Taiwan mengekspor barang-barang setengah jadi dalam jumlah besar ke Tiongkok, di mana barang-barang tersebut dirakit menjadi produk jadi untuk dikirim ke tujuan akhir seperti Amerika Serikat, sehingga tidak ada keraguan bahwa perang dagang akan sangat merugikan kita. Sampai situasi menjadi lebih jelas, Taiwan harus bersiap menghadapi kemungkinan terburuk dan mengantisipasi segala kemungkinan perubahan struktural, terutama perombakan besar-besaran dalam rantai pasokan global. Pada saat yang sama, otoritas terkait harus meningkatkan upaya untuk menjelaskan situasi ini kepada publik dan memberi tahu perusahaan-perusahaan lokal mengenai pilihan mereka jika perselisihan perdagangan antara AS dan Tiongkok terus meningkat.
Bagaimana perang dagang akan berkembang akan bergantung pada bagaimana kedua belah pihak akan menanggapi perselisihan dagang tersebut. Namun, ketika perang dagang pecah, hal ini akan menjadi situasi yang merugikan bagi Amerika Serikat dan Tiongkok dalam jangka panjang, serta seluruh perekonomian di dalamnya. Karena situasi berubah dengan cepat, kami berharap pihak berwenang di Taiwan juga tidak mengambil keputusan secara terburu-buru.
Presiden AS Donald Trump mengatakan pekan lalu bahwa AS akan mengenakan tarif tambahan sebesar 25 persen terhadap barang-barang Tiongkok senilai US$50 miliar mulai 6 Juli, termasuk mesin, robotika, peralatan ruang angkasa, perangkat teknologi informasi, dan suku cadang mobil. Tiongkok merespons dalam beberapa menit dengan mengenakan tarif sebesar 25 persen terhadap barang-barang AS, termasuk kedelai dan kendaraan listrik, yang juga mulai berlaku pada tanggal 6 Juli.
Tiga hari kemudian, presiden AS memerintahkan kantor perdagangannya untuk mencari barang-barang Tiongkok senilai US$200 miliar untuk dijadikan sasaran, sehingga menimbulkan dampak di pasar keuangan global. Tak lama setelah ancaman Trump, Kementerian Perdagangan Tiongkok mengeluarkan tanggapan, dengan mengatakan bahwa ancaman terbaru berupa tarif yang lebih besar melanggar negosiasi dan konsensus yang dicapai sebelumnya antara AS dan Tiongkok.
Dalam eskalasi dan pembalasan seperti ini, masing-masing negara mempunyai pola yang dapat diprediksi dalam merespons negara lain dengan segera dan dengan tarif yang cukup ketat. Namun strategi AS yang menerapkan langkah-langkah proteksionis sepihak dan mengharapkan konsesi luas dari Beijing tidak realistis dan merugikan diri sendiri dalam jangka pendek, bahkan jika mereka memiliki target yang tepat: meningkatkan neraca perdagangan.
Sayangnya, penerapan setiap tarif yang begitu cepat dan tegas hanya menyisakan sedikit peluang untuk negosiasi, dan sekaligus menjadi preseden baru yang berbahaya. Namun, jika tarif yang besar tersebut menyebabkan penurunan ekspor Tiongkok ke AS, hal ini akan berdampak pada seluruh perekonomian di kawasan. Lalu pertanyaannya adalah apakah dampak ekonomi tersebut juga bermanfaat bagi ekspor Amerika. – Dari China Post