13 September 2022
JAKARTA – Dalam kunjungannya baru-baru ini ke Mimika, Papua, Presiden Joko “Jokowi” Widodo dengan bangga memperkenalkan penggunaan teknologi generasi kelima (5G) untuk raksasa pertambangan PT Freeport Indonesia. Dengan diluncurkannya 5G di Freeport, Jokowi mengatakan sektor pertambangan nasional tidak akan tertinggal dari negara lain dan mampu bersaing dalam perekonomian global yang semakin digital.
Menteri BUMN Erick Thohir yang mendampingi Presiden mengatakan, penerapan 5G di sektor pertambangan sudah terjadi di Amerika Serikat, Swedia, China, dan Rusia sehingga meningkatkan produktivitas hingga 25 persen dan menurunkan biaya operasional khususnya pengeboran. , sebesar 40 dikurangi. persen dan mengurangi biaya energi sebesar 20 persen.
Ini bukan pertama kalinya pemerintah membual tentang penggunaan jaringan 5G dan dampaknya terhadap negara. Ironisnya, belum terjadi apa-apa.
Pemerintah telah mengumumkan rencana untuk melelang segmen pita frekuensi radio 2,1 GHz sebagai langkah yang dapat mempercepat adopsi 5G seiring upaya negara tersebut untuk meningkatkan kualitas dan jangkauan ekonomi digitalnya.
Meskipun ada pengumuman, segala sesuatunya berjalan lambat di lapangan. Tahun lalu, Kementerian Komunikasi dan Informatika hampir membatalkan lelang pita frekuensi 2,3 GHz yang sangat dinantikan.
Pemerintah juga belum menjawab pertanyaan mendasar di balik kualitas dan kecukupan frekuensi jaringan 5G di nusantara di tengah lambatnya lelang untuk membuka akses lebih besar terhadap frekuensi yang didedikasikan untuk teknologi tersebut. Kurangnya ketersediaan frekuensi radio menghambat perkembangan teknologi tersebut sehingga keberadaannya hampir tidak terlihat hingga saat ini.
Teknologi 5G baru diperkenalkan dan diadaptasi ke pasar Indonesia pada tahun lalu, yang berarti teknologi ini merupakan teknologi yang relatif muda untuk negara dengan perekonomian terbesar di ASEAN, sementara negara-negara lain seperti Tiongkok telah memulai uji coba 6G yang lebih kuat.
Mengutip survei Nikkei dan Cyber Creative Institute, per September 2021, beberapa negara sudah mengantre untuk mendapatkan lisensi atau paten 6G global. Tiongkok mengajukan 40 persen hak paten, Amerika Serikat 35 persen, Jepang 10 persen, Uni Eropa 9 persen, dan Korea Selatan 4 persen.
Dinamika tersebut pada akhirnya akan mendorong negara-negara lain untuk beralih ke adopsi 6G dalam beberapa tahun ke depan, sementara Indonesia masih kesulitan untuk mengadopsi 5G atau bahkan menyebarkan jaringan 4G secara merata ke seluruh pulau dan provinsi.
Kesenjangan teknologi dapat menempatkan Indonesia pada risiko semakin tertinggal, dalam hal daya saing industri telekomunikasi dan kematangan ekonomi digital negara ini, yang diperkirakan akan tumbuh secara eksponensial. Yang lebih buruk lagi, di dalam negeri, kesenjangan yang sangat besar dalam akses terhadap internet berkecepatan tinggi, seperti yang ditunjukkan secara terang-terangan oleh pandemi COVID-19, akan memperburuk kesenjangan sosial-ekonomi yang telah kita perjuangkan selama beberapa dekade.
Meskipun lelang pita 2,1 GHz dapat memberikan manfaat bagi pengembangan 5G, namun hal ini perlu dibarengi dengan perubahan lain agar dapat memberikan perbedaan yang nyata, sehingga Indonesia tetap dapat bersaing dalam perlombaan teknologi global.
Hanya melalui tambahan frekuensi yang didedikasikan untuk telekomunikasi, masyarakat Indonesia dapat mengharapkan kecepatan yang lebih baik dari penyedia layanan dalam waktu dekat.