26 Agustus 2022
DHAKA – Tiga tahun telah berlalu sejak negara ini menangani lebih dari satu lakh pasien demam berdarah dalam setahun.
Bahkan setelah krisis tersebut, inisiatif yang diambil untuk menyiapkan kebijakan pengendalian vektor seperti nyamuk Aedes masih dalam proses penyusunan.
Inisiatif seperti ini kini menjadi kebutuhan mendesak karena kasus demam berdarah telah melampaui angka 5.000 kemarin.
Nyamuk Aedes merupakan vektor penyakit demam berdarah dan chikungunya. Para ahli mengatakan karena demam berdarah telah menjadi endemik di negara ini dan telah menyebar di tingkat kabupaten, maka kebijakan komprehensif atau pengendalian vektor secara terpisah sangatlah penting.
Menurut Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan (DJP), sebanyak 5.117 pasien telah dirawat di berbagai rumah sakit hingga kemarin. Jumlah korban tewas tahun ini adalah 19 orang.
Menteri Pemerintah Daerah dan Pembangunan Pedesaan Md Tazul Islam mengatakan situasi di Bangladesh masih lebih baik dibandingkan negara tropis lainnya termasuk Singapura, Thailand, Malaysia, Indonesia, dan Vietnam.
Dia mengatakan mereka masih berupaya untuk membentuk kebijakan yang komprehensif. Sebuah tim dari Australia yang berpengalaman dalam pengelolaan vektor telah menunjukkan minat untuk membantu dalam hal ini.
Sekretaris Tambahan Divisi Pemerintah Daerah Mustakim Billah Faruqui mengatakan mereka sedang berupaya untuk menyelesaikan inisiatif yang diambil pada tahun 2020.
Pihak berwenang kini mencari pendapat dari DJCK, para ahli dan berbagai perusahaan kota untuk membentuk sebuah sel, katanya.
Ahli entomologi Universitas Jahangirnagar Prof Kabirul Bashar mengatakan, dirinya baru mengusulkan dan menguraikan pengendalian vektor kepada pemerintah pada tahun 2019.
Sebuah komite telah dibentuk dalam hal ini pada tahap itu, namun selnya belum dibentuk, katanya.
Bashar mengatakan sel seperti itu sangat penting karena demam berdarah telah menyebar ke berbagai kota dan bahkan kabupaten.
“Tahun ini Cox’s Bazar menjadi hotspot demam berdarah. Sepuluh pasien demam berdarah telah meninggal di sana. Tapi belum ada lembaga atau lembaga yang mengendalikan nyamuk Aedes,” ujarnya.
Penelitian mengenai penyakit yang ditularkan oleh nyamuk di tingkat nasional sangatlah penting, katanya. Diperlukan lembaga tersendiri untuk melakukan hal ini, tambahnya.
Lembaga ini juga akan memberikan pedoman kepada berbagai korporasi kota tentang penggunaan insektisida yang tepat, katanya. Ia juga akan membeli insektisida yang sesuai.
“Perusahaan kota dan pemerintah kota akan menjadi lembaga pelaksana, namun lembaga akan menjadi organisasi pusat,” tambahnya.
Menurut Bashar, ahli entomologi Universitas Nasional Bangladesh, GM Saifur Rahman, mengatakan pemerintah distrik tidak tahu cara mengendalikan penyakit yang dibawa nyamuk.
Jadi, jika ada kebijakan yang komprehensif, maka pejabat akan memiliki pedoman untuk mengambil tindakan yang tepat, kata Saifur.
“Penelitian, supervisi dan pelatihan di tingkat kabupaten sangat penting. Penting juga untuk mengetahui serotipe virus Aedes mana yang lazim,” ujarnya.
Dengan mengidentifikasi serotipe, kita dapat mengetahui apakah suatu negara sedang menghadapi epidemi demam berdarah. Pihak berwenang kemudian akan dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan, tambahnya.