22 Desember 2022
JAKARTA – Panglima TNI yang baru pensiun, Jenderal. Andika Perkasa mungkin memiliki karir yang cepat dan cemerlang, namun terlihat bagus di atas kertas jika dilihat dari populasi pemilih yang cukup besar yang masih lebih memilih calon presiden dan wakil presiden yang berlatar belakang militer, namun realpolitik di Indonesia mungkin akan segera menunjukkan bahwa hal tersebut tidak cukup.
Sebelum mengakhiri masa jabatannya sebagai Panglima TNI, Andika kerap mendapat pertanyaan terkait rencananya terjun ke dunia politik dan mengikuti pemilu 2024 setelah pensiun.
Namun jenderal berusia 58 tahun itu juga beberapa kali memberi isyarat bahwa dirinya tidak benar-benar pensiun. “Saya ingin terus produktif (…) Kita bertemu lagi, Anda tidak perlu khawatir,” ujarnya awal bulan ini di Jakarta Utara.
Andika, lulusan Akademi Militer angkatan 1987 di Magelang, Jawa Tengah, mengawali karirnya di pasukan khusus elit Angkatan Darat (Kopassus). Ia kemudian naik pangkat setelah Presiden Joko “Jokowi” Widodo berkuasa pada tahun 2014, setelah diangkat menjadi Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres), posisi yang dijabatnya hingga tahun 2016.
Ia dengan cepat dipromosikan pada tahun-tahun berikutnya untuk memungkinkan loyalis Jokowi mengambil kendali militer menjelang pemilihan umum tahun 2019. Selama empat bulan pada tahun 2018, sebagai jenderal bintang tiga, ia memegang jabatan berpengaruh yaitu Panglima Angkatan Darat. Komando Cadangan Strategis (Kostrad). Pada tahun yang sama ia menjadi panglima angkatan darat.
Banyak yang mempertanyakan kredibilitasnya ketika ia mengambil alih komando TNI tahun lalu dari Marsekal Hadi Tjahjanto, sekutu dekat Jokowi lainnya yang memimpin pangkalan udara di Surakarta, Jawa Tengah, ketika Jokowi masih menjadi wali kota. Pada saat itu, Andika menghabiskan sebagian besar karirnya belajar di luar negeri sehingga kurang memiliki pengalaman operasional.
Banyak yang percaya bahwa kenaikan pesat Andika di militer mungkin ada hubungannya dengan ayah mertuanya, purnawirawan Jenderal AM Hendropriyono, mantan kepala intelijen pada masa kepresidenan Megawati Soekarnoputri dan loyalis Jokowi saat ini.
Selama setahun menjabat Panglima TNI, muncul spekulasi bahwa Andika sedang mencari cara untuk mendongkrak popularitasnya agar bisa ikut serta dalam pemilu 2024, termasuk memperluas dan mengambil alih tugas penyelenggaraan latihan Garuda Shield dari KSAD Jenderal. Dudung. Abdurachman, yang membuat kesal beberapa petinggi militer. Perisai Super Garuda berikutnya, yang diadakan pada bulan Agustus, disebut-sebut sebagai latihan gabungan terbesar yang pernah dilakukan Amerika Serikat dan berperan penting dalam menghangatkan hubungan militer AS-Indonesia.
Andika juga mencabut larangan merekrut keturunan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) ke dalam militer, sehingga mendapat pujian dari kelompok hak asasi manusia sekaligus menimbulkan pertanyaan tentang upaya untuk meningkatkan kredibilitasnya yang pro-hak asasi manusia.
Meskipun ia menghindari ambisi politik apa pun saat ia pertama kali menduduki jabatan puncak, pensiunnya ia telah memicu perbincangan mengenai apakah ia akan menapaki jalur politik dan meraih jabatan tinggi pada tahun 2024.
Anak baru di blok itu
Namun politik adalah permainan yang sangat berbeda, kata Made Supriatma, peneliti tamu Program Studi Indonesia di ISEAS-Yusof Ishak Institute.
Di negara yang konstitusinya mewajibkan partai politik untuk mencalonkan calon presiden, Andika, yang tidak memiliki “akar kuat” di partai mana pun, harus membuktikan banyak hal.
“Politik partai dan politik militer adalah dua realitas yang sangat berbeda. Dia perlu memulai kembali dan bekerja dari bawah untuk membangun kredibilitas dan membuktikan bahwa dia layak menjadi politisi yang cakap,” kata Made kepada The Jakarta Post.
Partai NasDem sebelumnya menyebut Andika di antara tiga calon presiden pilihannya, sebelum akhirnya menyatakan mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan sebagai calon pilihannya.
Dengan latar belakang nasionalis sekulernya, Andika kini disebut-sebut sebagai calon potensial Anies, karena keberhasilan Anies dalam pemilu gubernur Jakarta tahun 2017 sangat dipengaruhi oleh politik identitas agama.
Ada pula yang berpendapat bahwa ia berpotensi menjadi calon wakil presiden putri Megawati, Puan Maharani, yang kemungkinan akan menjadi calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Namun sesama purnawirawan militer dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, yang juga merupakan kandidat terdepan untuk posisi wakil presiden, tidak akan terlalu tertarik dengan gagasan untuk ditantang oleh Andika, kata Made.
“Bahkan AHY yang belum berpengalaman pun akan bertanya kepadanya: ‘Siapa kamu? Saya mencalonkan diri sebagai gubernur meskipun saya kalah. Saya mengalahkan mantan jenderal yang mencoba mengambil alih partai saya.’”
Lapangan yang ramai
Menurut beberapa jajak pendapat publik, masih banyak pemilih yang lebih memilih pemimpin berlatar belakang militer karena mereka dinilai tegas dan memiliki kualitas kepemimpinan yang kuat.
Namun, sebagai orang termuda yang berkarier di militer yang bersaing memperebutkan tiket pemilu 2024, Andika memiliki nilai elektabilitas yang relatif rendah dibandingkan dengan Agus atau Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, namun merupakan pensiunan jenderal dan tiga orang. waktu pemilihan calon.
“Jika dia memiliki kemauan dan keberanian untuk mencalonkan diri pada tahun 2024, dia memiliki waktu kurang dari satu tahun untuk membangun basis dukungan dan meyakinkan partai-partai untuk mendukung pencalonannya. Namun hal itu tidak akan mudah karena banyak pemain di lapangan,” kata Ahmad Khoirul Umam, dosen Universitas Paramadina.