Ketua ASEAN: Apa Artinya Bagi Indonesia di Tahun 2023?

31 Januari 2023

JAKARTA – Meskipun banyak hambatan dan tantangan, termasuk perang Rusia-Ukraina dan resesi global, negara tuan rumah Indonesia berhasil memastikan bahwa konferensi tingkat tinggi yang diadakan di Bali pada tanggal 15-16 November 2022 menghasilkan pernyataan bersama, mengumumkan jika Pernyataan Pemimpin G20 Bali. Hal ini menunjukkan bagaimana Indonesia, di bawah Presiden Joko “Jokowi” Widodo, berusaha untuk menjadi lebih baik sebuah kekuatan pemersatu di tengah ketidakpastian global.

Kini Indonesia telah mengalihkan fokus dan perhatiannya pada tantangan penting berikutnya: kepemimpinan ASEAN (Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara) pada tahun 2023.

Ini merupakan kali kelima Indonesia mengalaminya mengambil alih kepemimpinan ASEAN – sebelumnya pada tahun 1976, 1996, 2003 dan 2011. Serah terima kepemimpinan ASEAN dari Kamboja ke Indonesia terjadi pada saat KTT ASEAN November lalu.

Di tengah ketidakpastian geopolitik global saat ini, setidaknya ada tiga tantangan besar yang dihadapi Indonesia selama menjadi ketua forum regional terbesar negara-negara Asia Tenggara tersebut. Hal ini termasuk menyatukan negara-negara ASEAN dalam isu-isu global; memperkuat kerja sama regional; dan mendorong multilateralisme lebih banyak, bukan lebih sedikit.

1. Menjaga kesatuan ASEAN dalam isu-isu global

Sebagai ketua, Indonesia bertanggung jawab untuk memimpin berbagai upaya ASEAN dalam menyelesaikan krisis regional dan global.

negara-negara ASEAN saat ini rusak pada isu-isu besar, seperti Laut Cina Selatan dan Myanmar. Setiap negara anggota ASEAN memiliki posisi, perspektif dan kepentingan yang berbeda mengenai masalah ini.

Kondisi ini membuat negara-negara anggota ASEAN rentan terpecah belah dan dieksploitasi oleh negara-negara besar.

Tiongkok dan Amerika Serikat saat ini bersaing untuk mendapatkan pengaruh sebagai bagian dari persaingan global antara negara-negara besar. Asia Tenggara berlokasi strategis di tengah-tengah Indo-Pasifik, kawasan yang sedang berkembang Perhatian baik dari pembuat kebijakan maupun pakar dalam beberapa tahun terakhir.

Indonesia tidak hanya harus mempertimbangkan kepentingan negara-negara anggota ASEAN, namun juga harus menyeimbangkan kepentingan-kepentingan luar negeri yang bersaing.

2. Penguatan kerjasama regional

Padahal Indonesia adalah negara terbesar di ASEAN, dan mempunyai regional terobosan di masa lalu, Indonesia tidak bisa mengatasi tantangan sendirian. Indonesia perlu membangun konsensus di antara anggota yang mempunyai kepentingan dan tujuan nasional yang berbeda.

Oleh karena itu, Indonesia harus merangkul negara-negara anggota ASEAN untuk memperkuat kerja sama regional di mana terdapat lebih sedikit perselisihan dan lebih banyak konvergensi kepentingan.

Isu-isu seperti ketahanan dan ketahanan pangan, keamanan maritim, dan kejahatan transnasional dapat menjadi titik awal untuk melihat pentingnya ASEAN bagi negara-negara anggota. Persoalan-persoalan yang disebut sebagai persoalan-persoalan yang tidak terlalu penting ini banyak sekali terjadi, dan Indonesia dapat mempelopori upaya-upaya di tingkat regional untuk mendorong kerja sama ASEAN lebih lanjut mengenai persoalan-persoalan tersebut.

Dampak pandemi COVID-19 dan Rusia-Ukraina perang terhadap rantai pasokan dan ekonomi global, negara-negara ASEAN perlu menunjukkan bahwa mereka memerlukan kerja sama yang lebih kuat di tingkat regional, dan pentingnya bekerja dalam kerangka ASEAN daripada mengambil kebijakan secara sepihak.

Salah satu contoh sukses dari hal ini adalah kesiapsiagaan menghadapi pandemi, dengan pembentukan Pusat Keadaan Darurat Kesehatan Masyarakat dan Penyakit Baru ASEAN pada Pertemuan Menteri Kesehatan ASEAN ke-15 di Bali.

ASEAN mendirikan pusat ini agar anggotanya bisa lebih siap menghadapi pandemi berikutnya.

3. Mendorong kembalinya multilateralisme

Indonesia harusnya menegaskan “multilateralisme” yang saat ini terancam dengan merebaknya “minilateralisme”. Kegagalan untuk melakukan hal ini akan mendorong ASEAN ke pinggiran dan berada di bawah kekuasaan negara-negara besar.

Multilateralisme bisa jadi didefinisikan sebagai kerjasama internasional antara tiga negara atau lebih. “Minilateralisme” tidak mempunyai definisi khusus, namun untuk artikel ini saya menggunakan definisi sebagai:

“jumlah negara yang sekecil mungkin harus mempunyai dampak yang sebesar-besarnya dalam penyelesaian suatu masalah tertentu dengan jumlah negara yang bervariasi tergantung pada masalahnya.”

Dalam beberapa tahun terakhir, minilateralisme telah memfasilitasi munculnya lembaga-lembaga seperti KORBAN (perjanjian keamanan trilateral antara Australia, Inggris dan Amerika Serikat, untuk kawasan Indo-Pasifik) dan KUAD (Dialog Segiempat Indo-Pasifik antara Australia, India, Jepang dan AS).

Lembaga-lembaga ini telah menjadi ancaman terhadap peran ASEAN di kawasan, karena mereka cenderung berdiskusi dan membuat kebijakan eksklusif dengan keterlibatan ASEAN yang minimal.

Negara-negara Barat semakin berupaya melawan kekuatan Tiongkok di kawasan Indo-Pasifik dengan menggunakan QUAD dan AUKUS, alih-alih bekerja sama dengan ASEAN.

Misalnya saja pada November 2022, Jepang menjadi tuan rumah QUAD Latihan Angkatan Laut Malabar 2022 di Laut Filipina, lepas pantai Jepang. Ini melibatkan latihan di laut dengan kapal angkatan laut, pesawat terbang dan personel militer dari Australia, India, Jepang dan Amerika Serikat.

Tiongkok mengkritik latihan angkatan laut tersebut, dan menyebutnya sebagai upaya untuk melawan pengaruh Tiongkok yang semakin besar di wilayah tersebut wilayah.

Untuk melawan minilateralisme dan memperkuat multilateralisme, Indonesia harus mendorong terbentuknya forum yang dipimpin ASEAN, seperti Forum Regional ASEANtidak hanya melibatkan negara-negara besar, namun juga negara-negara regional dan menengah seperti Jepang dan Korea Selatan.

Setiap diskusi dengan mereka tidak boleh terfokus pada isu-isu kontroversial dan sensitif, seperti sengketa Laut Cina Selatan. Sebaliknya, mereka harus fokus pada isu-isu yang memiliki kepentingan bersama, seperti konektivitas, perubahan iklim, dan keamanan maritim.

Melibatkan negara-negara menengah seperti Jepang dan Korea Selatan akan menunjukkan sentralitas ASEAN dan, jika berhasil, juga akan menunjukkan bahwa multilateralisme – terutama proses yang didukung ASEAN – masih aktif dan relevan.

Untuk mencegah perebutan kekuasaan besar-besaran

Tantangan yang dihadapi Indonesia sebagai ketua ASEAN memang banyak, namun bukan berarti tidak bisa diatasi.

Semua permasalahan di atas akan menjadi bagian dari upaya Indonesia yang lebih luas untuk mencegah ASEAN menjadi medan pertempuran politik negara-negara besar.

Seharusnya Indonesia memimpin ASEAN untuk memperkuat dan memperdalam kerja sama ASEAN di berbagai sektor untuk meningkatkan ketahanannya dari pengaruh luar.

Jika Indonesia mampu mengatasi hambatan, menavigasi situasi geopolitik dan menciptakan konsensus regional, Indonesia dapat mengubah tantangan menjadi peluang yang tidak hanya menguntungkan dirinya sendiri, namun juga kawasan secara keseluruhan.

Pertanyaannya, apakah pemerintah kita mempunyai kemauan politik untuk melakukan hal tersebut?

Hanya waktu yang akan memberitahu.

***

Penulis adalah peneliti di Lembaga Studi Internasional Lanjutan Indonesia (INADIS). Artikel ini diterbitkan ulang di bawah lisensi Creative Commons.

sbobet88

By gacor88