21 November 2022
JAKARTA – Indonesia dapat dengan bangga mengukir sejarah setelah menjadi tuan rumah KTT Pemimpin Kelompok 20 di Bali di mana negara-negara 20 negara dengan ekonomi terbesar di dunia, dengan segala rintangan, mengadopsi deklarasi tersebut pada minggu lalu.
Meskipun Presiden Joko “Jokowi” Widodo mendapat pujian internasional atas keberhasilannya, pencapaian bersejarah ini menggarisbawahi peran penting dari dua menteri kabinet perempuan. Beberapa menteri laki-laki yang terlibat dalam KTT tersebut mencoba mencuri perhatian dengan mengeluarkan siaran pers, namun mereka hanya bertujuan untuk memberitahu masyarakat bahwa mereka juga sedang bekerja keras.
Tentu saja, para menteri laki-laki tersebut patut mendapat pujian, namun banyak yang setuju bahwa peran Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sangat penting dalam membantu Presiden Jokowi menjalankan misinya. Kedua menteri wanita ini mengingatkan saya pada “Malaikat Charlie” yang tangguh, terampil, dan menawan, yang selalu menyelesaikan segala sesuatunya. Jika Charlie di serial TV dan film sekuelnya punya tiga malaikat, maka Jokowi hanya butuh dua.
“Ini Charlie, Malaikat. Waktunya berangkat kerja,” adalah kalimat terkenal ketika para malaikat menerima perintah untuk menyelesaikan suatu kasus.
Dalam persiapan KTT Bali, Retno bekerja hampir sepanjang tahun bersama sahabatnya selama 43 tahun, Sri Muyani. Rencana tersebut hampir gagal setelah Rusia, salah satu anggota G20, menginvasi Ukraina pada bulan Februari. Ketakutan lain muncul pada menit-menit terakhir pertemuan di Bali ketika para pemimpin tujuh negara terkaya di dunia mengangkat isu G20 yang menuntut kecaman lebih keras terhadap Rusia.
Namun pada akhirnya semua orang bisa menerima rancangan pernyataan Indonesia yang telah dikompromikan. Presiden AS Joe Biden, Presiden China Xi Jinping, dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, yang datang ke Bali atas nama Presiden Vladimir Putin, tidak keberatan.
“Kita berhasil. Mission Imposible terlaksana,” Retno mengirim pesan WhatsApp kepada saya usai Presiden Jokowi menutup KTT dua hari tersebut, Rabu.
Saat Presiden Jokowi menyerahkan palu kepresidenan G20 kepada Perdana Menteri India Narendra Modi saat upacara penutupan, Sri Mulyani terlihat memeluk Retno dan menyandarkan kepalanya pada temannya.
Menurut Sri Mulyani, KTT G20 merupakan pencapaian sejarah yang luar biasa bagi Indonesia. “Seperti yang disampaikan Presiden Jokowi, meski banyak perdebatan alot, namun pada akhirnya para pemimpin G20 sepakat bahwa perang (di Ukraina) harus dihentikan karena telah menimbulkan korban jiwa dan perekonomian dunia yang sangat besar,” ujarnya. KTT itu berakhir.
Mungkin chemistry yang terbentuk jauh sebelum mereka bergabung dengan Kabinetlah yang membantu mereka membentuk tim yang utuh. Meskipun KTT G20 berada di ranah ekonomi dan keuangan Sri Mulyani, keberhasilannya tidak lepas dari kecerdikan diplomasi Indonesia, yang merupakan wilayah kerja Retno.
Retno, yang menjabat sebagai Kepala Diplomat Jokowi sejak 2014, bertanggung jawab atas jalur Sherpa. Sebagaimana tercantum dalam situs resmi G20, “Sherpa G20 merupakan perpanjangan tangan langsung dari Kepala Negara/Kepala Pemerintahan yang akan membahas berbagai permasalahan non-keuangan dan membahas permasalahan keuangan untuk dijadikan masukan dalam penyusunan Leaders’ Statement”.
Retno dan timnya memimpin diskusi panjang, menggerakkan paragraf demi paragraf, kata demi kata, untuk mengakomodasi keinginan semua orang dan membuat orang lain menyetujui teks deklarasi. Mereka mengerjakan teks tersebut selama berbulan-bulan, dan artikel tentang Ukraina adalah yang paling sulit.
Pada pertemuan para menteri keuangan G20 di Bali pada bulan Juli, Sri Mulyani memperingatkan bahwa kegagalan mencapai konsensus “dapat menjadi bencana besar bagi negara-negara berpenghasilan rendah di tengah kenaikan harga pangan dan energi yang diperburuk oleh perang di Ukraina”.
Ia berjanji bahwa Indonesia akan menjadi perantara yang jujur dan menemukan solusi kreatif untuk mengatasi “tiga ancaman berupa kenaikan harga komoditas, inflasi global, dan perang”.
Rekam jejaknya sebagai direktur pelaksana Bank Dunia selama enam tahun, dan pendiriannya yang tidak kenal kompromi terhadap kepentingan politik dan bisnis di negara tersebut mungkin merupakan kunci untuk meyakinkan para pemimpin G20 untuk akhirnya mencapai konsensus.
Persahabatan Retno dan Sri Mulyani berawal dari masa remaja mereka saat bersekolah di SMA Negeri yang sama di Semarang, Jawa Tengah. Setelah lulus, Retno belajar hubungan internasional di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, sedangkan Sri Mulyani memilih ilmu ekonomi di Universitas Indonesia di Jakarta.
Jokowi menyatukan kembali mereka ketika ia menunjuk Sri Mulyani sebagai menteri keuangan pada tahun 2016, sebuah jabatan yang ditinggalkannya pada tahun 2010 yang penuh gejolak. Setelah Jokowi memenangkan masa jabatan keduanya pada tahun 2019, Jokowi menunjuk Retno dan Sri Mulyani sebagai kepala diplomat dan bendahara. .
Beberapa senior dan mantan atasan Retno kerap terdengar mengkritiknya karena “kurang visi”. Namun sejak awal, Jokowi mengatakan kepada para menterinya bahwa hanya presiden yang memiliki visi dan misi, sedangkan para menteri bertanggung jawab untuk melaksanakan platformnya.
KTT G20 yang baru saja selesai, jelas menunjukkan betapa Retno dan Sri Mulyani, serta para menteri lainnya, berusaha sekuat tenaga untuk menjalankan apa yang diinginkan Presiden dan mereka melakukannya begitu saja.
Namun, tantangan tersebut tidak berakhir ketika tirai pertemuan puncak dibuka. Mantan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda mengingatkan, ada kebutuhan mutlak untuk mewujudkan apa yang telah disepakati di Bali. “Jika apa yang dibicarakan dan disepakati tidak ditindaklanjuti, orang mungkin akan berkata, ‘Oh, G20 tidak berfungsi.’ Jakarta Post mengutip diplomat veteran itu.
Baik Retno maupun Sri Mulyani membuktikan kemampuannya dalam KTT G20, yang akan dikenang sebagai acara yang diadakan untuk memulihkan perdamaian dan pertumbuhan dunia.
Indonesia menjadi tuan rumah KTT G20 di pulau yang mayoritas penduduknya beragama Hindu. KTT tersebut akan diselenggarakan oleh India, negara mayoritas beragama Hindu, tahun depan. Harapannya, kemajuan yang lebih konkrit dan substansial dapat dicapai di sana.
Antara sekarang dan KTT G20 berikutnya adalah fase lain dari “Waktunya berangkat kerja” bagi malaikat Retno dan Sri Mulyani.
***
Penulis adalah editor senior di Jakarta Post.