23 Februari 2022
KUALA LUMPUR – Sejumlah amandemen konstitusi akan diajukan ke Dewan Rakyat bulan depan untuk mengakhiri perpindahan partai “untuk selamanya”, kata Datuk Seri Dr Wan Junaidi Tuanku Jaafar.
Menteri di Departemen Perdana Menteri yang membidangi Hukum dan Parlemen mengatakan usulan amandemen tersebut akan diajukan dalam rapat Dewan Rakyat mulai tanggal 28 Februari dan akan disetujui pada tanggal 24 Maret.
“Daripada memperkenalkan seperangkat undang-undang baru yang dapat ditantang di pengadilan karena konstitusionalitasnya, kami melihat Konstitusi itu sendiri sebagai dasar untuk menghentikan perpindahan partai untuk selamanya.
“Saya masih dalam jalur untuk menyerahkan amandemen tersebut pada pertengahan Maret,” katanya kepada The Star kemarin.
Ia mengatakan kemarin, kamar Kejaksaan Agung diberitahu untuk mulai menyelesaikan usulan amandemen agar siap untuk sidang Parlemen mendatang. Dia mencatat bahwa komite bipartisan yang dibentuk untuk menyelidiki perpindahan partai merasa puas dengan masukan yang diberikan setelah beberapa sesi diskusi dengan para pemangku kepentingan, termasuk anggota parlemen.
Di antara amandemen tersebut, ujarnya, adalah amandemen yang melibatkan pasal 48 dan 54 terkait dengan diskualifikasi anggota parlemen terpilih dan penunjukan untuk mengisi jabatan senator yang kosong di Dewan Negara.
“Kami tidak hanya mempertimbangkan diskualifikasi mereka yang berpindah partai tetapi juga menghentikan penunjukan mereka untuk mengisi kekosongan di Senat,” katanya.
Dia menekankan bahwa tidak ada niat untuk memperkenalkan undang-undang baru untuk menghukum para pelompat partai.
“Tidak akan ada hukuman fisik terhadap penghasut partai,” tegasnya.
Sebaliknya, mekanisme serupa dengan pemilu ulang dapat diterapkan untuk memberikan hak kepada pemilih untuk menentukan nasib mereka yang memilih partai.
Wan Junaidi masih bungkam mengenai rincian amandemen tersebut.
Tunggu dan lihat kapan diajukan, katanya.
Pemerintah Nasional Perikatan dan koalisi oposisi Pakatan Harapan menandatangani nota kesepahaman (MOU) pada bulan September tahun lalu yang bertujuan untuk reformasi dan stabilitas politik bangsa.
Reformasi tersebut mencakup pemberlakuan undang-undang anti-harapan dan membatasi jabatan perdana menteri menjadi dua periode. Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat juga tekanan dari masyarakat sipil dan partai politik untuk mengeluarkan undang-undang yang melarang perpindahan partai.
Hal ini terjadi setelah pemerintah federal dan beberapa negara bagian runtuh karena pembelotan.
“Gerakan Sheraton” pada Februari 2020 menyebabkan runtuhnya pemerintahan federal Pakatan Harapan, ketika sejumlah anggota parlemen membelot untuk membantu membentuk pemerintahan Nasional Perikatan.
Selanjutnya, pemerintahan negara bagian Melaka, Kedah, Perak dan Johor yang sebelumnya dipimpin oleh Pakatan Harapan juga tumbang karena pembelotan.
Pemilu Sabah pada bulan Juli 2020 juga diwarnai oleh pembelotan, setelah majelis negara bagian menarik dukungan mereka terhadap pemerintahan yang dipimpin Parti Warisan Sabah.
Pada bulan November tahun lalu, anggota parlemen Pengerang dan anggota dewan tinggi UMNO Datuk Seri Azalina Othman Said mengajukan rancangan undang-undang anggota swasta dalam upaya untuk mengatasi masalah ini.
RUU yang diusungnya bertajuk RUU UUD (Amandemen) 2021 dan RUU Pertanggungjawaban Politik dan Harapan Partai 2021.
Di antara usulan Azalina adalah agar perwakilan terpilih yang berpindah partai mengosongkan kursi mereka dan mengadakan referendum untuk memungkinkan para pemilih memutuskan apakah seorang wakil terpilih harus diganti atau tidak.