22 Agustus 2023
JAKET – Pengusaha meminta pemerintah untuk tidak mewajibkan kebijakan bekerja dari rumah (WFH) untuk memerangi polusi di wilayah Jabodetabek.
Dunia usaha memandang kebijakan yang diusulkan ini tidak berkelanjutan dan memperingatkan bahwa kebijakan tersebut akan lebih merugikan daripada menguntungkan, dengan alasan risiko pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat dan produktivitas yang lebih rendah.
Jakarta telah menjadi salah satu kota paling tercemar di dunia dalam beberapa minggu terakhir, menurut peringkat Indeks Kualitas Udara (AQI) yang dilakukan oleh perusahaan teknologi kualitas udara Swiss, IQAir.
Presiden Joko “Jokowi” Widodo, yang menyebut situasi ini “sangat, sangat buruk,” telah menyerukan beberapa solusi termasuk menghidupkan kembali kebijakan kerja jarak jauh, yang ditinggalkan negara ini setelah pandemi.
“Kalau perlu, kita harus berani mendorong perkantoran (di Jakarta) untuk melakukan hybrid work, (sebagian pegawai) bekerja dari kantor, dan (sebagian lagi) bekerja dari rumah,” kata Jokowi saat ditemui di Istana Negara, 14 Agustus lalu. .
Para menteri mengadakan pertemuan pada hari Jumat, yang menghasilkan keputusan untuk mewajibkan pegawai negeri bekerja dari rumah, kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi kepada wartawan.
Namun, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan mengatakan dalam pernyataannya pada hari Jumat bahwa pemerintah juga akan mewajibkan perusahaan untuk mengurangi jam kerja mereka untuk membatasi kemacetan lalu lintas dan mengurangi polusi.
Shinta W. Kamdani, ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), menanggapi usulan tersebut dengan mengatakan bahwa polusi udara memerlukan tindakan penanggulangan yang berkelanjutan, bukan tindakan sementara dan reaktif.
“(Pengaturan WFH) tidak berkelanjutan dan tidak menyelesaikan permasalahan pencemaran udara di Jakarta secara menyeluruh,” ujarnya dalam keterangannya, Senin.
Shinta berpendapat, telecommuting tidak bisa diterapkan di semua sektor usaha karena sebagian pekerja, misalnya yang bekerja di pabrik, masih harus berada di tempat kerjanya untuk menunjang produksi.
Diperlukan penelitian yang lebih komprehensif, kata Shinta, seraya menambahkan bahwa masih banyak kemungkinan sumber pencemaran, seperti pembakaran sampah ilegal, emisi transportasi, limbah industri, dan musim kemarau panjang.
Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) cabang Jakarta menyatakan kehati-hatian mereka mengenai kebijakan kerja jarak jauh, dan menyebutnya sebagai “bukan solusi terbaik”.
Asosiasi menjelaskan, kebijakan kerja jarak jauh akan berdampak pada bisnis para anggotanya, terutama para pelaku industri makanan.
“Merekalah yang akan merasakan dampaknya terlebih dahulu karena biasanya mereka melayani pejabat pemerintah yang sedang menjabat,” kata Ketua Kadin Jakarta Diana Dewi dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, Senin.
Lebih lanjut Diana mengatakan kebijakan telecommuting juga dapat mempengaruhi efisiensi pelayanan publik di pemerintahan, seperti pengurusan izin bagi pemilik usaha.
Menurutnya, pengalaman di masa pandemi menunjukkan bahwa pengaturan WFH kerap dijadikan alasan oleh PNS untuk tidak bekerja sebaik-baiknya.
“Apakah mungkin supervisor mengendalikan (perilaku seperti itu)? (…) Kami berharap pemerintah mengkaji ulang kebijakan tersebut untuk menentukan apakah kebijakan tersebut bijaksana atau tidak. Kalau tidak, kitalah yang menanggung kerugiannya,” kata Diana.
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mencoba menenangkan situasi dengan mengatakan kebijakan telecommuting hanya bersifat wajib bagi pegawai negeri dan opsional bagi pegawai swasta.
Ia juga meyakinkan, tidak akan ada sanksi bagi perusahaan yang tidak menerapkan kebijakan kerja hybrid.
“Tidak, tidak (penalti). Mereka menjalankan bisnisnya dan kami harus mengingatnya agar mereka dapat terus bekerja. Semua orang sudah dewasa, (bisa) mengatur dirinya sendiri,” kata Heru kepada wartawan, Minggu, seperti dikutip Kompas TV.
Ia juga menambahkan bahwa kebijakan kerja hybrid tidak hanya untuk mengatasi polusi tetapi juga untuk mengurangi kemacetan lalu lintas pada KTT ASEAN mendatang pada awal September mendatang.
Sigit Wijatmoko, Kepala Dinas Komunikasi, Informasi dan Statistik DKI Jakarta, pada Rabu meyakinkan bahwa kebijakan kerja jarak jauh tidak akan mempengaruhi layanan publik.
Pengaturan tersebut hanya berlaku bagi pegawai yang tidak melayani masyarakat secara langsung, kata Sigit. “Kami akan memastikan bahwa sistem kerja jarak jauh tidak akan mempengaruhi pelayanan publik.”