27 Juni 2023
JAKARTA – Ketika Presiden Joko “Jokowi” Widodo segera memasuki tahun terakhir masa jabatannya yang kedua dan terakhir, ia tidak perlu mengambil tindakan fiskal yang populis, namun tidak bijaksana, pada tahun pemilu 2024. Ia mempunyai posisi yang lebih baik untuk meninggalkan warisan yang baik dalam bentuk reformasi yang gencar, meskipun secara politis tidak populer, demi kebaikan jangka panjang perekonomian dan manajemen fiskal.
Sayangnya, usulan pemerintah terhadap APBN 2024 yang sedang dibahas di DPR memuat beberapa alokasi anggaran yang besar dan terkesan “populis” yang tidak sejalan dengan pengelolaan fiskal yang hati-hati. Kami memiliki pandangan yang sama dengan banyak analis bahwa peningkatan hampir 15 persen yang direncanakan dalam anggaran program bantuan sosial dan lebih dari 10 persen peningkatan subsidi bahan bakar fosil pada tahun 2024 tampaknya merupakan pengeluaran anggaran yang “dipolitisasi”.
Kesimpulan tersebut tidak bisa kita hindari jika melihat bagaimana Jokowi terang-terangan berkampanye mendukung calon yang ia dukung pada Pilpres 14 Februari 2024.
Pemerintah seharusnya menyadari bahwa meskipun perekonomian telah pulih ke pertumbuhan tahunan sebesar 5 persen, tidak akan ada lagi rejeki nomplok pendapatan dari komoditas seperti mineral dan minyak sawit pada tahun depan. Harga komoditas turun, meski bertahap, karena melemahnya permintaan pasar di tengah ketidakpastian perekonomian global dan risiko geopolitik.
Pemerintah mengklaim bahwa tujuan dari bantuan sosial yang jauh lebih besar yaitu Rp 547 triliun (US$36,46 miliar) adalah untuk memberantas kemiskinan ekstrem, yang didefinisikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai penduduk dengan pengeluaran bulanan per kapita kurang dari Rp 325.000.
Tujuannya cukup mulia, namun mengingat kurangnya kapasitas kelembagaan pemerintah untuk melaksanakan program jaring pengaman sosial dan tidak dapat diandalkannya data serta pemetaan masyarakat miskin, kami khawatir akan risiko penyalahgunaan yang lebih luas dan bentuk-bentuk penyelewengan lainnya. Laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) anggaran 2022 mengungkap adanya penyelewengan penyaluran bansos sebesar Rp 185 miliar.
Pemerintah belum mengintegrasikan berbagai (lebih dari 10) komponen bantuan sosial untuk mengoptimalkan efektivitas dan efisiensi keseluruhan program. Terbatasnya koordinasi dan pembagian data antar pemangku kepentingan telah menyebabkan pemisahan program yang tidak tepat sasaran yang menargetkan kelompok orang yang hampir sama. Proses penyampaian yang terpisah yang dilakukan oleh lembaga pelaksana yang berbeda juga membahayakan penargetan dan cakupan.
Hanya sistem perlindungan sosial yang benar-benar terintegrasi berdasarkan database tunggal yang seragam dan dimiliki bersama oleh seluruh kementerian dan lembaga terkait yang akan mampu mengatasi permasalahan tersebut.
Kenaikan subsidi bahan bakar sebesar lebih dari 10 persen dan terus digunakannya mekanisme harga bahan bakar tetap tidak hanya akan meniadakan seluruh komitmen pemerintah untuk melakukan transisi yang lebih cepat ke energi bersih dan terbarukan, namun juga membuat pengelolaan fiskal menjadi sangat rentan terhadap fluktuasi minyak internasional yang sangat fluktuatif. harga.
Saat ini kita bergantung pada impor untuk sekitar 60 persen kebutuhan bahan bakar kita, yaitu sekitar 1,6 juta barel per hari. Subsidi bahan bakar akan berkurang dari Rp 551 triliun pada tahun lalu menjadi total yang dianggarkan sebesar Rp 340 triliun pada tahun ini hanya karena turunnya harga minyak internasional dari rata-rata $100/barel pada tahun 2022 menjadi sekitar $84 pada tahun ini.
Subsidi bahan bakar telah menjadi masalah yang berulang dalam perekonomian, membebani anggaran negara, memberikan dukungan yang tidak adil terhadap bahan bakar fosil, dan menunda transisi energi ramah lingkungan yang telah lama ditunggu-tunggu, termasuk kendaraan listrik.
Mekanisme penetapan harga bahan bakar, yang menggunakan sistem harga tetap yang mensubsidi harga bahan bakar dalam negeri agar tetap di bawah harga pasar, didasarkan pada landasan yang sudah ketinggalan zaman. Kami sering menyarankan agar mekanisme harga bahan bakar bersubsidi seperti bensin Pertalite, solar dan minyak tanah didesain ulang sedemikian rupa sehingga secara bertahap membawa bahan bakar mendekati harga pasar namun tetap mengurangi paparan terhadap guncangan harga.
Jokowi akan meninggalkan warisan kebijakan energi yang baik jika ia menetapkan peta jalan yang jelas, termasuk langkah-langkah jangka pendek dan menengah, untuk secara bertahap menghapuskan subsidi bahan bakar fosil, dan menyampaikan secara efektif tentang pemborosan uang pembayar pajak yang sangat besar. menjelaskan manfaat reformasi dan membangun dukungan publik.