16 September 2022
JAKARTA – Kinerja impor dan ekspor Indonesia memecahkan rekor sepanjang masa pada bulan Agustus karena volume penjualan komoditas yang belum pernah terjadi sebelumnya, sehingga memberikan prospek positif bagi perekonomian seiring dengan upaya negara ini untuk menahan dampak kenaikan harga bahan bakar bersubsidi.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pada hari Kamis bahwa ekspor bulan Agustus naik 30,15 persen tahun-ke-tahun (yoy) menjadi US$27,91 miliar, melampaui rekor sebelumnya sebesar $27,32 miliar pada bulan April. Minyak kelapa sawit mentah (CPO), logam dan mesin listrik terutama mendukung pertumbuhan ekspor.
Sementara itu, impor meningkat 32,81 persen menjadi $22,15 miliar, didukung oleh mesin mekanik dan listrik, yang menunjukkan kuatnya industri manufaktur karena indeks manajer pembelian (PMI) dalam negeri mencapai 51,7 poin di bulan yang sama.
“Kinerja ekspor komoditas utama (…) masih dalam kondisi baik karena volume penjualan meningkat meski harga (komoditas) sedang turun,” kata Wakil Kepala Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto dalam keterangannya. kata konferensi pers.
Hasilnya, surplus perdagangan Indonesia berhasil mencapai $5,76 miliar pada bulan Agustus, melonjak 21 persen dari bulan sebelumnya sebesar $4,22 miliar, sekaligus menandai surplus selama 28 bulan berturut-turut.
Para ekonom melampaui perkiraan mereka, dengan Bank Mandiri milik negara dan firma riset keuangan Moody’s Analytics memperkirakan surplus masing-masing sebesar $3,69 miliar dan $4,4 miliar.
Meningkatnya permintaan CPO
Data BPS juga menunjukkan kinerja ekspor bulanan pada Agustus ditopang oleh penjualan CPO yang naik 25,40 persen, disusul logam dan mesin listrik masing-masing sebesar 14,38 persen dan 21,16 persen.
Meski harga komoditas global lebih rendah dibandingkan rekor harga tertinggi bulan sebelumnya, Setianto menambahkan, volume ekspor beberapa komoditas utama meningkat tajam pada Agustus.
Volume ekspor CPO melonjak 55,77 persen bulan ke bulan (mtm) menjadi 3,6 juta ton, yang merupakan kenaikan tertinggi tahun ini, meskipun harga CPO turun 10,15 persen yoy menjadi $1.026 per ton.
Secara nominal, ekspor CPO mencapai $3,7 miliar pada bulan Agustus, dengan klaim sebagian besar berasal dari India, Tiongkok, dan Mesir.
Sementara itu, volume batubara yang diekspor sebesar 32,77 ton pada bulan Agustus, naik 10,46 persen y-o-y, namun turun 2,03 persen mtm. Dari segi nilai, ekspor batu bara mencapai $4,4 miliar di bulan yang sama. Bahkan ketika harga bulanan turun sebesar 5,35 persen, komoditas tersebut masih mengalami kenaikan harga tahunan sebesar 110,3 persen menjadi $290 per ton.
Ekspor logam mencapai $2,3 miliar, dengan volume 1,35 juta ton, meskipun harga turun 32,87 persen tahun-ke-tahun menjadi $108 per ton. Barang elektronik, mesin dan mineral juga menyumbang sebagian besar impor non-migas.
David Sumual, Ekonom Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), mengatakan peningkatan impor yang besar diperkirakan terjadi karena perekonomian terus tumbuh.
Ia juga menjelaskan, lonjakan ekspor CPO yang signifikan didorong oleh pengecualian larangan ekspor yang dikeluarkan pemerintah, ditambah dengan pengurangan bea keluar yang baru diberlakukan yang pada akhirnya memicu permintaan global terhadap komoditas tersebut.
“Memang harga komoditas cenderung turun sejak Juni, namun harga gas alam masih relatif tinggi,” kata David kepada The Jakarta Post, Kamis.
Pakar komoditas Bank Mandiri Ahmad Zuhdi Dwi Kusuma mengatakan, pola yang terlihat dari pencabutan larangan ekspor batu bara juga terlihat dari keluarnya larangan ekspor CPO, dimana volume ekspor meningkat beberapa bulan setelah larangan tersebut dicabut.
“Sekarang adalah waktunya bagi CPO untuk memulihkan permintaannya karena mungkin kontrak pengiriman sudah mulai berjalan kembali di tengah rendahnya harga,” kata Ahmad kepada Post, Kamis.
Ekonom lain di BUMN pemberi pinjaman tersebut, Faisal Rachman, menambahkan, selain faktor musiman permintaan India, kebijakan luar negeri juga berperan dalam kinerja ekspor CPO karena permintaan yang kuat mungkin berasal dari Tiongkok karena komitmen yang dibuat pada Juli lalu. mengimpor satu juta ton CPO dari Indonesia.
Mengenai batubara, meskipun musim dingin di Eropa mungkin masih mempertahankan surplus perdagangan saat ini, volume ekspor mungkin masih menyusut karena negara-negara UE cenderung memilih untuk menggunakan timbunan batubara mereka.
“Ada risiko resesi global yang akan memberikan tekanan pada harga komoditas,” kata Faisal kepada Post pada hari Kamis.
Bank Mandiri memperkirakan surplus neraca transaksi berjalan sebesar 0,0 hingga 0,45 persen terhadap produk domestik bruto pada tahun 2022.