Diperlukan indikator garis kemiskinan yang lebih luas agar dapat mengukur jumlah kemiskinan dengan lebih baik

18 November 2022

JAKARTA – September lalu, Bank Dunia merevisi garis kemiskinan internasional untuk memantau perkembangan kemiskinan global. Pembaruan ini bertujuan untuk lebih mencerminkan perubahan pola konsumsi di seluruh dunia dengan mengadopsi paritas daya beli (PPP) 2017 yang diumumkan pada bulan Mei tahun ini. Oleh karena itu, perbandingan kemiskinan yang lebih baik dapat dilakukan di seluruh negeri.

Dampak nyata dari pembaruan ini adalah revisi peningkatan tingkat kemiskinan, baik secara global maupun di tingkat negara, seiring dengan peningkatan titik batas dari US$1,9 menjadi $2,15 per hari. Indeks ini mencerminkan garis kemiskinan nasional yang umum di negara-negara berpendapatan rendah dan didedikasikan untuk mengukur perkembangan kemiskinan ekstrem di seluruh dunia.

Revisi tersebut meningkatkan jumlah kemiskinan ekstrem secara global dari 8,7 persen menjadi 8,9 persen pada tahun 2018. Bagi Indonesia, peningkatan tersebut sedikit lebih tinggi dari 2,2 persen menjadi 3,5 persen pada tahun 2021. Angka yang lebih baru untuk Indonesia dimungkinkan karena ketersediaan data yang lebih baik.

Revisi ke atas akan mengubah strategi untuk mengakhiri kemiskinan ekstrem pada tahun 2030, yang merupakan Tujuan 1 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Terkait dengan hal tersebut, Indonesia mempunyai target ambisius untuk mempercepat pencapaian target enam tahun sebelumnya pada tahun 2024.

Namun, dengan angka baru ini, target nol kemiskinan ekstrim pada tahun 2024 akan menjadi sebuah misi yang mustahil. Artinya, tingkat pengentasan kemiskinan ekstrem di tahun-tahun mendatang harus berada pada kisaran 1,2 poin persentase per tahun. Hal ini merupakan tugas yang menantang di tengah gambaran suram perekonomian global tahun depan.

Apalagi, penyesuaian harga BBM bersubsidi pada awal September berpotensi meningkatkan angka kemiskinan ekstrem akibat kenaikan inflasi yang menggerus daya beli masyarakat, khususnya masyarakat miskin. Kontributor utama puncak inflasi pada bulan September (year-on-year) adalah komponen pangan dan energi, yang menyumbang persentase tertinggi pengeluaran masyarakat miskin.

Selain itu, lonjakan inflasi yang disebabkan oleh komponen pangan dan energi juga akan mendorong kenaikan garis kemiskinan nasional seiring dengan meningkatnya beban pengeluaran masyarakat. Tentu saja program perlindungan sosial yang menyasar sekitar 21 juta rumah tangga akan meringankan beban tersebut.

Namun, efektivitas ditentukan oleh keakuratan data, yang dapat memiliki kesalahan eksklusi dan kesalahan inklusi. Oleh karena itu, hasil Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) yang sudah berjalan dan akan tersedia pada tahun depan bisa menjadi solusi. Pemerintah harus menggunakan data tersebut untuk semua program perlindungan sosial agar dapat mencapai sasaran yang lebih baik.

Angka kemiskinan kita berdasarkan garis kemiskinan nasional yang dihitung oleh Badan Pusat Statistik jauh lebih tinggi dibandingkan dengan garis kemiskinan sebesar $2,15. Pada bulan Maret 2022, sekitar 10 persen masyarakat Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan nasional. Hal ini menegaskan bahwa standar nasional lebih tinggi dari $2,15, yaitu sekitar $3 per hari dalam hal PPP.

Hal ini juga menunjukkan bahwa setidaknya sepertiga penduduk miskin di Indonesia tergolong sangat miskin. Menurut definisi Perserikatan Bangsa-Bangsa, mereka mengalami kemiskinan terburuk yang ditandai dengan hilangnya kebutuhan dasar manusia, termasuk makanan, air minum yang aman, fasilitas sanitasi, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan dan informasi.

Definisi PBB menekankan pada definisi kemiskinan yang mempunyai banyak segi yang melampaui pendapatan atau pengeluaran. Kemiskinan bukan sekedar persoalan hidup di bawah garis kemiskinan tertentu yang mungkin tidak mencakup dimensi kekurangan hidup secara luas.

Sebagai ukuran seberapa kaya suatu populasi, garis kemiskinan internasional telah lama menjadi sasaran kritik. Hal ini cenderung mereduksi dimensi kompleks kesejahteraan menjadi satu pendekatan pengukuran berbasis moneter. Hal ini tidak memperhitungkan indikator kesejahteraan lain yang mempengaruhi kualitas hidup seperti ketersediaan sanitasi, air dan listrik.

Sudah waktunya bagi Indonesia untuk secara resmi mengadopsi pengukuran kemiskinan multidimensi seperti yang telah dilakukan Malaysia sejak tahun 2015 untuk melengkapi pengukuran kemiskinan berbasis pendapatan. Untuk melakukan hal ini, Indeks Kemiskinan Multidimensi (MPI) yang diusulkan oleh Program Pembangunan PBB dan Inisiatif Oxford untuk Kemiskinan dan Pembangunan Manusia dapat dipertimbangkan.

Hal ini didedikasikan untuk mengukur kemiskinan akut, yang mirip dengan kemiskinan ekstrim. Laporan ini mengkaji aspek-aspek moneter dan non-moneter dari perampasan hidup melalui tiga dimensi kemiskinan: kesehatan, pendidikan dan standar hidup.

Karena hal ini juga mencakup aspek kesejahteraan non-moneter, maka angka kemiskinan akut yang diperoleh akan lebih tinggi dibandingkan proporsi penduduk miskin ekstrem yang berasal dari garis kemiskinan $2,15. Lembaga penelitian PRAKARSA menyebutkan prevalensi kemiskinan akut di Indonesia dengan menggunakan MPI pada tahun 2018 adalah sekitar 8,2 persen.

Ketimpangan ini dapat terjadi karena garis kemiskinan pendapatan biasanya gagal mengukur kesejahteraan yang diperoleh dari barang dan jasa yang disediakan atau disubsidi pemerintah. Banyak masyarakat yang tidak dianggap sangat miskin berdasarkan ukuran pendapatan-konsumsi, namun tidak memiliki akses terhadap layanan dasar karena pendapatan tidak mencukupi atau layanan tidak tersedia sama sekali untuk diakses.

Strategi pengentasan kemiskinan kita bergantung pada jenis kemiskinan yang kita ukur. Oleh karena itu, agar kebijakan pemberantasan kemiskinan ekstrem bisa lebih baik dan tidak ada seorang pun yang tertinggal, maka garis kemiskinan pendapatan harus disertai dengan penilaian kemiskinan multidimensi. Jadi, angka kemiskinan bukan sekedar angka yang tidak mencerminkan kenyataan.

***

Penulis adalah seorang analis data di Badan Pusat Statistik (BPS). Pendapat yang diungkapkan bersifat pribadi.

Pengeluaran Sidney

By gacor88