Peraturan seragam sekolah yang baru menimbulkan kekhawatiran tentang beban keuangan dan diskriminasi

18 Oktober 2022

JAKARTA – Peraturan menteri baru yang mengizinkan pemerintah daerah untuk mengontrol pakaian tradisional sebagai seragam sekolah telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan orang tua dan pakar pendidikan tentang beban keuangan dan praktik diskriminatif.

Dalam Peraturan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang ditandatangani Menteri Nadiem Makarim pada 7 September, pemerintah daerah bisa mengatur penggunaan pakaian adat yang dikenakan siswa di sekolah.

Bagi Nandita Perdana (41), ibu rumah tangga dengan tiga anak laki-laki di Depok, Jawa Barat, membeli pakaian adat sebagai seragam sekolah berarti harus mengeluarkan anggaran tambahan.

Ia menceritakan, putra sulungnya, 9 tahun, saat ini duduk di bangku kelas empat sekolah dasar negeri (SDN) di Depok. Saat anak sulungnya mulai bersekolah pada tahun 2019, selain membeli seragam sekolah nasional, seragam pramuka, dan celana putih, Nandita juga menghabiskan sekitar Rp 560.000 (US$ 36,19) untuk membeli tiga jenis seragam yang akan dikenakan di sekolah: seragam pendidikan jasmani seragam, baju koko, dan kemeja batik gaya depok.

“Saya kira tidak perlu menjadikan baju adat sebagai (tambahan) seragam sekolah. Beberapa sekolah menyarankan siswanya untuk mengenakan pakaian tradisional pilihan mereka saat Hari Kemerdekaan,” kata Nandita, Jumat.

Ia mengatakan, para orang tua sudah mengeluarkan uang untuk berbagai kebutuhan dan kegiatan anaknya, seperti biaya kegiatan ekstrakurikuler.

Nandita khawatir sekolah justru memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mengambil keuntungan dengan menjual pakaian adat sebagai seragam sekolah, alih-alih berfokus pada isu-isu yang sebenarnya relevan dengan pengajaran anak.

Sementara itu, Maureen Elizabeth Hartog, 44, seorang manajer media sosial yang putranya berusia 10 tahun saat ini duduk di bangku kelas empat sekolah swasta online yang berbasis di Bali, mengatakan dia tidak keberatan jika pakaian tradisional menjadi bagian dari seragam sekolah. di mana pun di negara ini.

Maureen dan keluarganya pindah ke Sampit, Kalimantan Tengah sejak Desember 2020 setelah pindah ke sana dari Jimbaran di Badung, Bali di masa pandemi.

Sekolah tempat putranya bersekolah di Denpasar, Bali, sudah memiliki peraturan yang mewajibkan siswanya mengenakan pakaian adat Bali sebagai seragam sekolah.

Keputusan Gubernur (Pergub) Bali No. 79 Tahun 2018 tentang Pakaian Adat menyatakan bahwa pakaian adat Bali wajib dikenakan di instansi pemerintah dan swasta setiap hari Kamis, hari purnama, bulan baru, dan hari jadi Provinsi Bali pada tanggal 14 Agustus.

“Bagi saya sebagai orang tua, hal ini tidak terlalu merepotkan karena pakaian adat Bali hanya dikenakan satu hari dalam seminggu dan siswa diperbolehkan memilih jenis pakaian adat etnik lainnya,” kata Maureen, Jumat.

Ia mengaku tidak keberatan jika peraturan serupa diterapkan di daerah lain karena ia mencintai budaya dan pakaian tradisional Indonesia.

Tingkatkan ketegangan

Ubaid Matraji, koordinator nasional Jaringan Pengawas Pendidikan Indonesia (JPPI), mengatakan bahwa peraturan tersebut dapat memberikan tekanan finansial pada orang tua dan juga dapat digunakan untuk mendiskriminasi siswa dari kelompok minoritas.

Ubaid menggarisbawahi, tidak ada satu daerah pun di Indonesia yang memiliki budaya unik dan jika ada pakaian adat tertentu yang dijadikan seragam sekolah, maka siswa dari kelompok minoritas bisa terpaksa mengikuti arahan mayoritas.

“Anak-anak ini bisa diasingkan oleh lingkungannya karena kebijakan itu,” kata Ubaid, Jumat.

Ia mengatakan bahwa lembaga pendidikan harus inklusif dan terbuka bagi siapa pun, termasuk mereka yang rentan terhadap diskriminasi, dan kebijakan apa pun yang dapat meminggirkan kelompok minoritas tidak boleh ditegakkan.

Keputusan menteri itu harus dicabut, kata Ubaid.

Secara terpisah, Juru Bicara Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Anang Ristanto mengatakan aturan seragam sekolah baru tidak wajib dan pemerintah daerah bisa memilih untuk tidak menerapkannya.

Peraturan tersebut dimaksudkan untuk mengakomodir berbagai peraturan daerah (yang ada) tentang penggunaan pakaian adat bagi pelajar pada hari-hari tertentu, kata Anang, Jumat.

Ia juga menekankan bahwa peraturan tersebut menyatakan bahwa pembelian seragam sekolah tidak boleh memberikan tekanan keuangan lebih lanjut pada siswa dari keluarga berpenghasilan rendah.

judi bola

By gacor88