliennya
Pemerintah juga menjelaskan bahwa pekerja di sektor informal kini dapat memperoleh manfaat dari rumah bersubsidi FLPP dalam hal perubahan kebijakan yang akan diselesaikan pada kuartal ketiga tahun ini.
“Tahun ini (pemerintah) akan memperluas sasaran (kelompok) menjadi peserta independen. (…) Insya Allah Juli atau Agustus sudah bisa kita mulai pelaksanaannya,” kata Herry.
Ia menambahkan, kriteria bagi peserta informal berpenghasilan rendah akan ada dua, yakni masyarakat bukan penerima upah atau pekerja tidak tetap seperti pekerja tanpa kontrak.
Adi dari Tapera mengatakan, skema pembayarannya masih menggunakan FLPP, namun akan difasilitasi skema tabungan lain bernama Basic Citizen Account (BCA).
Namun, ia mencatat usulan baru tersebut hanya bisa menjangkau 10 persen dari total peserta karena “peraturannya masih baru”.