23 Februari 2023
JAKARTA – Ketika pemerintah berupaya untuk beralih dari COVID-19 ketika kasus terus menurun meskipun pembatasan pandemi telah dilonggarkan, Indonesia mulai mencari sekutu untuk melobi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) agar pandemi ini berakhir.
“Kami sekarang sedang berkonsultasi dengan negara lain yang juga ingin menyatakan (COVID-19 sebagai) endemik tahun ini. (Negara-negara tersebut) kebetulan Jepang dan Amerika Serikat,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Selasa, seperti dikutip Kompas.com.
Sejak pemerintah mencabut pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) pada akhir tahun lalu, indikator COVID-19 di Tanah Air terus menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Kementerian Kesehatan mengatakan pada konferensi pers pada hari Senin bahwa kasus baru setiap hari turun hampir 15 persen pada hari Minggu dibandingkan minggu sebelumnya.
Indikator pandemi lainnya, termasuk angka positif, kematian harian, dan rawat inap, juga menurun, yang menunjukkan bahwa penularan virus dan pasien dengan kasus parah masih relatif rendah.
Beban kasus harian di negara ini berarti Indonesia mencatat rata-rata 0,43 kasus baru per satu juta orang pada hari Senin, menurut Our World in Data dari Universitas Oxford. Angka ini menempatkan Indonesia di bawah Amerika dengan 1,78 kasus per juta penduduk, dan jauh di bawah Jepang dengan 56,6 kasus per juta penduduk.
Demikian pula, Indonesia mencatat kurang dari 0,01 kematian per juta, dibandingkan dengan AS yang mencatat 0,2 dan Jepang 0,4.
Terlepas dari indikator-indikator yang menggembirakan ini, kewenangan untuk mencabut status pandemi global virus corona, yang secara resmi dikenal sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC), sepenuhnya berada di tangan WHO.
Untuk itu, Budi mengatakan akan bertemu dengan Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus untuk menindaklanjuti pertemuan antara tim kementerian dan perwakilan WHO.
“(Masyarakat kami) sudah pernah bicara dengan WHO (soal deklarasi endemisitas). Sebentar lagi saya dan Tedros juga akan (bertemu) langsung,” kata Budi.
Sebelumnya, dalam rapat koordinasi nasional penanganan COVID-19 akhir Januari lalu, Budi dengan nada bercanda mengatakan ingin mendorong Tedros mendeklarasikan pandemi berakhir pada 17 Agustus tahun ini. “Saya bermaksud membujuk (Tedros) untuk mengembalikan (status pandemi) pada 17 Agustus, karena jatuh pada Hari Kemerdekaan Indonesia. Mungkin tidak bisa seperti itu, tapi tidak ada salahnya (mencobanya),” ujarnya saat itu.
Ahli epidemiologi Dicky Budiman dari Universitas Griffith, Australia, mengatakan hanya dalam hitungan bulan sebelum WHO menyatakan status PHEIC berakhir, ia mencatat bahwa sebagian besar negara menunjukkan tanda-tanda menggembirakan bahwa pandemi ini secara bertahap mulai terkendali.
“Dalam tiga bulan ke depan, saya melihat (WHO) mencabut status PHEIC, jauh melampaui target (Indonesia) pada bulan Agustus, selama keadaan terus berjalan,” kata Dicky kepada The Jakarta Post pada hari Rabu.
Meskipun Indonesia hanya dapat menunggu keputusan WHO untuk mencabut status PHEIC, Presiden Joko “Jokowi” Widodo dapat terlebih dahulu mencabut status darurat kesehatan di negaranya, yang masih berlaku meskipun seluruh pembatasan telah dicabut pada tahun lalu.
“Adapun status darurat kesehatan (pandemi) di Indonesia harus dicabut terlebih dahulu (sebelum WHO menyatakan pandemi berakhir). Yang dihapus hanya sistem PPKM saja, tapi sebenarnya kita masih dalam status darurat kesehatan,” kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril, Senin.
Dengan mencabut status darurat kesehatan nasional, pemerintah akan mengalihkan sebagian besar tanggung jawabnya untuk membiayai layanan kesehatan terkait COVID-19, termasuk rawat inap dan vaksin, kembali ke masyarakat.
Kementerian Kesehatan baru-baru ini mengatakan bahwa subvarian baru XBB.1.5, yang secara umum dan informal dijuluki Kraken, tidak menyebabkan peningkatan kasus COVID-19 secara nasional setelah negara tersebut melaporkan kasus pertamanya pada akhir bulan lalu.