RUU Omnibus Finance Baru yang Memungkinkan Politisi Mengatur Bank Indonesia

12 Oktober 2022

JAKARTA – DPR menyimpulkan rapat paripurna pada 20 September di mana RUU reformasi sektor keuangan omnibus ditetapkan sebagai RUU yang diusulkan oleh parlemen. RUU tersebut memperkenalkan perubahan signifikan dari draf awal yang diusulkan oleh pemerintah bersama parlemen pada tahun 2020, beberapa di antaranya sangat kontroversial.

Salah satu perubahan draf final yang paling kontroversial adalah kualifikasi Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI). Persyaratan dan syarat pencalonan calon gubernur diatur dalam UU No. 23/1999 tentang BI. Dalam undang-undang itu, pasal 47 memiliki tiga pasal, yakni pasal c yang secara khusus menyatakan bahwa “pengurus atau anggota partai politik tidak dapat bergabung dengan dewan gubernur BI”. RUU omnibus baru berencana untuk menghapus pasal c dari undang-undang, yang memungkinkan politisi untuk mengatur bank sentral.

Perubahan ini langsung ditentang oleh banyak ekonom dan akademisi dengan berbagai alasan, terutama potensi konflik kepentingan. Seorang politisi memiliki kewajiban inheren untuk bekerja demi kepentingan partai politiknya, yang terbukti dalam sejarah Indonesia. Sebelum reformasi BI tahun 2004, bank sentral merupakan lembaga di bawah pemerintah dan kebijakan moneter digunakan sebagai alat politik.

Perubahan baru ini menambah kekhawatiran lama bahwa omnibus bill akan mengurangi independensi regulator keuangan di Komite Stabilitas Sistem Keuangan (FSSC). Dalam draf RUU Cipta Kerja awal tahun 2020, kewenangan Menteri Keuangan akan ditingkatkan dari koordinator menjadi ketua panitia, memberikan peran pengawasan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Jika RUU ini disahkan, LPS memerlukan persetujuan anggaran dan rencana kerja tahunan dari Menteri Keuangan, sedangkan OJK perlu mendiskusikan anggaran dan rencana kerja tahunannya dengan pemerintah dan, melalui perwakilan menteri, disetujui oleh Menteri Keuangan. rumah harus . (Baca: RUU Omnibus Finance Kurangi Independensi BI, OJK, LPS)

Perubahan kontroversial RUU omnibus tidak berhenti sampai di situ. Selain mengurangi independensi regulator keuangan, RUU baru ini juga akan berdampak langsung pada sektor komersial dengan memberlakukan regulasi yang lebih ketat pada bank.

RUU yang diusulkan pada tahun 2020 menambahkan pasal 8A dengan undang-undang no. 7/1992 tentang perbankan, yang mengamanatkan bahwa bank umum harus menyesuaikan ambang batas suku bunganya dalam waktu tujuh hari setelah BI menetapkan target suku bunga. Rancangan terbaru Komisi XI DPR, yang membidangi urusan keuangan, menghilangkan tenggat waktu tujuh hari dan memungkinkan diatur oleh peraturan OJK yang baru. Belum ada indikasi berapa lama batas waktu yang akan ditetapkan dalam rencana POJK tersebut, namun para bankir mengharapkan kelonggaran yang jauh lebih luas karena perkiraan rata-rata waktu yang dibutuhkan bank untuk mengadopsi suku bunga BI jika diserahkan kepada mekanisme pasar, bervariasi antara tiga dan enam bulan.

Apalagi

Waktu yang dibutuhkan bank untuk menyesuaikan suku bunga tergantung pada operasi dan ukurannya. Semakin banyak pinjaman jangka panjang yang dibuat bank dan semakin sedikit likuiditas yang mereka miliki, semakin banyak waktu yang mereka butuhkan untuk menyesuaikan operasi dan arus kas mereka untuk menerima suku bunga bank sentral. Oleh karena itu, undang-undang tersebut akan lebih mempengaruhi bank-bank kecil.

RUU omnibus berencana membuat tenggat waktu yang lebih ketat dapat dicapai oleh bank dengan memperpanjang LPS. Untuk itu, RUU tersebut akan menambah pasal 20A pada UU No. 24/2004 tentang LPS. Perubahan ini menghilangkan batasan yang menyatakan LPS hanya dapat memberikan pinjaman jangka pendek kepada bank yang memenuhi syarat pinjaman BI. Dengan demikian, bank-bank kecil atau bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas akan mempunyai keleluasaan lebih besar untuk menyesuaikan suku bunganya dengan lebih cepat.

Namun perluasan tugas LPS tidak berhenti sampai disitu saja. Sebelumnya, tugas utama LPS adalah sebagai penjamin simpanan bank. Namun RUU omnibus membuat LPS kini juga berperan sebagai penjamin polis asuransi. Wakil Ketua Komisi XI DPR Amir Uskara dalam rapat tersebut mengatakan akan mencakup berbagai jenis asuransi antara lain namun tidak terbatas pada asuransi kesehatan, pendidikan dan kendaraan.

Apa yang kami dengar

Sumber yang mengetahui proses penyusunan RUU Omnibus Law menjelaskan, Partai Demokrat Perjuangan (PDIP) berperan besar dalam menciptakan peluang bagi politisi untuk memerintah bank sentral. Mereka gencar mendorong penghapusan klausul yang mencegah anggota partai politik bergabung dengan dewan gubernur. “Meski sembilan partai menyetujui usulan tersebut, PDIPlah yang menjadi penggerak utamanya,” kata petinggi partai itu.

Sumber yang sama menambahkan, upaya merevisi usulan peraturan Bank Indonesia (BI) lainnya telah diupayakan jauh sebelum omnibus bill menjadi perbincangan. Yang mengusulkan perubahan ini adalah PDIP. “Perubahan ini akhirnya dihapus dari draf revisi UU BI. Namun, itu akan sering menemukan jalannya kembali ke draf,” tambah sumber itu. Hal yang sama juga terjadi saat RUU Cipta Kerja dibuat.

Untuk mempercepat prosesnya, DPR mengambil RUU omnibus dan menjadikannya sebagai inisiatif DPR saat dengar pendapat di bulan September. Pemrakarsa asli RUU ini adalah pemerintah dengan usulan awal dari Menteri Keuangan Sri Mulyani, namun komponen omnibus law telah berubah drastis.

Penafian

Konten ini disediakan oleh Tenggara Strategics bekerja sama dengan The Jakarta Post untuk menyajikan analisis lanskap politik dan bisnis Indonesia terkini yang komprehensif dan andal. Akses edisi terbaru kami untuk membaca artikel di bawah ini:

Politik

  1. Survei CSIS menunjukkan pemilih muda menginginkan perubahan, bukan Prabowo
  2. Nadiem memicu kontroversi baru dengan ‘organisasi bayangannya’
  3. Pencarian kandidat VP terbaik dimulai
  4. ‘Sekretariat Bersama’ Prabowo-Jokowi ingin mempertahankan kekuasaan Jokowi

Bisnis dan ekonomi

  1. Jokowi tingkatkan produksi mobil listrik dalam negeri dengan Inpres No. 7/2022
  2. Pemerintah sedang mencari jaringan gas yang terbengkalai untuk mengurangi impor LPG
  3. Inflasi meningkat pada bulan September, yang tertinggi sejak 2014.

By gacor88