12 Mei 2023
JAKARTA – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Dewan Pers telah memperingatkan dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh tuntutan hukum terhadap stasiun televisi KompasTV yang berbasis di Jakarta terhadap kebebasan pers yang sudah menurun di Indonesia.
KompasTV digugat sebesar Rp 1,3 miliar atas liputannya terhadap PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), perusahaan patungan antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia dan China yang bertanggung jawab membangun jalur kereta cepat Jakarta-Bandung.
Rosiana Silalahi, Pemimpin Redaksi KompasTV, mengatakan gugatan tersebut diajukan oleh seorang pembuat konten yang bermitra dengan PT KCIC.
“Kami digugat karena menggunakan cuplikan dari saluran YouTube resmi PT KCIC dalam pemberitaan kami tentang utang perusahaan yang membengkak sebesar Rp 8,4 triliun (US$570,5 juta),” kata Rosiana, Rabu.
Anehnya, kami menggunakan rekaman tersebut dalam liputan berita lain tentang uji coba jalur kereta cepat Jakarta-Bandung pada bulan November, dan kami tidak menerima keluhan apa pun, tambahnya.
Rosiana mengatakan masalah ini telah diselesaikan di luar pengadilan, namun memperingatkan bahwa taktik serupa dapat digunakan di masa depan untuk membatasi kebebasan pers.
“Ini cara baru untuk mengekang kebebasan pers di era digital, apa yang terjadi pada kita bisa terjadi pada perusahaan berita lain juga,” ujarnya.
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan perselisihan terkait publikasi jurnalistik harus diselesaikan Dewan Pers sesuai UU No. 40/1999 tentang Pers.
“Setiap perselisihan mengenai suatu publikasi berita atau artikel berita yang disebarkan melalui platform media sosial harus diselesaikan melalui mediasi di Dewan Pers. Kami tidak ingin adanya intimidasi dalam bentuk apapun seperti ancaman tuntutan hukum seperti kasus KompasTV,” kata Ninik.
Sasmito Madrim, Ketua Umum AJI, mengatakan upaya gugatan terhadap KompasTV merupakan ancaman terhadap kebebasan pers di tanah air.
“PT KCIC sepertinya berusaha mengontrol informasi dan pemberitaan media (proyeknya) karena tidak mengkritik KompasTV yang menggunakan rekamannya padahal pemberitaannya positif. Upaya gugatan ini bertentangan dan bertentangan dengan UU Pers,” ujarnya.
Jurnalis Indonesia telah lama berjuang melawan pembatasan kebebasan pemberitaan, bahkan setelah berakhirnya rezim otoriter Orde Baru.
Indeks Kebebasan Pers Dunia tahun 2022 yang dirilis Reporters Without Borders menempatkan Indonesia pada peringkat 117st dari 180 negara yang disurvei pada tahun itu, turun dari 113st tahun sebelumnya. Negara ini berada di peringkat 119st pada tahun 2020 dan 124st pada tahun 2019.
Reporters Without Borders menggunakan lima indikator, termasuk situasi politik dan keselamatan jurnalis, untuk menentukan peringkatnya. Ditemukan bahwa indikator terakhir ini masih kurang di Indonesia. Hal ini sesuai dengan temuan AJI yang mencatat 43 kasus kekerasan terhadap jurnalis pada tahun 2021.
Laporan Amerika Serikat mengenai praktik hak asasi manusia di Indonesia pada tahun 2021 menyatakan: “Ada banyak laporan mengenai undang-undang tersebut digunakan untuk membatasi kritik politik terhadap pemerintah.”
Laporan tersebut mencatat bahwa meskipun media independen Indonesia aktif dan memuat beragam pandangan, pemerintah terkadang menggunakan undang-undang seperti penodaan agama, ujaran kebencian, fitnah, informasi palsu, dan separatisme untuk membungkam pemberitaan yang sah.