7 Juni 2023
JAKARTA – Saat mengumumkan rencana pemerintah untuk meluncurkan program visa emas, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengatakan kebijakan tersebut akan menjadi “pengubah permainan” dalam upaya menarik lebih banyak tenaga kerja asing dan investasi untuk menarik negara.
Menteri yang rupanya berusaha untuk terpilih menjadi wakil presiden untuk kedua kalinya, berada di ambang batas. Pertanyaannya adalah apakah pemerintah akan memenuhi janjinya.
Posisi kami mengenai imigrasi tidak pernah berubah: Kami mendukung migrasi warga negara asing ke negara tersebut karena adanya manfaat sosial dan ekonomi, pasar tenaga kerja yang lebih kompetitif, perekonomian yang lebih kuat, dan masyarakat yang lebih dinamis.
Namun rincian mengenai program ini masih minim. Kita tahu bahwa visa ini dimaksudkan “untuk menarik talenta berkualitas di bidang digitalisasi, kesehatan, penelitian dan teknologi.” Hal ini juga diharapkan dapat mendatangkan lebih banyak “digital nomads dan wirausahawan untuk berinvestasi di Indonesia.” Namun kita tahu bahwa masalahnya ada pada detailnya, seberapa menarikkah program ini bagi orang asing?
Pemerintah menawarkan orang asing yang memenuhi syarat izin tinggal hingga 10 tahun, layanan imigrasi yang efisien, kelayakan untuk membeli aset di Indonesia dan jalur cepat untuk mendapatkan kewarganegaraan, menurut situs web Sekretariat Kabinet pada bulan April. Program ini, katanya, memenuhi syarat bagi investor asing, pekerja berketerampilan tinggi, dan pensiunan berpenghasilan tinggi.
Namun, tidak jelas berapa banyak orang asing yang harus berinvestasi agar memenuhi syarat untuk mengikuti program ini dan menikmati manfaatnya. Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyarankan jumlah awal investasi bisa mencapai Rp 30 miliar (US$2 juta). Masih harus dilihat apakah jumlah tersebut cukup menarik atau terlalu mahal bagi investor.
Sebagai gambaran, negara yang lebih kecil seperti Saint Kitts dan Nevis telah menetapkan angka investasinya sebesar $150,000, sementara Amerika Serikat menetapkannya sebesar $1,05 juta.
Terlepas dari apakah jumlah tersebut masuk akal, kami mengingatkan pemerintah untuk tidak terpaku pada jumlah uang yang dapat dikumpulkan dari program tersebut. Manfaat program visa emas lebih dari sekadar manfaat fiskal. Hal ini mendorong dialog budaya, transfer pengetahuan, dan banyak manfaat tak berwujud lainnya yang akan memberi kita keuntungan besar dalam jangka panjang.
Masuk akal jika pemerintah secara agresif menargetkan talenta asing untuk program ini sehingga lebih banyak orang dapat berpartisipasi tanpa harus melewati kendala finansial.
Kita tentu harus menerapkan pengamanan yang jelas untuk mengantisipasi pelanggaran, seperti penghindaran pajak atau pencucian uang. Pada saat yang sama, kita juga harus memastikan bahwa birokrasi, yang terkenal dengan ketidakefisienan birokrasi kita, tidak menggagalkan implementasi kebijakan.
Perlu dicatat bahwa ini adalah kebijakan visa kedua yang diluncurkan pemerintah dalam beberapa bulan terakhir. Pada bulan Oktober tahun lalu, mereka meluncurkan program visa rumah kedua yang ditujukan bagi orang asing lanjut usia kaya yang ingin pensiun ke tujuan wisata. Hal ini memungkinkan orang asing untuk tinggal hingga 10 tahun jika mereka dapat memberikan bukti dana sebesar Rp 2 miliar ($128,559) di rekening bank Indonesia atau bukti kepemilikan properti mewah di negara tersebut.
Namun, kebijakan ini telah berubah menjadi mimpi buruk bagi ekspatriat yang sudah lama bergantung pada Izin Sementara Terbarukan (KITAS), yang berlaku hingga satu tahun, dengan biaya antara Rp 750.000 dan Rp 12 juta, atau kurang dari $805, namun diperkirakan akan beralih ke kebijakan tersebut. program. Pemerintah kemudian memilih untuk mengabaikan kebijakan transisi tersebut.
Visa emas jelas merupakan ide bagus. Namun pemerintah harus menguraikan rencananya dengan hati-hati untuk memastikan keberhasilannya, atau berisiko menjadikannya peluang lain yang terlewatkan.