13 April 2023
JAKARTA – Bulan Ramadhan merupakan saat dimana jutaan umat Islam Indonesia memberikan kontribusi kepada masyarakat dengan mengadakan acara amal atau memberikan sedekah kepada yang membutuhkan.
Namun seorang pria di Jakarta dituduh memanfaatkan niat baik umat untuk mencari keuntungan sendiri. Polisi mengatakan dia pergi ke puluhan masjid di ibu kota untuk menyalurkan sumbangan langsung ke rekening banknya sendiri.
Pria yang dimaksud, Mohammad Iman Mahlim Lubis, dituduh mengganti kode Quick Response Indonesia Standard (QRIS) milik masjid, yang dapat dipindai dengan ponsel pintar untuk melakukan pembayaran tanpa uang tunai, dengan kode yang terhubung ke rekening banknya yang baru dibuat. disebut “Perbaikan Masjid”.
Direktur Reserse Kriminal Khusus DKI Jakarta, Auliansyah Lubis, mengatakan kepada pers, Selasa, bahwa Iman, yang ditangkap pada Selasa, telah memasang kode QR palsu tersebut sejak 1 April dan ditemukan di sekitar 38 masjid di wilayah Jabodetabek. , termasuk di masjid terbesar ibu kota, Istiqlal.
Dia juga dituduh memiliki kode di sejumlah nomor Musholla (mushola) di mall-mall di Jakarta, antara lain di Mall Pondok Indah di Jakarta Selatan dan Mall Grand Indonesia di Jakarta Pusat.
Pihak berwenang mendapat informasi dari pengurus Masjid Nurul Iman di kawasan perbelanjaan Blok M Square, Jakarta Selatan, yang menemukan kode QRIS yang meragukan di dinding masjid.
“(Iman) akan menempelkan kode QRIS di atas kode milik masjid atau menempelkan kodenya sendiri di sebelahnya. Dia juga menempelkannya di dinding atau tempat lain yang sebelumnya tidak ada kode QRIS,” kata Auliansyah seraya menambahkan, puluhan cetakan kode QRIS juga disita polisi saat menangkap Iman.
Auliansyah mengatakan, pemeriksaan terus dilakukan dan polisi berupaya memastikan apakah Iman punya kaki tangan.
Penyidik mengatakan pada hari Rabu bahwa Iman menyetorkan sumbangan senilai setidaknya Rp 13 juta (US$873) ke rekening banknya sendiri.
Polisi sedang mempertimbangkan untuk menuntut Iman berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tahun 2008, Undang-Undang Transfer Tunai tahun 2011, dan Pasal 80 dan 83 KUHP (KUHP), yang semuanya memiliki ancaman hukuman minimal dua tahun penjara.
Kekhawatiran QRS
Juru bicara Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono mengklaim pada konferensi pers pada hari Selasa bahwa sistem QRIS bank sentral tidak bersalah karena bank sentral dan pemangku kepentingan lainnya dalam ekosistem pembayaran digital memiliki langkah-langkah keamanan yang ketat.
“Ini kasus penyalahgunaan QRIS. Kami ingin memastikan QRIS sebagai metode pembayaran tetap aman,” kata Erwin. “QRIS diciptakan untuk membantu memfasilitasi transfer dana (…) Namun di balik kemudahan itu masih ada orang jahat (yang menyalahgunakan sistem).”
“Oleh karena itu kami mengimbau (pengguna) ekstra waspada. Kalau mau berdonasi ke masjid, (rekening penerima) harus menyebutkan nama masjidnya,” ujarnya. “Kami juga menghimbau kepada pengurus masjid untuk berhati-hati dan memeriksa kode QRIS mereka dari waktu ke waktu.”
Erwin mengatakan BI akan mengintensifkan program yang bertujuan untuk mengedukasi masyarakat tentang standar keamanan QRIS dan mendorong perbankan untuk memperkuat proses verifikasi pada merchant QRIS.
Ia menambahkan, BI telah memulai diskusi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika mengenai pengembangan daftar hitam merchant QRIS yang menyasar penipuan atau pelanggaran lainnya.
Meningkatkan popularitas
Sejak diluncurkan pada akhir tahun 2019, sistem QRIS mulai populer terutama di kalangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Menurut BI, sistem tersebut mencatat lebih dari 122 juta transaksi dengan nilai total Rp 12 triliun ($806 juta). Sistem ini telah diadopsi oleh sekitar 25 juta pedagang dan 29 juta pengguna.
Yang terbaru Studi Sikap Pembayaran Konsumen salah satu raksasa pembayaran global, Visa, menemukan bahwa sekitar 67 persen penduduk Indonesia siap beralih ke sistem non-tunai karena dompet seluler dan kode QR menjadi metode pembayaran paling populer di negara ini, dengan tingkat penggunaan sebesar 93 persen.