6 Desember 2022
JAKARTA – Sebagai orang Jawa, Presiden Joko “Jokowi” Widodo memilih menahan diri untuk tidak terang-terangan menyatakan penentangannya terhadap rencana Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) untuk mencalonkan putri ketuanya Puan Maharani sebagai calon presidennya. Tetapi tindakan dan pernyataannya menunjukkan bahwa dia tidak ingin Puan ikut serta dalam pemilihan, mungkin karena dia yakin itu akan menjadi bunuh diri bagi partai dan juga untuk rencana pasca-presiden yang disusun dengan hati-hati.
Jokowi akan meninggalkan jabatannya pada Oktober 2024, tetapi peringkat persetujuannya tetap tinggi untuk presiden periode kedua dan dukungan akar rumputnya tetap kuat. Beberapa kelompok relawan yang mendukung pencalonannya pada pemilu 2014 dan 2019 telah berjanji untuk mendukung calon presiden mana pun yang ia dukung pada 2024.
Sebagai kelompok penekan, mereka mengorganisir acara untuk menunjukkan kekuatan mereka, di hadapan Presiden. Dalam aksi unjuk rasa tersebut, Jokowi kerap mengisyaratkan lebih memilih Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai penggantinya.
Jokowi pun telah mempersiapkan masa depan politiknya karena usianya baru menginjak 63 tahun saat menyerahkan kekuasaan kepada presiden baru. Peluang Jokowi untuk menduduki posisi strategis di PDI-P, termasuk posisi puncak, sangat besar karena tidak ada politisi lain di partai yang mampu menandingi kapasitas dan akseptabilitasnya.
Jangan lupa, Jokowi mungkin juga sudah merencanakan masa depan politik ketiga anaknya, Gibran Rakabuming Raka, Kahiyang Ayu, dan Kaesang Pangarep. Layaknya ayah seperti anak, Gibran adalah walikota Surakarta saat ini dan mungkin berencana mencalonkan diri dalam pemilihan gubernur November 2024 di Jakarta Pusat, atau mungkin Jakarta. Suami Kahiyang, Bobby Nasution, kini menjabat sebagai Wali Kota Medan, Sumatera Utara, dan berpeluang mencalonkan diri sebagai gubernur dalam pemilihan kepala daerah pada November 2024.
Putra bungsu Jokowi, Kaesang, yang akan menikahi tunangannya Erina Gudono pekan depan, menjalankan bisnis skala menengah, tapi mungkin juga mengikuti jejak politik sang ayah.
Tekanan Jokowi pada PDI-P dan ketua partai Megawati Soekarnoputri untuk memilih Ganjar, bukan Puan, sebagai calon presiden tampaknya merupakan tindakan pencegahan, karena partai tersebut akan merayakan hari jadinya yang ke-50 pada 10 Januari tahun depan, 13 hari sebelum ulang tahun ke-76 Megawati. pada 23 Januari 2023. Orang dalam partai yakin dia akan membuat keputusan akhir tentang calon presiden partai saat perayaan HUT PDI Perjuangan.
Saat itu, Megawati bisa saja mengumumkan akan bekerja sama dengan Presiden Jokowi untuk menentukan capres terbaik. Ia beberapa kali menyatakan akan selalu berkonsultasi dengan Jokowi soal pencalonan presiden. Keduanya sudah beberapa kali bertemu, namun tampaknya belum ada kesepakatan yang dicapai.
Terakhir kali Jokowi menunjukkan dukungannya terhadap Ganjar adalah pada 26 November, ketika dia mengatakan bahwa presiden Indonesia berikutnya harus memiliki rambut putih dan wajah keriput karena itu adalah bukti bahwa orang tersebut bekerja sangat keras pada rakyat. Rambut putih adalah ciri khas Ganjar, 54 tahun, Gubernur Jawa Tengah dua kali.
Bahkan, dalam beberapa kesempatan, Jokowi juga memberikan restu kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk mencalonkan diri sebagai presiden untuk ketiga kalinya. Bagi Jokowi, Prabowo bisa menjadi pilihan terbaik kedua jika PDI-P menolak mencalonkan Ganjar.
PDI-P terus menegur Ganjar karena menunjukkan ambisi pribadinya untuk mengikuti pemilihan presiden. Dia secara konsisten memimpin jajak pendapat dengan Prabowo dan mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan. Ganjar berkali-kali mengatakan tidak akan pernah mengkhianati partainya tetapi tetap menggunakan media sosial sebagai platform kampanyenya.
Berbeda dengan Ganjar, elektabilitas Puan tidak pernah melebihi 3 persen. Peringkat persetujuannya sama rendahnya bahkan di antara para pendukung partainya. Jajak pendapat juga menemukan banyak pendukung partai akan meninggalkan PDI-P jika memilih ketua DPR ketimbang Ganjar sebagai calon presiden.
Bisa disimpulkan, peluang Puan menang pilpres kecil. Padahal PDI-P tidak perlu berkoalisi untuk mengikuti pilpres. Tapi Megawati tampaknya murah hati dalam memberi putrinya lebih banyak waktu untuk membuktikan bahwa dia pantas mendapat kesempatan.
Petinggi partai sejauh ini masih ekstra hati-hati menyikapi manuver Jokowi karena mereka tahu Megawati masih percaya padanya.
Pada tahun 2014, Megawati melepaskan ambisi kepresidenannya pada menit terakhir untuk membuka jalan bagi Jokowi. Megawati kalah dalam dua balapan sebelumnya pada 2004 dan 2009 dari mantan Menteri Utama Keamanan Susilo Bambang Yudhoyono, tetapi pengorbanannya pada 2014 terbayar. Pada 2019, PDI-P tidak punya pilihan selain mencalonkan kembali petahana Jokowi.
Sekarang Jokowi juga mengincar posisi di PDI-P karena Megawati semakin tua dan pemimpin tertinggi partai terbesar di negara itu tidak memiliki jalur suksesi yang jelas. Puan secara luas dianggap sebagai pewaris Megawati, tetapi kita harus ingat bahwa dalam masyarakat patriarki seperti Indonesia, Puan tidak dianggap mewarisi jubah Soekarno. Namanya bukan Puan Maharani Soekarnoputri, tapi Puan Maharani Taufiq Kiemas.
Megawati memiliki kekuasaan absolut di partai, tetapi ketika dia memutuskan untuk meninggalkan panggung politik, Jokowi bukanlah calon yang paling cocok untuk menggantikannya.
HUT PDI-P ke-50 bisa menjadi momen kebenaran bagi Jokowi ketika Megawati mengumumkan calon presiden pilihannya. Saya yakin Megawati berdasarkan akal sehat akan mengambil keputusan untuk melestarikan partai, warisannya sendiri dan memastikan kemajuan. Saya juga yakin di hari jadi partai atau ulang tahunnya yang ke-76, Megawati akan mengumumkan posisi kunci Jokowi di partai.
Jokowi akan mencari setiap kesempatan untuk tetap relevan setelah meninggalkan jabatannya dan memastikan penggantinya akan melanjutkan warisannya. Tidak mendukung Puan sebagai calon presiden adalah salah satu langkah yang harus diambilnya.
***
Penulis adalah editor senior di The Jakarta Post.