7 Oktober 2022
JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Informatika sekali lagi menunda analog switch-off program (ASO) untuk Jakarta, membuat para ahli ragu apakah siaran televisi digital di Indonesia akan layak pada waktunya.
Kementerian pada awalnya memutuskan pada 23 September bahwa pelaksanaan ASO Jabodetabek akan dilakukan pada 5 Oktober, karena dianggap daerah paling siap, setelah memenuhi tiga parameter kesiapan.
Parameter kesiapan tersebut terdiri dari keberadaan televisi analog yang akan dimatikan, kesiapan daerah untuk bermigrasi ke televisi digital dan tersedianya set-top box (STB) digital untuk rumah tangga berpenghasilan rendah yang didukung pemerintah di daerah tersebut. dilakukan.
Namun, Asosiasi Stasiun Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) menyatakan persiapannya belum tuntas.
“ATVSI dan direksi Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) meminta ASO Jabodetabek yang dijadwalkan 5 Oktober dibatalkan dan dilanjutkan pada 2 November serentak dengan daerah lain di Indonesia,” kata Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika. Rabu Ismail.
“Atas permintaan itu, (diputuskan) ASO Jabodetabek ditunda dan digelar serentak pada 2 November pukul 12 siang,” imbuhnya.
Untuk menjustifikasi keputusan kementerian tentang tenggat waktu awal untuk Jabodetabek, Ismail mengatakan kepada pers bahwa dari sekitar 460.000 rumah tangga berpendapatan rendah di wilayah tersebut, 96,4 persen telah menerima STB.
“Salah satu alasan permohonan penundaan itu adalah kondisi aktual, kondisi objektif (di lapangan),” ujar Gilang Iskandar, Sekjen ATVSI.
Gilang mengutip sebuah laporan dari perusahaan informasi, data, dan pengukuran pasar Amerika Nielsen Holdings, yang menemukan bahwa dari 21 juta televisi yang dimiliki oleh rumah tangga Jakarta yang lebih besar, hanya 40 persen yang siap digital.
Sigit Puspito Wigati Jarot, Kepala Infrastruktur Telematika Nasional Gabungan Telematika Indonesia (Mastel), mengatakan jika data ATVSI tentang kesiapsiagaan masyarakat akurat, menunda ASO adalah pilihan bijak.
“ATVSI memiliki data kondisi riil yang menunjukkan tingkat kesiapsiagaan masyarakat masih rendah, padahal pemerintah mengatakan penyaluran STB sudah mencapai target,” ujar Sigit.
“Untuk evaluasi ke depan, dalam menentukan jadwal ASO, (semua pihak yang terlibat) harus sepaham pada setiap aspek parameter kesiapan, agar jadwal tidak terseret kembali lagi,” imbuhnya.
Lebih lanjut dikatakannya, dari segi teknis, ASO merupakan tindakan penonaktifan siaran analog, sehingga secara teknis ASO sudah layak untuk dilakukan pada batas waktu baru 2 November. Namun, kata dia, yang perlu diperhatikan adalah dampak dan risiko yang terkait. “Aspek-aspek itu harus ditangani dengan hati-hati.”
Masalah dengan tender multiplexing
Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan Jakarta Post bahwa pengambilan keputusan pada tenggat waktu bukanlah masalah sebenarnya karena sudah melibatkan anggota masyarakat, asosiasi terkait, akademisi dan pakar, tetapi lebih pada pintu tender multiplexing untuk STB.
“Yang dipertanyakan adalah komitmen tender multiplexing untuk pasokan STB. (…) Kalau semua punya (STB), bisa saja mereka sudah migrasi ke televisi digital, tapi faktanya belum,” kata Heru.
“Pengadaan STB dari pemerintah berbeda dengan yang dilakukan melalui tender multiplexing. Yang saya dengar, (jumlah STB yang dipasok) dari tender masih sedikit,” imbuhnya.
Kendati demikian, ATVSI menyatakan komitmen sebelumnya dengan Kementerian Perhubungan terkait penyediaan STB masih sesuai dengan kesepakatan, yakni 4,2 juta unit, sedangkan pemerintah akan menyediakan 1 juta unit lagi.
“(Mengingat masyarakat belum siap), kita butuh waktu paling tidak bulan depan untuk sosialisasikan (program) ini secara masif dengan kementerian agar masyarakat segera beralih (ke digital) dengan memiliki STB atau digital. penerima pesawat televisi,” kata Gilang.
“ATVSI dan LPS terkait menyatakan kesediaan dan komitmennya untuk melaksanakan semua langkah teknis penyusunan ASO, yaitu sosialisasi secara luas, penyaluran STB untuk masyarakat berpenghasilan rendah dan pemasangannya, bagi masyarakat yang berhak atas bantuan tersebut, kata Ismail.
Ini bukan pertama kalinya Kementerian Perhubungan menunda program tersebut, seperti yang telah dilakukan dua kali sebelumnya.
Pada Agustus tahun lalu, kementerian memutuskan untuk mengabaikan seluruh rencana awal dan menyusun rencana baru dalam tiga tahap, yang menyebabkan pembatalan lain karena tahap pertama yang akan dilaksanakan pada 30 April tidak sesuai dengan rencana tidak dilanjutkan. hampir gagal total.
Kementerian mengungkapkan, TVRI saat ini sedang membangun infrastruktur multiplexing untuk 22 daerah yang belum mendapatkan layanan penyiaran digital yang dibiayai oleh APBN.